Pengubahan Penyebutan Nama Desa di DIY Dikaji Kementerian Desa
›
Pengubahan Penyebutan Nama...
Iklan
Pengubahan Penyebutan Nama Desa di DIY Dikaji Kementerian Desa
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi akan mengkaji pengubahan penyebutan nama desa di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Oleh
NINO CITRA
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi akan mengkaji pengubahan penyebutan nama desa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara umum, pengubahan itu tak menjadi masalah selama tidak dilakukan pengubahan terhadap struktur dan sistem pemerintahan desa. Pengkajian dilakukan untuk mencegah terjadinya kekeliruan dalam penyaluran dana desa.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Anwar Sanusi seusai mengikuti acara pelantikan Dewan Pakar dan Dewan Pertimbangan Keluarga Alumni Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (Kagama), di Balai Senat UGM, Yogyakarta, Sabtu (14/12/2019).
”Kami tentu melakukan pengecekan karena secara substantif memang ada yang membedakan antara kelurahan dan desa. Ketika kelurahan, pemimpinnya itu diangkat, sedangkan desa itu dipilih. Dari segi perangkatnya, desa juga berbeda,” kata Anwar.
Pengubahan nomenklatur itu terjadi pada desa dan kecamatan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Nomenklatur desa diubah menjadi kalurahan, sedangkan kepala desa diubah menjadi lurah. Lalu, nomenklatur kecamatan di kabupaten berubah menjadi kapanewon, sedangkan nomenklatur kecamatan di kota menjadi kemantren. Aturan yang memayungi pengubahan nomenklatur itu adalah Peraturan Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Kelembagaan Urusan Keistimewaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kalurahan (Kompas, 2/12/2019).
Pengubahan nomenklatur itu turut diurus oleh Paniradya Kaistimewan. Lembaga itu bertugas untuk mengoordinasikan pelaksanaan urusan keistimewaan di DIY. Maka, pengubahan nomenklatur juga dipantau pelaksanaannya oleh lembaga tersebut.
Kepala Paniradya Kaistimewan Beny Suharsono mengungkapkan, proses pengubahan nomenklatur itu diharapkan bisa rampung pada 2020. Dasar pengubahan itu adalah mengembalikan nomenklatur penamaan struktur pemerintahan di DIY seperti zaman dulu. Sebelum Indonesia merdeka, di wilayah Yogyakarta sudah ada pemerintahan yang berjalan sendiri di bawah kepemimpinan Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman.
”Kenapa harus ada perubahan nomenklatur? Karena, harus dilakukan sinkronisasi pelaksanaan urusan keistimewaan,” kata Beny.
Kenapa harus ada perubahan nomenklatur? Karena, harus dilakukan sinkronisasi pelaksanaan urusan keistimewaan.
Soal keistimewaan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Menurut aturan tersebut, ada lima urusan keistimewaan di DIY, yaitu kebudayaan, pertanahan, tata ruang, kelembagaan, Pemda DIY, serta pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Menurut Pergub DIY No 25 Tahun 2019, perubahan nomenklatur disertai penambahan tugas bagi pemerintah kecamatan, kelurahan, dan desa. Tiga lembaga pemerintah itu juga punya tugas untuk melaksanakan tiga urusan keistimewaan, yaitu kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.
Anwar mengungkapkan, pihaknya tidak mempermasalahkan pengubahan nomenklatur itu. Syaratnya, tidak terjadi pengubahan pula pada struktur, mekanisme pemilihan, dan perangkat desa. Jika hal-hal itu tidak diubah, perlakuan terhadap desa itu tidak akan berubah. Sebab, fenomena perbedaan penyebutan nama desa juga sudah ada di tempat lain dan pengucuran dana desa berlangsung seperti biasa. Beberapa daerah yang berbeda penyebutan namanya itu seperti gampong di Aceh dan nagari di Sumatera Barat.
”Kami akan lakukan pengkajian ini secepatnya. Ini berkaitan dengan pencairan dana desa yang harus segera dicairkan Januari 2020. Kami akan bekerja keras untuk menindaklanjuti arahan tersebut,” tutur Anwar.
Ia menambahkan, mekanisme pengucuran desa juga akan berubah. Sebelumnya, pengucuran dana tahap pertama sebesar 20 persen, tahap kedua 40 persen, dan tahap ketiga 40 persen. Tahun depan, mekanisme pengucurannya dibalik. Dana desa tahap pertama dikucurkan langsung sebesar 40 persen, tahap kedua 40 persen, dan tahap ketiga 20 persen. Perubahan skema pengucuran dana ini diharapkan semakin cepat membuka lapangan pekerjaan di desa.
Terkait dengan hal itu, Beny menyampaikan, pengubahan nomenklatur tidak berpengaruh terhadap pengucuran dana desa. Sebab, mekanisme pemilihan kepala desa tidak akan berubah. Kepala desa akan tetap dipilih secara langsung seperti sebelumnya. Selain itu, dokumen kependudukan, seperti kartu tanda penduduk (KTP), juga tidak akan terdampak dengan adanya pengubahan nomenklatur tersebut.