Plastik, Sampah Terbanyak yang Masuk Teluk Jakarta
›
Plastik, Sampah Terbanyak yang...
Iklan
Plastik, Sampah Terbanyak yang Masuk Teluk Jakarta
Setiap hari, sembilan sungai di DKI, Tangerang, dan Bekasi menggelontorkan berton-ton sampah, dengan 59 persen di antaranya berupa sampah plastik. Besar potensi dampak buruknya terhadap lingkungan, termasuk manusia.
Oleh
J GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk pertama kalinya menghasilkan data bersumber dari lapangan terkait jumlah, jenis, dan bobot sampah asal sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Riset mengonfirmasi bahwa plastik merupakan jenis sampah terbanyak yang mencemari perairan di utara Ibu Kota itu, yakni 59 persen.
Hasil studi yang ditulis oleh Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI itu diterbitkan dalam jurnal internasional Scientific Reports dan tayang secara daring sejak Selasa (10/12/2019) pada laman www.nature.com. Judulnya adalah ”Major Sources and Monthly Variations in the Release of Land-derived marine debris from the Greater Jakarta Area, Indonesia”.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (dan Investasi) menargetkan pengurangan sampah ke laut hingga 70 persen pada akhir 2025. Namun, belum ada data dasar hasil pengumpulan fakta di lapangan yang jadi acuan untuk mencapai target itu.
”Targetnya mengurangi sampah ke laut sampai 70 persen, tetapi dari angka berapa. Karena itu, kami memberikan sumbangsih dari hasil riset ini, bahwa dari sungai (yang masuk Teluk Jakarta) ada sekian banyak,” ucap Reza di Pademangan, Jakarta Utara, Rabu.
Reza menuturkan, riset dilatarbelakangi keinginan memverifikasi hasil penelitian Jenna R Jambeck dan kawan-kawan (12 Februari 2015, www.sciencemag.org) yang menyatakan, Indonesia berada di peringkat kedua ”kontributor” sampah plastik ke laut setelah China. Indonesia membuang hingga 0,48-1,29 juta metrik ton sampah plastik ke laut per tahun. Namun, angka itu muncul dari hasil estimasi menggunakan pemodelan, belum diverifikasi dengan fakta lapangan.
Indonesia dinyatakan berada di peringkat kedua ”kontributor” sampah plastik ke laut setelah Cina. Indonesia membuang hingga 0,48-1,29 juta metrik ton sampah plastik ke laut per tahun.
Oleh karena itu, Reza dan Intan mengkaji jumlah, jenis, dan bobot sampah pada sembilan muara sungai yang masuk ke Teluk Jakarta pada kurun Juni 2015-Juni 2016. Sungai-sungai itu adalah 1 sungai di Kabupaten Tangerang (Sungai Dadap), 7 sungai di DKI (Sungai Angke, Pluit, Ciliwung, Kali Item, Koja, Cilincing, dan Marunda), serta Sungai Bekasi di Kabupaten Bekasi.
Mereka memerangkap sampah secara berkala setiap bulan menggunakan jaring di muara sungai. Sampah dipilah ke dalam enam jenis, yaitu plastik, logam, kaca, kayu/kertas, kain/serat, dan sampah lain-lain. Untuk sampah plastik, mereka memilah lagi ke dalam 19 kategori, antara lain kategori bungkus plastik tipis, botol plastik, gelas plastik, dan styrofoam.
Hasil penghitungan menghasilkan estimasi bahwa setiap hari rata-rata 97.098 buah sampah masuk ke Teluk Jakarta dari sembilan sungai tersebut, dengan bobot rata-rata 23 ton per hari. Dari jumlah itu, mereka mengestimasi rata-rata ada 57.668 buah sampah berjenis plastik per hari dengan bobot rata-rata 8,32 ton per hari. Porsi sampah berjenis plastik dengan demikian sekitar 59 persen terhadap seluruh jumlah sampah.
