Sektor pariwisata berperan penting dalam menjaring devisa. Sektor ini juga bisa diandalkan untuk menekan defisit transaksi berjalan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Pengembangan pariwisata merupakan cara cepat untuk menekan defisit transaksi berjalan. Namun, diperlukan konsep dan pengaturan yang tepat agar pariwisata berdampak maksimal bagi masyarakat setempat.
Defisit Neraca Pembayaran Indonesia membaik dari 1,977 miliar dollar AS pada triwulan II-2019 menjadi 46 juta dollar AS pada triwulan III-2019. Perbaikan ini ditopang defisit transaksi berjalan—yang membaik dari 8,151 miliar dollar AS pada triwulan II-2019 menjadi 7,665 miliar dollar AS pada triwulan III-2019—dan surplus transaksi modal dan finansial.
”Kami bersama Kementerian Pariwisata dan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi berkoordinasi untuk mendorong pariwisata,” kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Endy Dwi Tjahjono, dalam diskusi di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Selasa (10/12/2019).
Berdasarkan data Neraca Pembayaran Indonesia yang dirilis BI, jasa perjalanan selalu surplus. Jasa perjalanan dihitung dari biaya perjalanan yang dikeluarkan wisatawan mancanegara di Indonesia dikurangi biaya perjalanan yang dikeluarkan wisatawan domestik di luar negeri. Pada triwulan III-2019, jasa perjalanan surplus 1,371 miliar dollar AS.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto mengatakan, salah satu rekomendasi atau catatan Bank Dunia bagi Indonesia adalah untuk mengelola aset alam dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, Indonesia mesti memaksimalkan potensi alamnya melalui sektor pariwisata.
Ryan menambahkan, pengembangan pariwisata yang dilakukan pemerintah dengan fokus hanya pada beberapa destinasi tertentu merupakan langkah positif. Saat ini ada lima destinasi pariwisata superprioritas yang tengah dikembangkan pemerintah, yakni Danau Toba (Sumatera Utara), Likupang (Sulawesi Utara), Borobudur (Jawa Tengah), Labuan Bajo (NTT), dan Mandalika (Nusa Tenggara Barat).
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat Augustinus Rinus mengatakan, penetapan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata superprioritas telah lama diharapkan pemda.
Pada 2018, sebanyak 163.807 wisman dan wisatawan domestik berkunjung ke Labuan Bajo. Adapun pada Januari-Oktober 2019, kunjungan wisatawan mencapai 157.000 orang.
Menurut Augustinus, jumlah uang yang beredar di Manggarai Barat dari pariwisata Rp 2,3 triliun, yang sekitar 25 persennya dibelanjakan untuk akomodasi. Namun, pendapatan yang diperoleh daerah dari sektor pariwisata masih belum maksimal, yakni Rp 34,7 miliar.
”Harusnya lebih dari itu. Kami ingin dorong dengan digitalisasi,” kata Augustinus.
Untuk mendatangkan semakin banyak wisman, kata Augustinus, Bandara Komodo di Labuan Bajo akan dikembangkan menjadi bandara internasional. Pemerintah pusat telah melelang pengelolaannya dan dimenangkan operator dari Changi, Singapura.
Augustinus menambahkan, meskipun Pulau Komodo akan dikembangkan dengan konsep pariwisata superpremium, sampai saat ini belum ada definisi yang jelas mengenai konsep tersebut. Pemda berharap agar pengelolaan kawasan Labuan Bajo dapat dilakukan bersama-sama antara pemda dengan pemerintah pusat.
Asisten Direktur Kantor Perwakilan BI Provinsi NTT Rut W Eka Trisilowati mengatakan, wisman yang masuk ke NTT didominasi dari Timor Leste, kemudian disusul dari Eropa, Australia, dan Filipina. Belanja wisman dalam sekali kunjungan berkisar 150 dollar AS-300 dollar AS. (NAD)