Indonesia Segera Produksi Bahan Peledak Elektronik
›
Indonesia Segera Produksi...
Iklan
Indonesia Segera Produksi Bahan Peledak Elektronik
Produsen bahan peledak komersial Indonesia segera memproduksi bahan peledak elektronik pada 2020.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produsen bahan peledak komersial Indonesia segera memproduksi bahan peledak elektronik pada 2020. Ketergantungan terhadap impor pun akan dapat berkurang mengingat Indonesia selama ini belum memproduksi sendiri bahan peledak elektronik.
Presiden PT Trifita Perkasa Hery Kusnanto dan Presiden Direktur PT Orica Mining Services Damien Marik menandatangani perjanjian pembangunan pabrik detonator non-elektrik dan elektronik di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Kesepakatan perusahaan Indonesia dan Australia ini disaksikan Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama Sri Yanto serta Minister-Counsellor Ekonomi, Infrastruktur, dan Investasi Kedutaan Besar Australia Alison Duncan.
”Kami akan memulai konstruksi pabrik pada Maret tahun depan di Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pabrik ini kami targetkan mulai beroperasi pada November 2020. Dengan memproduksi bahan peledak ini, kebutuhan bahan peledak komersial domestik dapat dipenuhi,” kata Hery.
Menurut dia, kapasitas pabrik tersebut akan menghasilkan 1 juta unit detonator elektronik dan 3 juta unit detonator non-elektrik untuk serapan dalam negeri. Adapun nilai investasi yang dikeluarkan Trifita Perkasa senilai 12 juta dollar Australia atau setara Rp 116,13 miliar.
Bahan peledak komersial pada umumnya digunakan dalam industri pertambangan dan konstruksi. Berbeda dengan detonator non-elektrik yang menggunakan sumbu api, detonator elektronik memiliki cip untuk mengatur ledakan melalui sinyal tertentu.
Kerja sama dengan PT Orica Mining Services melibatkan proses transfer pengetahuan dan teknologi. Orica merupakan salah satu perusahaan penyedia bahan peledak komersial terbesar di dunia yang berasal dari Australia. Trifita telah memperoleh izin untuk memproduksi dan memasarkan produk menggunakan merek Orica.
”Produksi detonator non-elektrik jumlahnya memang lebih banyak karena sebagian pelanggan menggunakan itu. Tetapi, di masa depan, pengguna detonator elektronik akan lebih banyak karena lebih canggih. Saat ini, tidak semua bisa memproduksi detonator elektrik, baru Kanada, Jerman, dan kini Indonesia,” ujar Hery.
Sri Yanto menambahkan, secara keseluruhan, komposisi impor bahan peledak komersial mencapai 30 persen dari kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan detonator elektronik saat ini mencapai 3 juta unit detonator per tahun.
”Saat ini, kebutuhan tersebut masih dipenuhi oleh impor dengan kuota di atas 1 juta unit, dengan kata lain 100 persen kebutuhan detonator elektronik masih dipenuhi dari luar. Dengan adanya pabrik tersebut, kami harap mulai bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri,” tuturnya.
Marik menambahkan, detonator elektronik mulai diminati oleh konsumen di sejumlah negara. Sebab, bahan peledak jenis ini menyediakan sistem yang lebih aman, tepercaya, dan akurat.
Indonesia-Australia
Duncan mengatakan, kolaborasi antara perusahaan Indonesia dan Australia merupakan bukti komitmen antara kedua negara untuk mempererat kerja sama bidang perdagangan dan investasi. ”Australia berkomitmen untuk membawa teknologi dan kapabilitas baru ke Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, menurut dia, kolaborasi tersebut dapat menjadi contoh baik bagi perusahaan lain untuk menjalin kerja sama. Apalagi, Indonesia dan Australia akan segera meratifikasi Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA).
Setelah berunding selama sembilan tahun, IA CEPA akhirnya ditandatangani pada 4 Maret 2019. Perjanjian ini membahas kerja sama ekonomi kedua negara di bidang perdagangan, jasa, e-dagang, investasi, dan kontrak legal.