Indonesia kembali gagal mengakhiri penantian medali emas sepak bola pada SEA Games 2019 di Manila, Filipina, setelah kalah telak 0-3 dari Vietnam. Hasil ini perlu dijadikan momentum untuk membenahi sepak bola nasional.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
Suasana kontras terjadi di dua ibukota negara ASEAN, Jakarta dan Hanoi, seusai final sepak bola SEA Games 2019 di manila, Filipina, Selasa (10/9/2019) malam. Di Jakarta, para fans sepak bola pulang dari nonton bareng laga itu dengan murung. Sebaliknya, ingar-bingar bak perayaan juara dunia terpantau di Hanoi dan Ho Chi Minh.
Di Hanoi, ibukota Vietnam, warga setempat tumpah ke jalan-jalan utama merayakan kemenangan bersejarah tim nasional sepak bola mereka di Manila. Seperti diberitakan VN Express, ribuan warga setempat kompak membunyikan terompet, klakson kendaraan, bahkan membakar kembang api sebagai perayaan emas tim sepak bola putra pertama mereka di SEA Games.
Timnas Vietnam U-23 membekap Indonesia dengan skor telak, 3-0, di Stadion Rizal Memorial, Manila. Berkat kemenangan itu, Vietnam meraih medali emas sepak bola putra di SEA Games untuk pertama kalinya sejak era reunifikasi negara itu, yaitu 1975 silam. “
Sebaliknya, hasil final itu meninggalkan kekecewaan dari para pendukung Indonesia yang sempat berharap tinggi akan kiprah tim asuhan pelatih Indra Sjafri di Filipina. Meskipun memiliki kualitas pemain yang sebetulnya tidak jauh berbeda dari Vietnam, tim “Garuda Muda” kalah telak lewat gol-gol yang tercipta dari kecerdikan lawan, yaitu bola-bola mati akurat.
“Kita sudah sangat lama menanti medali emas ini, yaitu sejak terakhir kali meraihnya 1991 silam. Sebagai mantan pemain timnas, tentu saya kecewa dan sedih. Jujur saja, kualitas permainan (dan taktik) kita ternyata masih di bawah Vietnam,” ujar Dede Sulaeman, mantan striker timnas sepak bola Indonesia, usai acara nonton bareng laga itu di Jakarta.
Kekalahan itu memperpanjang rekor buruk Indonesia di final sepak bola putra SEA Games. Sejak meraih emas di SEA Games Manila 1991, yaitu di tempat yang sama dengan laga kemarin malam, Indonesia selalu kalah di empat final. Kekalahan itu diderita pada edisi 1997, 2011, 2013 dan 2019. Ekspresi kekecewaan pun terlihat dari wajah para pemain serta staf pelatih Garuda Muda.
Derita Evan
Kekecewaan mendalam itu antara lain diperlihatkan Evan Dimas, salah satu pemain senior yang dibawa Indra ke Filipina. Seperti dilaporkan Alam Yasir, jurnalis Kompas TV di Manila, Evan nampak terpukul seusai laga itu berakhir. Gelandang yang menitikkan air mata seusai digilas Thailand 0-5 di semifinal SEA Games Singapura 2015 itu menatap nanar medali peraknya dari kursi roda. Selain gagal meraih emas di SEA Games ketiganya, Evan juga menderita cedera serius akibat ditendang pemain Vietnam di babak pertama laga itu.
Apa yang diderita Indonesia saat ini sebetulnya juga telah dijalani Vietnam. Sejak era geliat sepak bola di negara itu, dua dekade lalu, Vietnam sebelumnya telah tampil lima kali di final SEA Games, yaitu pada 1995, 1999, 2003, 2005, dan 2009. Namun, mereka selalu gagal meraih emas. Meskipun demikian, kegagalan beruntun itu tidak menyurutkan langkah mereka mengejar mimpi emas.
Selain meningkatkan kerjasama dengan sejumlah federasi sepak bola negara maju di Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan, langkah besar dilakukan Vietnam dengan merekrut pelatih bertangan besi, Park Hang-seo, pada 2017. Pelatih asal Korea Selatan yang dikenal temperamental—sehingga mendapat kartu merah pada laga final kemarin—sangatlah disiplin dalam melatih.
Itu terlihat dari permainan Vietnam di final, kemarin. Berbeda dengan duel kedua tim di penyisihan grup, yaitu saat membekap Indonesia 2-1, Vietnam tidak memberikan tekanan hebat ataupun mengumbar serangan. Sebaliknya, mereka tampil lebih defensif. Namun, taktik hati-hati dan disiplin dalam bertahan itu justru efektif. Mereka memanfaatkan serangan balik dan bola-bola mati menjadi senjata mematikan.
Karakter disiplin, ngotot, dan kerja keras itu sebelumnya juga sukses membuat negara itu meraih hasil mengejutkan di Asian Games 2018. Vietnam menjadi satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang menembus semifinal saat itu dan bersaing dengan para raksasa seperti Korsel. Adapun Indonesia, yang diasuh pelatih asal Spanyol, Luis Milla, terhenti di babak 16 besar.
“Sejak dipegang pelatih Park, penguasaan, sirkulasi bola, dan pergerakan para pemain Vietnam memang lebih baik. Pemain mereka juga tampil dengan semangat luar biasa. Untuk itu, saya ucapkan selamat kepada Vietnam atas kemenangan ini. Saya dan Park tetap menjaga hubungan baik selama ini,” tutur Indra, pelatih yang melampaui prestasi Milla, yaitu medali perunggu, di SEA Games 2017.