Absennya Emir Qatar di KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) kali ini menunjukkan bahwa sikap lunak Arab Saudi, UEA, dan Bahrain masih belum cukup.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS —Arab Saudi gagal lagi membujuk Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Ke-40 Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (10/12/2019). Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud, pekan lalu, melayangkan surat undangan kepada Emir Qatar untuk menghadiri KTT GCC.
Emir Qatar memilih untuk mengunjungi Rwanda, Senin lalu atau sehari sebelum KTT GCC, untuk menghadiri seremoni pemimpin internasional melawan korupsi di Kigali. Tahun lalu, Emir Qatar juga menolak undangan Raja Salman untuk menghadiri KTT Ke-39 GCC di Riyadh.
GCC dibentuk tahun 1981 dan beranggotakan enam negara kaya Arab Teluk, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, Oman, dan Uni Emirat Arab (UEA). Absennya Emir Qatar di KTT GCC menunjukkan krisis GCC pascablokade atas Qatar oleh kuartet Arab (Arab Saudi, Bahrain, UEA, dan Mesir) sejak Juni 2017 belum berakhir. Kuartet Arab saat itu menuduh Qatar mendukung dan mendanai jaringan teroris di Timur Tengah. Qatar menolak keras tuduhan tersebut.
Beberapa bulan terakhir ini muncul optimisme bahwa krisis GCC itu akan segera berakhir. Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani disinyalir menggelar kunjungan rahasia ke Arab Saudi, Oktober lalu.
Diberitakan, Menlu Qatar menawarkan bahwa Qatar siap menghentikan dukungan dan pasokan dana pada jaringan Ikhwanul Muslimin (IM) di Timteng dengan imbalan kuartet Arab pimpinan Arab Saudi mengakhiri blokade pada Qatar dan dilakukan rekonsiliasi total di lingkungan GCC. Pencabutan blokade itu dilakukan secara bertahap.
Guna memenuhi permintaan Qatar itu, Arab Saudi, Bahrain, dan UEA mengirim tim sepak bola ke turnamen Piala Teluk yang digelar di Qatar, November lalu. Sempat muncul opini saat itu, krisis GCC segera berakhir dengan mulai diakhirinya blokade di bidang olahraga lebih dulu dan segera disusul penghentian blokade di bidang politik.
Bergulir pula berita bahwa kuartet Arab telah menurunkan tuntutan dari 13 menjadi 6 tuntutan, yang harus dipenuhi Qatar untuk mengakhiri krisis GCC. Saling serang media Qatar dan media kuartet Arab juga menurun.
Bersatu menghadapi Iran
Sikap kuartet Arab itu melunak akibat tekanan AS agar mereka segera mengakhiri krisis GCC dan bersatu melawan Iran. AS berpandangan, krisis GCC sejak 2017 melemahkan perlawanan terhadap Iran saat ini.
Arab Saudi melunak terhadap Qatar setelah serangan atas kilang minyak Aramco di Abqaiq dan Khurais, 14 September lalu, tanpa mendapat pembelaan yang memadai dari AS dan negara Barat lain. Riyadh menyadari, militer AS dan Barat di kawasan Teluk Persia dengan peralatan militer canggih gagal mencegah serangan yang dituduhkan pada Iran.
Namun, absennya Emir Qatar di KTT GCC kali ini menunjukkan bahwa sikap lunak Arab Saudi, UEA, dan Bahrain masih belum cukup. Selain itu, kunjungan rahasia Menlu Qatar ke Riyadh, Oktober lalu, gagal menemukan titik temu. Kantor berita Turki, Anadolu, menyebutkan Qatar juga ingin membangun hubungan yang seimbang dengan Iran dan Arab Saudi, menurunkan eskalasi serangan media Qatar, khususnya televisi Al Jazeera, terhadap kuartet Arab, dan mengakhiri dukungan terhadap IM.