Ubah Tragedi Jadi Energi, Pemerintah Prioritaskan Pemulihan Sosial Ekonomi
›
Ubah Tragedi Jadi Energi,...
Iklan
Ubah Tragedi Jadi Energi, Pemerintah Prioritaskan Pemulihan Sosial Ekonomi
Pihak swasta memang telah memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Kendati demikian, CSR tersebut belum banyak yang disalurkan untuk rehabilitasi pascabencana.
Oleh
Fajar Ramadhan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak hanya di sektor infrastruktur, pemerintah kini sedang memprioritaskan pemulihan sosial ekonomi dalam tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Pemerintah tidak bisa melakukannya sendiri, dukungan dari berbagai pihak tetap dibutuhkan.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Harmensyah mengatakan, dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, bukan saja pembangunan infrastruktur yang dititikberatkan. Masyarakat juga harus dipacu produktivitasnya kembali melalui pemulihan sosial-ekonomi.
”Selama ini, kita berpikir hanya sektor permukiman dan infrastruktur yang harus dipenuhi, tapi sektor ekonomi dan sosial sering kali dilupakan,” ujarnya dalam Seminar Nasional Reformasi Kebijakan dan Strategi Pemulihan Sosial Ekonomi Pascabencana pada Era Revolusi Industri, di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Dalam hal ini, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB telah melakukan pendampingan ekonomi pascabencana kepada 177 kelompok usaha. Beberapa jenis usaha yang ditekuni oleh kelompok tersebut antara lain usaha batik, tenun, kuliner, teknologi perikanan, dan peternakan.
”Untuk pemasarannya, kami juga bekerja sama dengan berbagai e-dagang, seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak,” katanya.
Selain itu, BNPB juga telah melakukan upaya pemulihan sosial pada 44 kabupaten dan kota. Kegiatan yang dilakukan mulai dari pelayanan sosial hingga penguatan kondisi sosial, budaya, dan kearifan lokal. Penguatan sosial tersebut juga membutuhkan sejumlah pembangunan, seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah.
Harmensyah berharap, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dapat menjalankan proses rehabilitasi dan rekonstruksi secara cepat dan inovatif. Ia meminta agar pola-pola yang bersifat birokratis segera ditinggalkan dan lebih mengedepankan pelayanan publik.
”Pendekatan yang melek dengan kebutuhan masyarakat harus dilakukan, yaitu cepat, tepat, tuntas, dan terukur,” ujarnya.
Dalam proses pemulihan sosial ekonomi tersebut, pemerintah melakukan jemput bola. Dalam dua hari ini, misalnya, BNPB bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memetakan keadaan sosial ekonomi masyarakat terdampak letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.
”Mereka adalah kelompok yang sudah didampingi. Saat ini, mereka akan diarahkan untuk memanfaatkan teknologi dalam pemasaran produk,” lanjutnya.
Anggaran minim
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Rifai mengatakan, dari Rp 37 triliun anggaran BNPB selama lima tahun, dana penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi sebesar Rp 7 triliun. Jumlah ini dinilai tidak cukup untuk menjangkau upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di seluruh wilayah Indonesia.
”Dari total anggaran tersebut, anggaran terbesar adalah untuk dana siap pakai,” katanya.
Terkait dengan hal tersebut, Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kementerian Dalam Negeri Safrizal menekankan pentingnya kerja sama pemerintah dengan pihak swasta. Bahkan, kerja sama ini mestinya terjalin sejak penyusunan rencana penanggulangan bencana.
Menurut dia, salah satu contoh kerja sama yang apik terjadi di Kabupaten Cilacap lewat pemerintah daerah dan Pertamina. Pertamina memberikan dukungan yang baik dengan cara melatih masyarakat menghadapi bencana.
”Pemerintah daerah harus lebih aktif membangun hubungan baik dengan swasta,” ucapnya.
Safrizal mengatakan, selama ini pihak swasta memang telah memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Kendati demikian, CSR tersebut belum banyak yang disalurkan untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Selain Cilacap, contoh kerja sama pemerintah dan swasta juga terjadi di sejumlah negara. Di Meksiko, misalnya, pemerintah bekerja sama dengan perusahaan kimia untuk memperkuat ketahanan bencana alam.
Di Taiwan, sektor swasta berperan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat. Pemerintah menggunakan jaringan pada gerai 7 Eleven sebagai sistem peringatan dini bencana untuk diteruskan di lingkungan sekitarnya.
Keterlibatan sektor swasta dalam aktivitas kemanusiaan juga akan berpengaruh positif terhadap citra bisnis mereka. ”Untuk melakukan pembangunan kembali yang lebih baik, tidak mungkin dilakukan lewat dana pemerintah yang terbatas,” ujar Safrizal.
Akademisi
Wakil Ketua IV Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia Hendro Wardhono mengatakan, akademisi dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga bisa dilibatkan untuk pemulihan sosial ekonomi tersebut. Sebab, di kalangan tersebut, ada banyak ilmuwan yang mampu memberikan sumbangsih.
Hal ini penting mengingat proses pemulihan sosial ekonomi pascabencana selama ini masih dilakukan secara reguler. Selama ini, Hendro menganggap belum banyak inovasi untuk mendukung pemulihan secara proporsional.
”Kadang-kadang, pembangunan fisik dilakukan tanpa mempertimbangkan sektor sosial ekonomi. Misalnya, pembangunan jembatan rusak di sekitar area pertanian,” ucapnya.
Selain itu, upaya pemulihan sosial ekonomi harus berbasis pada kebutuhan masyarakat sebab bencana bersifat unik. Upaya pemulihan di daerah bencana satu dengan yang lain harus ditangani dengan isu-isu lokal.