Setiap upaya untuk mengakhiri konflik bersenjata patut disambut gembira, termasuk upaya mempertemukan pemimpin Rusia dengan Ukraina.
Oleh
·2 menit baca
Rusia dan Ukraina berada dalam kondisi konflik yang panas sejak 2014. Konflik ini dipicu ketika pada November 2013 Presiden Ukraina Viktor Yanukovych menolak menandatangani perjanjian dagang dengan Uni Eropa (UE), yang membuka kemungkinan negara itu bergabung dengan blok ekonomi dan perdagangan Barat. Yanukovych memilih meneruskan kerja sama dengan Rusia. Ukraina disebut cukup tergantung dari Rusia, khususnya dalam perdagangan produk besi dan pasokan gas.
Keputusan Yanukovych direspons oposisi yang pro-Barat dengan demonstrasi besar-besaran. Pada Februari 2014, di tengah kemelut domestik berkepanjangan, Yanukovych mundur dan pergi ke Rusia. Korban tewas dalam periode yang disebut oleh sejumlah kalangan sebagai Revolusi Ukraina 2014 itu mencapai lebih dari 100 orang. Sebagian besar di antara korban tewas adalah pengunjuk rasa dari kubu oposisi. Situasi kian membara setelah kekuatan Rusia masuk ke Semenanjung Crimea, yang merupakan bagian dari Ukraina. Referendum yang kontroversial dan dinilai bertentangan dengan hukum Ukraina digelar, menghasilkan pemisahan Crimea yang kemudian bergabung dengan Federasi Rusia.
Kekerasan berlanjut hingga sekarang di Ukraina timur. Kelompok bersenjata yang disebut mendapat dukungan Rusia melancarkan perlawanan terhadap pemerintah pusat Ukraina. Tembak-menembak di antara mereka, termasuk saling menembakkan artileri berat, membuat Ukraina timur menjadi ”wilayah perang”. Konflik Ukraina itu menyebabkan sekitar 13.000 orang meninggal. Gara-gara konflik di Ukraina dan Crimea pula, sanksi diberikan Barat terhadap Rusia.
Konflik itu dapat dilihat sebagai perwujudan dari persaingan antara Barat dan Rusia. Bagi Moskwa, jika Ukraina sepenuhnya menjadi sekutu setia Barat, ancaman terhadap Rusia akan bertambah.
Dimotori Presiden Perancis Emmanuel Macron, pertemuan puncak antara Ukraina dan Rusia berlangsung pada Senin (9/12/2019) di Paris, Perancis. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat mengurangi ketegangan konflik di Ukraina timur. Keduanya setuju mengimplementasikan gencatan senjata dan saling membebaskan tahanan akhir tahun ini. Putin dan Zelensky pun sepakat dilakukan penarikan pasukan secara terbatas di sejumlah area, selain pembersihan ranjau. Macron menyiapkan pertemuan ini di tengah hubungan Amerika Serikat dengan Eropa yang tak semulus dulu.
Pertemuan Putin-Yanukovych diyakini belum memadai untuk mengakhiri secara signifikan konflik di Ukraina timur. Namun, banyak kalangan sepakat, apa yang terjadi di Paris dapat menjadi awal bagi perbaikan hubungan Rusia-Ukraina, sekaligus mungkin perbaikan relasi Eropa dengan Rusia.