Pemerintah mendorong pembentukan Undang Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) agar permasalahan HAM bisa diselesaikan dengan mekanisme yang telah ditetapkan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pelanggaran Hak Asasi Manusia berat pada masa lalu sulit diselesaikan tanpa proses hukum yang jelas. Karena itu, pemerintah mendorong pembentukan Undang Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) agar permasalahan tersebut bisa diselesaikan dengan mekanisme yang telah ditetapkan.
Pemerintah berencana mengusulkan rancangan tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. ”Rancangan undang-undang telah kami siapkan. Dalam waktu dekat akan disahkan, mudah-mudahan tahun ini,” tutur Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat ditemui seusai mempertingati Hari HAM Sedunia di Bandung, Selasa (10/12/2019).
Mahfud menuturkan, penyelesaikan HAM masa lalu sulit untuk diselesaikan karena pihak-pihak yang terlibat memiliki pendapat yang bertolak belakang. Perbedaan pilihan tersebut merupakan konsekuensi dari sistem demokrasi. Namun, imbasnya, penyelesaian permasalahan yang ada menjadi menggantung dan tidak berlanjut.
”Pemerintah bisa saja melakukan dengan cara otoriter, tetapi bukan begitu caranya. Ada amanat reformasi yang membuat kami tidak bisa bertindak sepihak. Semua harus berembuk secara demokratis dan sportif,” tuturnya.
Mahfud membagi tiga jenis proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, yaitu dalam tahap penyelesaian, yang sudah diselesaikan dan yang sulit diselesaikan karena alat bukti sulit untuk ditemukan. Karena itu, rekonsiliasi menjadi salah satu solusi yang ditawarkan dengan mempertemukan semua pihak.
Mahfud berujar, penyelesaian kasus HAM tersebut tidak bisa hanya dengan demokrasi, tetapi juga nomokrasi (kedaulatan hukum). Artinya, dalam menyelesaikan permasalahan, supremasi hukum menjadi pegangan. Karena itu, dia mengajak semua pihak untuk bertemu dan beradu argumen, lalu mendapatkan kesepakatan yang dituangkan ke dalam produk hukum.
”UU KKR yang kami rencanakan ini akan disepakati atas arahan Presiden. Setelah itu, silakan cari jalan keluarnya. Apa pun keputusannya harus diterima secara ksatria. Jangan sampai saling melempar dan menghindar kalau tidak setuju,” ujarnya.
Dalam aspek penegakan HAM di Indonesia, Mahfud menyatakan, pemerintah telah melakukannya tidak hanya dari aspek hukum, tetapi juga sisi ekonomi dan sosial. Bantuan-bantuan ekonomi dan upaya pemerataan di bidang pendidikan menjadi salah satu bentuk negara dalam memenuhi hak-hak warga negara sebagai manusia.
Menurut Mahfud, masyarakat bisa melihat kemajuan perlindungan HAM tidak hanya dari jaminan hak-hak sipil dan politik. Beberapa kebijakan seperti pengentasan kemiskinan berupa jaminan sosial hingga kebijakan afirmasi di dunia pendidikan, yaitu kesempatan bersekolah di universitas bagi warga pedalaman dan terpinggirkan.
”Perlindungan HAM sudah lebih maju, jauh merambah ke bidang ekonomi-sosial seperti pengentasan warga dari kemiskinan, jaminan sosial hingga pendidikan. Saudara-saudara dari Papua kami berikan kesempatan belajar di universitas,” ujarnya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang turut menghadiri kegiatan tersebut, menambahkan, pemenuhan dan pelayanan publik menjadi upaya untuk pemenuhan hak dasar warga. Karena itu, negara mendorong pemerintah daerah untuk memenuhi hak-hak tersebut, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, hingga hak atas pekerjan yang layak.
Perlindungan HAM sudah lebih maju, jauh merambah ke bidang ekonomi-sosial seperti pengentasan warga dari kemiskinan, jaminan sosial hingga pendidikan. Saudara-saudara dari Papua kami berikan kesempatan belajar di universitas
Selain itu, tutur Yasonna, pemerintah melalui Sekretariat Bersama Rencana Aksi Nasional HAM (Ranham) telah menyusun Ranham untuk periode 2020-2024. Sekretariat ini terdiri dari Kementerian Sosial, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Luar Negeri.
”Ranham ini fokus ke penyelesaian isu-isu HAM dari kelompok rentan, seperti perempuan, anak, penyandang disabilitas dan masyarakat hukum adat,” ujarnya.
Baca juga:Prinsip Perlindungan HAM Harus Jadi Dasar