Sidang kasus dugaan pembersihan etnis Rohingya dimulai. Hal positif ini perlu dibarengi dengan solusi secepat mungkin bagi masalah yang dialami warga Rohingya.
Oleh
·2 menit baca
Proses persidangan yang baru memasuki tahap pemeriksaan awal itu dimulai pada Selasa (10/12/2019), di Den Haag, Belanda. Pemeriksaan awal dijadwalkan berlangsung tiga hari. Pihak yang mengajukan tuntutan, yakni negara Gambia, dalam pemeriksaan hari pertama, membacakan tuntutan, serta memaparkan berbagai bukti dugaan pembersihan etnis Rohingya yang dilakukan otoritas Myanmar. Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang tergabung dalam tim pembela negara itu menyimak argumen serta bukti-bukti yang disampaikan pengacara Gambia.
Kemarin, giliran Myanmar menyampaikan pembelaan. Suu Kyi mengatakan, tak ada bukti Pemerintah Myanmar berniat melakukan pembersihan etnis (genosida) selama berlangsung aksi militer untuk mengatasi kelompok bersenjata. Menurut dia, memang tak dapat dikesampingkan bahwa ”kekuatan yang tak proporsional” telah digunakan oleh aparat selama operasi militer, tetapi hal itu tidak lantas membuat ada motif genosida.
Dalam persidangan di Mahkamah Internasional (ICJ) tersebut, proses sampai dengan vonis dijatuhkan diperkirakan berlangsung bertahun-tahun. Kedua pihak akan menyampaikan beragam bukti, menghadirkan saksi, dan mengajukan argumen yang pelik. Karena itu, dalam pemeriksaan awal, Gambia memohon majelis hakim mengeluarkan putusan sela yang memerintahkan penghentian segala bentuk kekerasan terhadap warga Rohingya sesegera mungkin. Hal ini menjadi upaya konkret untuk mencegah kekerasan berlarut-larut terhadap warga etnis minoritas tersebut.
Warga Rohingya yang kebanyakan tinggal di Negara Bagian Rakhine dilaporkan sejak lama mengalami diskriminasi. Mereka tak diakui sebagai warga negara sehingga sulit mengakses layanan publik. Kekerasan dilaporkan dialami warga Rohingya, dan puncaknya terjadi pada 2017 saat aparat berusaha memberantas milisi. Sekitar 700.000 pengungsi Rohingya pun mengalir ke Bangladesh, tinggal di kamp-kamp pengungsian yang padat di negara tetangga Myanmar tersebut.
Upaya meminta putusan sela guna mengakhiri kekerasan terhadap warga Rohingya diharapkan dapat dipenuhi. Putusan ini akan memberi sinyal dukungan sangat kuat komunitas global terhadap warga minoritas itu. Hal lain yang juga sangat penting ialah terus mendukung Pemerintah Myanmar dalam proses memulangkan pengungsi Rohingya dari Bangladesh dan memberi layanan yang dibutuhkan mereka.
Persidangan kasus dugaan genosida menjadi kesempatan bagi Myanmar untuk menjelaskan duduk soal kekerasan di Rakhine menurut pandangan mereka. Biarkan proses ini berjalan baik, sembari semua pihak yang berkomitmen kuat terhadap perlindungan kelompok minoritas terus mengupayakan solusi konkret bagi warga etnis Rohingya.