Sampah yang mencemari Sungai Dadap, di Kabupaten Tangerang, Banten berdampak buruk pada nelayan setempat. Mereka makin kesulitan mencari ikan karena kondisi sungai kotor oleh sampah.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Sampah plastik dan stirofoam memenuhi dan mencemari Sungai Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten. Sampah di sungai itu berdampak pada aktivitas nelayan. Mereka kini semakin sulit mencari ikan.
Jamal (52), warga Kelurahan Dadap, Kosambi, baru saja selesai membersihkan sampah plastik dan karung goni yang tersangkut di baling-balingnya. Kegiatan seperti ini kerap ia dan nelayan lain lakukan. Tak jarang karena tumpukan sampah di Kali Dadap, baling-baling perahu Jamal dan nelayan lain sering patah.
”Sampah di sini parah, sudah lama menumpuk begini. Kami nelayan sering terjebak karena sampah sering melilit baling-baling. Parahnya, malah sampai patah baling-baling. Jadi, harus keluar biaya lagi, repot,” kata Jamal, Kamis (12/12/2019).
Pria yang sudah tinggal sekitar 30 tahun itu teringat, dulu betapa mudahnya mencari ikan di sekitar sungai. Namun, sekitar tahun 2008, kondisi Sungai Dadap mulai tercemar aktivitas pembuangan sampah sembarangan. Hal itu menyulitkannya mencari ikan di daerah yang tercemar sampah.
”Sejak ada pasar sekitar tahun 2007, sungai semakin tercemar. Dulu di Sungai Dadap air masih biru, di sini gampang cari ikan, kepiting, dan udang. Sekarang pada mabuk ikannya. Nah, kami harus melaut lebih jauh untuk cari ikan,” katanya.
Kini, kondisi air Sungai Dadap tak seperti cerita Jamal dulu. Air sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta itu berwarna hitam dengan tumpukan sampah plastik dan stirofoam. Terlihat pula seorang warga membuang sampah ke sungai. Tak jauh dari pasar, dua pria juga membuang tumpukan sampah yang terbungkus dua karung goni ke sungai. Pemandangan seperti itu sering terjadi.
Seperti yang diungkapkan Ahuang (50), warga Dadap, Kosambi, ketiadaan tempat pembuangan sampah membuat warga, terutama pengelola pasar, membuang sampah ke sungai.
”Sampah dampaknya ke air tanah juga. Sumur kami jadi tercemar dan berbau. Banyak sumur yang enggak bisa terpakai akhirnya. Kami warga juga bingung, mau buang sampah ke mana. Kadang kami bakar sampah itu. Permasalahan sampah ini sudah lama. Kami juga risi, tetapi enggak tahu harus melapor ke mana,” kata Ahuang. Ia berharap di wilayah Dadap ada tempat pembuangan sampah sehingga tidak ada lagi yang membuang sampah sembarangan ke Sungai Dadap.
Sungai Dadap termasuk dari sembilan sungai yang mencemari perairan di Teluk Jakarta. Selain Sungai Dadap, ada Sungai Angke, Pluit, Ciliwung, Kali Item, Koja, Cilincing, Marunda, dan Sungai Bekasi.
Berdasarkan jurnal internasional Scientific Reports berjudul ”Major Sources and Monthly Variations in the Release of Land-derived Marine Debris from the Greater Jakarta Area, Indonesia” dari Pusat Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang ditulis Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati, sampah yang mencemari perairan Teluk Jakarta mencapai 59 persen. (Kompas, 12/12/2019).
Dua peneliti itu memprediksi bahwa setiap hari rata-rata 97.098 buah sampah masuk ke Teluk Jakarta dari sembilan sungai tersebut dengan bobot rata-rata 23 ton per hari. Mereka memprediksi, rata-rata ada 57.668 buah sampah berjenis plastik per hari dengan bobot rata-rata 8,32 ton per hari. Porsi sampah berjenis plastik dengan demikian mencapai 59 persen terhadap seluruh jumlah sampah.
Dari total jumlah sampah plastik yang masuk melalui Sungai Dadap, 32 persen merupakan stirofoam, sedangkan di sungai-sungai Jakarta 11 persen dan di Sungai Bekasi sebesar 25 persen.