Hasil penghitungan menghasilkan estimasi bahwa setiap hari rata-rata 97.098 buah sampah masuk ke Teluk Jakarta dari sembilan sungai tersebut, dengan bobot rata-rata 23 ton per hari.
Padahal, jika menggunakan pemodelan dari hasil riset Jambeck dan kawan-kawan, ada 55,3-73,8 ton sampah plastik diestimasikan masuk ke Teluk Jakarta per hari. Artinya, angka bobot sampah plastik berdasarkan verifikasi lapangan dari riset Reza dan Intan berkisar 6-8 kali lebih rendah.
Meski demikian, Reza menekankan, tidak ada hasil riset yang salah. Bobot sampah plastik 8,32 ton per hari tetap tergolong angka yang luar biasa. ”Namun, ini menunjukkan pentingnya verifikasi lapangan untuk memvalidasi berapa banyak kontribusi sampah plastik dari Indonesia,” ujarnya.
Reza menambahkan, kategori sampah plastik terbanyak yang masuk Teluk Jakarta merupakan styrofoam, bukan kantong plastik. Dari total jumlah sampah plastik yang masuk melalui Sungai Dadap di Tangerang, 32 persen merupakan styrofoam, sedangkan di sungai-sungai Jakarta 11 persen dan di Sungai Bekasi sebesar 25 persen.
Hal ini menunjukkan, kebijakan pembatasan konsumsi kantong plastik yang tengah populer sekarang belumlah cukup. Reza merekomendasikan agar pemerintah daerah di kawasan Jabodetabek juga sekaligus memacu penurunan penggunaan styrofoam, terutama untuk wadah makanan.
Reza menjelaskan, styrofoam lebih mudah tercerai-berai menjadi plastik mikro, bahkan nano, dibandingkan kantong keresek. Sementara itu, sejumlah bahan pada plastik sudah diketahui berpotensi mengganggu kesehatan. Contohnya, bisphenol-A (BPA), phthalates, polyaromatic hydrocarbons, dan bahan anti/pemadam api (flame retardants) yang berpotensi memicu kanker, keguguran, dan sindrom autisme.
Cemaran plastik di laut terbukti bisa terserap ke organisme. Riset Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, dengan University of California Davis (2014 dan 2015) mendapati, cemaran plastik mikro ditemukan di saluran pencernaan ikan dan kerang yang dijual di tempat pelelangan ikan terbesar di Makassar. Hasil riset dipublikasikan di jurnal Nature, September 2015 (Kompas, 24/10/2019).
Soal rekomendasi pembatasan styrofoam, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan, pihaknya sedang mengkaji opsi-opsi pembatasan penggunaan styrofoam pada jasa makanan. Salah satu opsi yang masih dipertimbangkan adalah mewajibkan pengusaha makanan berlangganan pada penyedia bahan dapur yang tidak menggunakan pembungkus plastik atau styrofoam, kecuali diwajibkan untuk alasan higienis.
Opsi lainnya adalah mewajibkan pengusaha menyediakan wadah makanan kering berbahan besek/kardus/alternatif lain yang mudah terurai.
Andono menambahkan, Dinas Lingkungan Hidup DKI melalui Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air senantiasa menjaga kebersihan sungai-sungai guna menekan jumlah sampah asal darat yang masuk laut.
”Tahun ini akan dibangun saringan sampah otomatis di Sungai Ciliwung, yaitu perbatasan Jakarta dan Depok. Dengan demikian, sampah kiriman dari daerah penyangga akan ditangkap di titik tersebut agar tidak masuk ke Jakarta, terlebih sampai ke muara laut utara Jakarta,” ucap Andono.
Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), mengingatkan, pengelolaan sampah mulai dari sumbernya juga mesti berjalan. Paradigma konvensional saat ini, yaitu kumpul-angkut-buang, hanya bersifat memindahkan masalah. Paradigma yang semestinya berjalan adalah kumpul-pilah-olah sehingga masalahnya tidak sekadar dipindahkan ke tempat pembuangan akhir (TPA).