Lima Kasus Pangan Kedaluwarsa di Kupang Diproses Hukum
›
Lima Kasus Pangan Kedaluwarsa ...
Iklan
Lima Kasus Pangan Kedaluwarsa di Kupang Diproses Hukum
Sepanjang 2019, lima kasus makanan kedaluwarsa yang ditemukan di Kupang, NTT, sudah diproses di pengadilan. Tiga di antaranya sudah diputus pengadilan, sedangkan dua kasus lagi masih dalam proses persidangan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Menjelang Natal dan Tahun Baru, banyak makanan dan minuman di pusat-pusat perbelanjaan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, ditemukan kedaluwarsa. Sepanjang 2019, lima kasus makanan kedaluwarsa sudah diproses di pengadilan. Masyarakat diimbau selalu waspada dengan memperhatikan setiap kemasan sebelum membeli.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena saat melakukan sosialisasi tentang makanan dan minuman sehat yang layak dikonsumsi bersama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Kupang, Rabu (11/12/2019), mengatakan, berdasarkan laporan dari BPOM Kota Kupang, di setiap pusat perbelanjaan ditemukan 2-5 persen makanan dan minuman yang dijual kedaluwarsa. Makanan dan minuman itu dari berbagai jenis dan merek.
Hal itu terjadi karena NTT sebagai daerah kepulauan berada jauh dari sentra produksi makanan dan minuman, sementara jumlah moda transportasi yang bisa digunakan terbatas. Biaya angkutan bahan makanan dan minuman dari pusat produksi pangan seperti Surabaya, Denpasar, atau Makassar pun mahal.
Pengusaha pun memiliki pandangan berbeda terkait produk makanan dan minuman yang dijual. Sebagian setia mengikuti aturan dari BPOM, yakni tiga bulan sebelum produk kedaluwarsa, produk harus disingkirkan dari pajangan. Sebagian lagi lupa atau sengaja membiarkan barang-barang kedaluwarsa itu dibeli konsumen secara tak sengaja.
Pengusaha sengaja membiarkan barang-barang kedaluwarsa itu dibeli konsumen secara tak sengaja.
Hal itu terjadi karena ada pengusaha yang merasa rugi jika barang yang didatangkan jauh, dengan biaya tinggi, tetapi kemudian dimusnahkan karena kedaluwarsa. Mereka pun sengaja memajang barang-barang itu di toko agar dibeli konsumen.
NTT juga masih terbelit persoalan makanan olahan rumah tangga yang sering menyebabkan keracunan. Kondisi ini biasanya terjadi pada saat pesta berlangsung yang melibatkan lebih dari 50 orang. Panitia pesta harus menyedikan makanan dalam jumlah banyak, tetapi tidak memperhatikan proses pengolahan sehingga kurang layak dan sering menimbulkan keracunan.
Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi BPOM Kota Kupang Yosep Nahak mengatakan, dalam sidak yang dilakukan sejak November 2019, kasus pangan kedaluwarsa terbanyak yang ditemukan di Kota Kupang adalah mi, susu kaleng, makanan kaleng, kue basah atau roti, tepung terigu, susu kemasan, air mineral, minuman dingin, dan bahan kosmetik. Makanan, minuman, dan bahan kosmetik itu, meski sudah lewat tanggal kedaluwarsanya, tetap dijual.
”Saya pikir pemilik sendiri tahu jenis makanan dan minuman yang kedaluwarsa itu, tetapi terkadang mereka sengaja membiarkan di tempat pajangan agar dibeli konsumen. Ini mengandung unsur kesengajaan sehingga bisa dikenai sanksi dari BPOM,” katanya.
Sanksi itu berupa teguran lisan, tertulis, kemudian diproses di pengadilan. Sepanjang 2019 sebanyak lima kasus yang diproses sampai di pengadilan. Tiga kasus sudah diputus hakim, dua lain masih dalam proses persidangan.
Kasus serupa sering ditemukan pada jajanan anak-anak di sekitar sekolah. Sejumlah makanan ringan dalam kemasan, seperti biskuit, gorengan, dan makanan siap saji, tidak layak dikonsumsi karena berbau, mengandung pewarna tekstil, formalin, boraks, berjamur, kotor, dan proses pengolahan tidak tepat. Air dan minuman dingin yang sudah kedaluwarsa pun ditemukan tetap dijual.
Dalam sesi tanya-jawab, wakil mahasiswa dari Timor Tengah Utara, Dessy Jeriatosono, mengatakan, banyak makanan kemasan memiliki tampilan luar sangat menggoda selera, tetapi setelah sampai di rumah, dibuka, ternyata mengeluarkan bau busuk, tak sedap, sehingga tidak dapat dikonsumsi. Kasus ini terjadi di swalayan dan toko-toko khusus makanan siap saji.
”Kalau kita belanja dalam jumlah banyak, ternyata makanan kemasan itu busuk atau tidak layak dikonsumsi, harus lapor kepada siapa? Apakah uang itu bisa dikembalikan atau tidak, dan siapa yang memproses itu?” kata Dessy.
Ia pun mengusulkan agar BPOM tidak hanya duduk di kantor, tetapi secara bergilir melakukan inspeksi di setiap pusat perbelanjaan, terutama tempat-tempat yang menyediakan makanan dan minuman siap saji. Jika personel BPOM terbatas, libatkan mahasiswa dan pelajar, tanpa harus membayar.
Martha Ludji (57), warga Kota Kupang, mengatakan, ada anggota BPOM yang memanfaatkan kesempatan inspeksi di setiap pusat perbelanjaan untuk mencari keuntungan. Staf BPOM cenderung melindungi pengusaha setelah bernegosiasi untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Banyaknya makanan dan minuman kedaluwarsa terjadi karena ada kerja sama oknum BPOM dengan pengusaha, dan yang jadi korban adalah konsumen.
Staf BPOM Pusat Chairulnisa mengatakan, setiap masyarakat yang notabene sebagai konsumen harus selalu melakukan cek kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa atau cek KLIK. Pada setiap jenis barang, baik makanan, minuman, pakaian, kosmetik, maupun obat-obatan, selalu tertera KLIK tersebut.
”Konsumen yang cerdas selalu mengawali pembelian sebuah produk dengan cek KLIK ini. Ini harus dilakukan di tempat penjualan produk itu. Jangan dibeli dulu, kemudian dicek di rumah. Itu keliru karena ada pengusaha yang menolak bertanggung jawab setelah barang dibawa keluar dari tokonya,” kata Chairulnisa.
Konsumen punya hak untuk mengonsumsi produk yang aman. Jika KLIK tidak ditemukan pada sebuah produk pangan atau minuman, laporkan segera ke BPOM terdekat agar segera diambil tindakan.
Selain bisa berdampak langsung terhadap konsumen, produk makanan dan minuman yang tidak sehat juga berdampak jangka panjang. ”Mencegah lebih awal melalui cek KLIK, itu jauh lebih menguntungkan konsumen,” kata Chairulnisa.