60 Kg Sabu Ditemukan di Permukiman Padat Penduduk di Medan
›
60 Kg Sabu Ditemukan di...
Iklan
60 Kg Sabu Ditemukan di Permukiman Padat Penduduk di Medan
Badan Narkotika Nasional menyisir gudang penyimpanan narkoba yang kini banyak berada di permukiman padat di Kota Medan, Sumatera Utara. BNN menemukan 60 kilogram sabu dari sebuah rumah di Kecamatan Medan Tembung.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional menyisir gudang penyimpanan narkoba yang kini banyak berada di permukiman padat di Kota Medan, Sumatera Utara. BNN menemukan 60 kilogram sabu dari sebuah rumah di Kecamatan Medan Tembung. Sumut masih menjadi pintu masuk dan tempat penyimpanan narkoba sebelum dikirim ke berbagai daerah di Indonesia.
”Narkoba biasanya disimpan di perumahan mewah, hotel, atau apartemen. Kini, narkoba sudah mulai disimpan juga di permukiman padat penduduk. Ini modus baru untuk mengelabui petugas,” kata Deputi Bidang Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari, di Medan, Rabu (11/12/2019).
Arman mengatakan, pembongkaran gudang penyimpanan sabu di Medan bermula dari informasi tentang adanya sabu yang dikirim dari Malaysia melalui jalur laut yang dipesan oleh narapidana di salah satu lembaga pemasyarakatan di Sumut.
”Sabu itu masuk melalui pelabuhan tikus di Kota Tanjungbalai dan dibawa dengan jalan darat ke gudang penyimpanan di Medan,” kata Arman.
Petugas BNN mendapat titik terang setelah menangkap seorang pengedar, Zulkifli (43), yang sedang melintas di Jalan Letda Sujono dengan menggunakan becak bermotor, Selasa (10/12). Petugas pun menggeledah becak dan menemukan dua bungkus sabu yang disimpan di keranjang becak. ”Dia sengaja menggunakan becak dan keranjang supaya terlihat seperti orang yang hendak belanja ke pasar,” kata Arman.
Petugas pun langsung menggeledah rumah Zulkifli di Gang Ahmat Rukun, Jalan Pertiwi. Mereka menemukan 48 bungkus sabu yang disimpan di lemari, koper, tas, kardus, dan plastik. Total disita 50 bungkus sabu yang beratnya sekitar 60 kilogram. Dari rumah itu juga disita uang Rp 60 juta yang merupakan hasil transaksi narkoba. ”Rumah itu juga merupakan tempat tinggal keluarga Zulkifli,” kata Arman.
Kami belum melihat upaya LP untuk mengurangi peredaran narkoba.
Arman mengatakan, ada empat pengedar lainnya yang terkait langsung dengan Zulkifli. BNN pun sudah mengantongi identitasnya dan saat ini sedang dalam pengejaran. Sementara beberapa anggota keluarga Zulkifli masih diperiksa untuk mendalami apakah terkait dengan peredaran narkoba itu.
Selain menyimpan sabu, kata Arman, Zulkifli juga menjual sabu secara eceran. Uang yang disita merupakan pecahan kecil hasil penjualan eceran. ”Zulkifli sepertinya mengecer juga dalam paket hemat,” kata Arman.
Zulkifli mengatakan, ia mendapat sabu itu dari seseorang yang tidak ia ketahui identitasnya. Ia diminta menyimpan sabu itu di rumahnya dengan imbalan Rp 15 juta. ”Namun, saya baru terima Rp 5 juta,” katanya.
Menurut Zulkifli, melalui telepon, ia juga diminta mengantarkan sabu dengan becak ke calon penerima di kawasan Cemara, Medan. Namun, ia sudah tertangkap sebelum berhasil menyerahkan sabu itu.
Dikendalikan dari LP
Arman mengatakan, Zulkifli diduga kuat tergabung dalam sindikat yang dikendalikan narapidana di salah satu lembaga pemasyarakatan (LP) di Sumut. Menurut Arman, LP hingga kini masih menjadi sarang bandar narkoba. ”Kami belum melihat upaya LP untuk mengurangi peredaran narkoba,” katanya.
Menurut Arman, saat ini ada 44 LP di Indonesia yang warga binaannya terindikasi mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia, meningkat dari tahun 2017 yang hanya 22 LP. Mereka umumnya merupakan bandar yang memesan narkoba dari Malaysia lalu mengendalikan jaringan untuk menerima, menyimpan, dan mengedarkannya di Indonesia.
Secara terpisah, Kepala Subbagian Penyusunan Pelaporan, Humas, dan Teknologi Informasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumut Josua Ginting mengatakan, mereka terus berupaya memberantas aktivitas bandar narkoba di LP. Beberapa LP yang rawan, seperti LP Tanjung Gusta di Medan, kini dijaga ketat.
”Semua penjenguk, petugas sipir, dan barang bawaan diperiksa dengan ketat dengan menggunakan sinar-X. Kami juga melakukan razia mendadak ke sel agar tidak ada telepon seluler yang masuk ke sel,” kata Josua.
Josua mengatakan, berbagai persoalan masih dihadapi, khususnya kelebihan beban LP. Saat ini, LP Tanjung Gusta dihuni 3.003 narapidana dan tahanan, padahal kapasitasnya hanya 1.054 orang. Sekitar 70 persen dari penghuni LP itu merupakan narapidana atau tahanan kasus narkotika. Jumlah petugas sipir pun hingga kini masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah narapidana.