JAKARTA, KOMPAS--Indonesia dinilai telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak semakin melambat. Upaya itu melalui paduan kebijakan moneter, makroprudensial, fiskal, dan penguatan sejumlah sektor riil yang menopang perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan 5,1 persen pada tahun ini dan 5,2 persen pada 2020.
Proyeksi Bank Pembangunan Asia (ADB) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia itu tetap. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dikoreksi menjadi 5,2 persen pada 2019 dan 2020.
Penyebabnya, pertumbuhan ekspor dan investasi sejumlah negara di Asia, terutama China dan India, turun. Hal ini dipicu perang dagang Amerika Serikat dan China.
Sebelumnya, ADB sudah mengoreksi pertumbuhan ekonomi Asia menjadi 5,4 persen pada 2019 dan 5,5 persen pada 2020.
Kepala Ekonom ADB Yasuki Sawada, Rabu (11/12/2019), memaparkan, pertumbuhan ekonomi di Asia terbilang solid. Namun, ketegangan perdagangan yang terus berlangsung menyulitkan kawasan ini dan masih menjadi risiko terbesar terhadap proyeksi ekonomi dalam jangka yang lebih panjang.
Inflasi, lanjut Yasuki, diperkirakan 2,8 persen pada 2019 dan 3,1 persen pada 2020. Proyeksi itu meningkat dari proyeksi September 2019, yakni 2,7 persen pada 2019 dan 2020.Inflasi naik akibat harga pangan yang lebih tinggi.
Sementara itu, Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, saat berkunjung ke Kompas di Jakarta, Rabu (11/12), menyampaikan, dalam dua tahun terakhir imbal hasil pasar obligasi melebihi pasar saham. Kondisi ini membuat tingkat permintaan obligasi terjaga.
“Tahun ini terjadi tren penurunan suku bunga bank sentral dunia sehingga turut membuat permintaan terhadap obligasi meningkat. Situasi ini berbeda dengan pasar modal yang indeksnya sangat bergantung pada data pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Handy memprediksi, pada 2020, suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed, dan negara-negara Eropa masih mungkin turun kendati terbatas. Hal ini membuat imbal hasil obligasi Indonesia masih menarik. Imbal hasil obligasi pemerintah untuk jangka waktu 10 tahun pada pertengahan tahun ini masih di level 7 persen. Level imbal hasil ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara emerging market lain, seperti Thailand (2,1 persen), India (6,9 persen), dan Filipina (5 persen).
Dia memprediksi, imbal hasil obligasi Indonesia untuk tenor 10 tahun pada 2020 akan turun ke 6,25-6,5 persen.
Perlindungan sosial
Laporan triwulanan Bank Dunia "Investing in People" yang dirilis Rabu (11/12), menyebutkan tentang perlindungan sosial yang diberikan pemerintah Indonesia.
World Bank Lead Economist untuk Indonesia Frederico Gil Sander menyampaikan, setidaknya ada lima reformasi struktural yang mesti dilakukan pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi pada 2020. Salah satunya berupa alokasi belanja efektif untuk perlindungan sosial.
Menurut dia, Indonesia membutuhkan sistem perlindungan sosial yang modern, efektif, dan efisien. Hal itu untuk mencapai status negara berpendapatan tinggi. Sistem jaminan sosial yang “siap untuk masa depan” harus mulai dirumuskan guna memberi perlindungan yang memadai dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. (HEN/DIM/KRN)