Sumur Resapan di Jakarta Masih Jauh dari Kebutuhan
›
Sumur Resapan di Jakarta Masih...
Iklan
Sumur Resapan di Jakarta Masih Jauh dari Kebutuhan
Jumlah sumur resapan masih jauh dari kebutuhan karena minimnya anggaran yang dialokasikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tak hanya itu, pemilik gedung sering kali abai dengan kewajiban membangun sumur resapan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/HELENA F NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah sumur resapan untuk membebaskan DKI Jakarta dari banjir masih jauh dari harapan. Dari kebutuhan 1,8 juta sumur, yang ada saat ini hanya sekitar 2.000 sumur. Sebanyak 1.794 di antaranya baru dibangun pemerintah tahun ini. Pengadaan sumur resapan selain terkendala anggaran, juga karena banyak pemilik gedung mengabaikan kewajiban membuat sumur.
Kepala Seksi Pemeliharaan Aliran Timur Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juniarto Andriyansyah di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019), mengatakan, sejak awal, tak pernah ada alokasi anggaran khusus pembangunan sumur resapan di dinasnya. Padahal, anggaran itu sangat dibutuhkan untuk mengejar target pembangunan sumur resapan yang mencapai 1,8 juta unit.
”Seharusnya, kalau memang (pembangunan sumur resapan) itu sudah ada pergub (peraturan gubernur), dialokasikan anggaran. Cuma, mungkin, jumlahnya terlalu besar. Jadi, (pengerjaannya) keroyokan (antardinas) agar tercapai,” ujar Juniarto.
Peraturan gubernur yang dimaksud adalah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sumur Resapan. Di Pasal 4 dijelaskan, pemerintah daerah memiliki kewajiban memfasilitasi pembuatan sumur resapan secara komunal bagi rumah-rumah tinggal yang tak mempunyai lahan untuk membuat sumur resapan.
Tahun ini, Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta serta Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta keroyokan untuk membangun sumur resapan. Sebanyak 1.794 sumur dibangun, dengan rincian 804 sumur dibangun oleh Dinas Perindustrian dan Energi, sedangkan 990 unit dibangun Dinas Sumber Daya Air.
Menyiasati keterbatasan
Juniarto menjelaskan, pembangunan sumur resapan selama ini diambil dari sisa anggaran perbaikan selokan. Bahkan, dinasnya terkadang memakai sisa material perbaikan sarana-prasarana untuk pembangunan sumur resapan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta Ricki Marojahan Mulia menyampaikan, pihaknya biasa menggunakan bahan bekas untuk membangun sumur resapan. Hal itu dilakukan untuk mengejar target 1,8 juta sumur resapan di tengah keterbatasan anggaran.
Tahun depan, kebutuhan sumur resapan pun tampaknya belum akan bisa terpenuhi. Sebab, menurut dia, alokasi anggaran sebesar Rp 9 miliar pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Tahun 2020 hanya cukup untuk membangun 900 unit sumur resapan.
Selain persoalan minimnya alokasi anggaran, tak sedikit pemilik gedung yang mengabaikan kewajibannya membangun sumur resapan. Padahal, pada Pasal 3 Pergub No 20/2013, telah diatur bahwa setiap pemilik bangunan dan bangunan gedung, baik perorangan atau badan hukum, yang menutup permukaan tanah berkewajiban membuat sumur resapan.
Dalam pergub tersebut juga diatur, dengan luas tutupan atap 50 meter persegi, pemilik bangunan harus membangun sumur resapan dengan volume 2 meter kubik dan berlaku kelipatannya.
Namun, menurut Kepala Seksi Konservasi Air Tanah Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta Ali Ridho, pengawasan dari pelaksanaan pergub tersebut masih belum optimal. Gedung-gedung yang tidak memiliki sumur resapan nyatanya masih bisa mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB) dan sertifikat laik fungsi (SLF).
Padahal, di Pergub No 20/2013 juga telah diatur sanksi administratif bagi pelanggar, mulai dari peringatan tertulis, pembekuan izin, hingga pencabutan izin. Selain sanksi administratif, pelanggar juga dapat dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan perundang-undangan.
”Pengawasannya kurang, menurut saya. Pengawasan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang turun. Dulu, Dinas Citata (Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan) yang beri rekomendasi. Sekarang, kan, izin di Dinas PM-PTSP (Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu),” kata Ali Ridho.
Atas dasar itulah, Ricki menambahkan, Pemprov DKI berencana merevisi Pergub No 20/2013 untuk lebih memperketat pengawasan dan juga mempertegas sanksi. Selain itu, revisi menurut rencana akan memasukkan pula aturan soal insentif yang akan diberikan kepada pemilik bangunan yang telah menaati aturan pembangunan sumur resapan.
”Masih berproses (pembuatan pergub). Angka berapa insentifnya itu, kan, harus dihitung betul. Kalau sanksi administratif memang relatif, dulu, kan, tak dikasih SLF, itu sudah. Tetapi, gimana nanti ini harus bisa bikin efek jera yang bagus,” tutur Ricki.
Saat dikonfirmasi terkait masalah sumur resapan tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum mau menjawabnya. ”Nanti saja,” katanya.
Sementara itu, ahli hidrogeologi dari Masyarakat Air Indonesia (MAI), Fatchy Muhammad, menilai, jumlah sumur resapan yang ada saat ini masih jauh dari kebutuhan. Namun, menurut dia, pembangunan sumur resapan tak bisa hanya kerja pemerintah sendiri, tetapi juga butuh kolaborasi dari masyarakat menengah ke atas.
Secara khusus kepada masyarakat kelas bawah, lanjut Fatchy, tidak perlu dibebankan untuk membuat sumur resapan. Mereka cukup membuat lubang resapan biopori sehingga tak butuh pengeluaran besar.