Peningkatan Investasi Asuransi Jiwa Menguatkan Pertumbuhan Aset
›
Peningkatan Investasi Asuransi...
Iklan
Peningkatan Investasi Asuransi Jiwa Menguatkan Pertumbuhan Aset
Investasi asuransi meningkat secara signifikan. Kenyataan ini tidak saja menguatkan pertumbuhan aset industri asuransi, tetapi pencapaian ini diharapkan bisa menguatkan kepercayaan masyarakat.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan signifikan investasi semua perusahaan asuransi jiwa di Tanah Air menopang pertumbuhan aset dan total pendapatan dari industri ini. Pelaku industri asuransi jiwa berharap capaian positif yang mereka raih meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Lebih dari 85 persen dari total aset perusahaan asuransi jiwa merupakan aset portofolio. Kondisi ini membuat pertumbuhan total aset perusahaan jiwa terjaga meski terdapat penurunan dari aset non-portofolio. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), hasil investasi semua perusahaan asuransi jiwa di Indonesia mencatatkan pertumbuhan 1.456 persen, dari Rp 1,28 triliun pada triwulan III-2018 menjadi Rp 19,97 triliun pada triwulan III-2019.
”Peningkatan hasil investasi seiring dengan kondisi pasar yang baik dan kepercayaan masyarakat terhadap produk asuransi yang bersifat investasi,” Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Sebagai catatan, pada triwulan III-2018, AAJI menggunakan data 58 perusahaan asuransi jiwa dari 59 perusahaan asuransi jiwa di Indonesia. Adapun pada triwulan III-2019, AAJI menggunakan data 59 perusahaan asuransi jiwa dari 60 perusahaan asuransi jiwa yang ada di Indonesia.
Peningkatan hasil investasi ini menopang pertumbuhan total aset perusahaan asuransi jiwa di Indonesia sebanyak 6,8 persen dari Rp 513,94 triliun pada triwulan III-2018 menjadi Rp 548,72 triliun pada triwulan III-2019.
Secara keseluruhan kenaikan hasil investasi juga menyokong pertumbuhan total pendapatan industri asuransi asuransi jiwa hingga 14,7 persen, dari Rp 149,87 triliun pada triwulan III-2018 menjadi Rp 171,83 triliun pada triwulan III-2019.
Padahal, pertumbuhan premi bisnis baru hanya 0,5 persen, yakni dari Rp 89,58 triliun pada triwulan III-2018 menjadi Rp 89,98 triliun pada triwulan III-2019. Adapun total pendapatan premi pada triwulan III-2019 tercatat mencapai 143,77 triliun, hanya tumbuh 2 persen dari periode sama tahun sebelumnya. ”Bancassurance masih memiliki kontribusi terbesar terhadap total premi sebesar 41,8 persen dan diikuti keagenan sebesar 39,9 persen,” kata Budi.
Budi mengatakan, kepemilikan aset portofolio paling dominan ada di saham, reksa dana, dan surat utang. Kenaikan aset membuat likuiditas tetap terjaga meski ada kenaikan total klaim asuransi pada triwulan III-2019 menjadi Rp 104,3 triliun, tumbuh 17,4 persen dari tahun sebelumnya Rp 88,82 triliun.
”Ini sekaligus menjadi pembuktian kepada masyarakat bahwa likuiditas perusahaan asuransi jiwa terjaga. Masyarakat pun tidak akan dipersulit jika mau melakukan surrender (klaim nilai tebus),” ujarnya.
Kepala Bidang Pemasaran AAJI Wiroyo Karsono menambahkan, tidak tertutup kemungkinan industri asuransi jiwa berinvestasi di sektor energi, seperti biodiesel B30. Sebelum melakukan investasi, lanjutnya, industri asuransi jiwa akan mencermati sejumlah indikator, di antaranya imbal hasil, keamanan, dan daya tarik investasi lain.
Namun, ia berharap pemerintah memberikan insentif pajak untuk menarik investasi. ”Sebagai stimulus, pemerintah sejatinya juga memberikan daya tarik investasi di infrastruktur salah satunya biodiesel dengan cara ada insentif pajak,” ujarnya.
Percepat penyelesaian
Terkait permasalahan yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Budi meminta pemerintah dapat segera menangani permasalahan tersebut agar tidak menjadi sistemik dan mengganggu industri asuransi jiwa secara keseluruhan.
Meski begitu, Budi berharap penyelesaian Jiwasraya dapat diterima semua pihak yang mencakup perusahaan, pemegang saham, dan para nasabah sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. ”Kalau solusinya lambat, hari ini kita lihat untungnya industri jiwa belum mengalami imbas. Kita lihat setahun dua tahun lagi tanpa solusi, yang kami khawatirkan citra industri asuransi jiwa kena imbas,” ujarnya.
Catatan Kompas, pada akhir 2018, Jiwasraya merugi hingga Rp 15,83 triliun. Bisnis dari perusahaan ini sulit untuk menopang kerugian karena premi yang dikumpulkan Jiwasraya tergerus untuk pembayaran bunga atas polis yang telah jatuh tempo.
Gangguan likuiditas membuat puluhan nasabah produk bancassurance Jiwasraya menuntut pemerintah segera menghadirkan solusi nyata terkait masalah gagal bayar yang telah terjadi sejak Oktober 2019.