Para peternak dan industri peternakan babi menunggu pemerintah mengumumkan wabah demam babi Afrika di Sumut. Hal itu untuk mencegah penyebaran penyakit.
Oleh
Nikson Sinaga / Pandu Wiyoga / Erika Kurnia
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS - Pemerintah diminta mengucurkan dana memadai untuk menanggulangi serangan demam babi Afrika (African swine fever/ASF) di 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Penanganan sangat penting untuk mencegah ASF menyebar ke luar Sumut dan membantu para peternak dari keterpurukan ekonomi.
Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting menyatakan hal itu, Rabu (11/12/2019). Menurut Baskami, kematian ternak babi sudah terjadi di Sumut sejak Agustus dan saat ini meluas. Kematian babi diperkirakan 25.000 ekor dari 1,2 juta populasi babi di Sumut.
Jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan ASF akan menyebar ke provinsi lain yang masih bebas. Dalam menanggulangi, pemerintah harus menutup daerah terserang, membatasi lalu lintas hewan, isolasi dan penanganan hewan sakit, pemusnahan bangkai, serta depopulasi hewan. ”Hingga kini langkah itu belum diambil oleh pemerintah,” kata Baskami.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Muhammad Munawaroh mendorong pemerintah mengumumkan kejadian wabah ASF sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Andri Siahaan (33), peternak babi di Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, mengatakan, kematian babi masih terus terjadi. Namun, peternak belum mendapat informasi apa pun dari pemerintah tentang penyakit itu.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap mengatakan, pengumuman wabah penyakit hewan sepenuhnya merupakan kewenangan Kementerian Pertanian (Kementan). Pihaknya baru membagikan desinfektan dan mengimbau peternak untuk menghentikan lalu lintas ternak babi. Kematian babi terus terjadi. Paling banyak di Deli Serdang, Dairi, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Karo, Tapanuli Selatan, Serdang Bedagai, dan Humbang Hasundutan.
Tak terpengaruh
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Kesehatan Hewan Kepulauan Riau Ahmad Izhar, Rabu, mengatakan, permintaan ekspor babi hidup dari Batam ke Singapura belum terpengaruh kabar merebaknya ASF. Rata-rata 1.000 ekor babi per hari dikirim ke Singapura.
”Seluruh kabupaten dan kota di Kepri masih aman dari ASF. Sejak Oktober, kami berulang kali menyosialisasikan dampak penyakit itu sekaligus cara untuk mencegah,” ujarnya. Hal senada dikatakan Manajer Biosekuriti dan Pencegahan Penyakit PT Indotirta Suaka, Paulus Mbolo. Tidak ada pengurangan ekspor babi dari Pulau Bulan ke Singapura.
Menurut Paulus, populasi ternak babi di Pulau Bulan saat ini 230.000 ekor. Untuk memastikan kondisi ternak, dua minggu sekali, surveilans dari Singapura datang. Paulus berharap, pemerintah segera mendeklarasi bahwa wabah yang merebak di Sumut adalah ASF. Hal itu sebagai dasar hukum menutup lalu lintas daging babi dan olahannya dari Sumut agar ASF tidak menular kepada ternak di daerah lain.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Batam Sri Yuneli mengatakan, sejak Oktober, babi hidup dan olahan daging babi dari Sumut dilarang masuk. Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Fajar Sumping Tjatur Rasa mengatakan, pemerintah masih memproses deklarasi wabah ASF.
Rata-rata 1.000 ekor babi per hari dikirim ke Singapura.
Ada banyak hal harus dipertimbangkan dalam mengendalikan penyakit. Tidak semua kabupaten di Sumut terinfeksi, pendekatan langsung provinsi atau langsung ke kabupaten jadi salah satu pertimbangan.
”Hal lain, dampak sosial dan dampak strategis apa yang akan terjadi apabila pengendalian memerlukan penutupan wilayah yang tertular. Bagaimana mengakomodasi industri peternakan dan peternak rakyat yang telah menerapkan biosecurity dan masih bebas penyakit agar tetap bisa berproduksi dan menjual,” katanya, Rabu.
Sebelum kasus kematian ternak babi merebak di Sumut, Kementan telah mengirim surat edaran kepada sejumlah pemda untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap wabah.
Dengan itu, kata Fajar, pemda sudah harus bisa menerapkan pengendalian sesuai prosedur standar operasi. ”Pemerintah pusat juga sudah memberi pendampingan dan alokasi anggaran untuk operasional pengendalian penyakit tersebut,” ujarnya.