Perusahaan aplikasi internet kategori video beraliran langsung khusus konten siaran televisi, OONA Global Indonesia, menutup kantornya di Indonesia.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan aplikasi internet kategori video beraliran langsung khusus konten siaran televisi, OONA Global Indonesia, menutup kantornya di Indonesia. Keputusan ini berdampak kepada semua tim pendukung operasional aplikasi bergerak televisi OONA dan televisi aplikasi berbasis kotak Android yang ada di Indonesia dibubarkan.
Managing Director OONA Global Indonesia Gundo Susiarjo menyampaikan hal tersebut melalui keterangan resmi tertulis, Jumat (13/11/2019), di Jakarta. Dia hanya menyebut keputusan itu karena alasan bisnis. Penutupan telah dimulai sejak awal triwulan IV-2019.
OONA Global Indonesia sebenarnya merupakan nama merek perusahaan aplikasi internet (over-the-top/OTT) kategori video beraliran langsung yang khusus konten siaran televisi. Pengelolanya adalah PT OONA Media Indonesia, anak perusahaan dari PT NFC Indonesia Tbk, yang bekerja sama dengan PT MetraNet, bagian dari Telkom Indonesia Group.
Nama OONA diambil dari OTT video beraliran langsung khusus konten siaran televisi bernama sama yang dipunyai OONA Global Ltd yang berkantor di Hong Kong.
Pada 13 September 2017, CEO dan pendiri OONA Global Ltd Christoper Hochart menandatangani kemitraan dengan Joddy Hernady, Senior Vice President Media and Bisnis Digital Telkom Indonesia sekaligus CEO Metranet.
Sejak resmi beroperasi Juli 2018, aplikasi OONA TV telah diunduh sekitar 1,7 juta warga Indonesia dan 75 persen di antaranya konsumen aktif setiap bulan. Lebih dari 200 kanal stasiun televisi lokal dan internasional ada di platform OONA TV (Kompas, 18/12/2019).
Kemudian, pada triwulan pertama tahun 2019, Gundo menjelaskan, OONA berganti manajemen menjadi OONA Global Indonesia, yang dipimpin langsung oleh dirinya.
Mulai 1 November 2019, seluruh operasionalisasi OONA, aplikasi mobile televisi dan televisi berbasis kotak Android, efektif ditangani langsung oleh tim OONA Global Ltd.
Berdasarkan laporan riset S&P Global Market Intelligence (Juli 2019), berlangganan konten video di OTT terus bertumbuh di Indonesia meskipun infrastruktur pita lebar masih terbatas serta persaingan antara penyedia video daring ilegal dan kotak televisi bajakan masih marak.
Sementara hasil studi Kagan memperkirakan langganan konten video OTT berbayar menembus sekitar 36,4 persen rumah tangga pada 2018 dan rata-rata pertumbuhan setiap tahun 16,4 persen selama lima tahun mendatang.
CEO Viewd—penyedia perangkat lunak pendukung pemutaran siaran televisi beraliran langsung—Aneesh Rajaram, saat dihubungi melalui surat elektronik beberapa waktu lalu, memandang, sejumlah penyedia layanan video beraliran langsung, regional, dan global saling berkompetisi ketat di Indonesia.
Penyedia seperti iFlix, HOOQ, dan Viu fokus pada konten lokal. Netflix tetap mempertahankan harga yang kompetitif. Go-Jek baru-baru ini mengumumkan layanan video beraliran langsung. Pendatang baru seperti Disney+ sedang mengincar pasar Indonesia. Operator telekomunikasi seluler Telkomsel, bagian dari Telkom Indonesia Group, melalui produk MAXStream, mengumumkan kesepakatan untuk membawa HBO Go ke Indonesia.
”Ketatnya persaingan antar-perusahaan OTT video beraliran langsung berdampak positif bagi studio konten kreatif Indonesia. Rumah film bisa mendistribusikan konten lebih mudah untuk konsumen akhir sambil tetap mempertahankan biaya distribusi yang lebih rendah,” tuturnya.