Peningkatan Kualitas dan Penurunan Biaya Produksi Jadi Kunci
›
Peningkatan Kualitas dan...
Iklan
Peningkatan Kualitas dan Penurunan Biaya Produksi Jadi Kunci
PT Perkebunan Nusantara terus mendorong produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Peningkatan kualitas dan penurunan biaya produksi menjadi strategi untuk bersaing dalam pasar kopi dunia.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS – PT Perkebunan Nusantara terus mendorong produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Peningkatan kualitas dan penurunan biaya produksi menjadi strategi untuk bersaing dalam pasar kopi dunia.
Saat ini kopi Indonesia masih kalah bersaing dengan kopi dari Brazil dan Kolombia. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII saat ini ingin terus membidik pasar ekspor karena dari segi harga jual, jauh lebih menguntungkan dari pada pasar lokal.
Hal itu disampaikan Direktur Utama PTPN XII Muhammad Cholidi usai pelepasan ekspor kopi robusta hasil panen Kebun PTPN XII Malangsari di Banyuwangi, Jumat (13/12/2019). Menurutnya, harga ekspor memang lebih menarik dibandingkan harga (pasar) lokal.
“Kopi robusta bisa dihargai Rp 50.000 per kg green bean (biji) di pasar ekspor, sedangkan di pasar lokal hanya Rp 25.000 per kg. Demikian pula kopi arabika yang dihargai 6 dollar AS (setara Rp 83.900) di pasar ekspor, tetapi hanya dihargai Rp 40.000 hingga Rp 60.000 di pasar lokal,” ujarnya.
Cholidi mengatakan, PTPN XII terus berupaya mendorong ekspor komoditas perkebunan untuk membantu meningkatkan devisa. Selain kopi, PTPN XII juga mengekspor coklat dan karet.
Kepala Bagian Pemasaran PTPN XII Winarto mengungkapkan, PTPN XII mengelola sekitar 10.000 ha kebun kopi. Sekitar 60 persen di antaranya merupakan kebun kopi robusta dan 40 persen sisanya kebun kopi arabika.
Tahun ini, total produksi PTPN XII mencapai 1.600 ton biji kopi arabika dan 2.900 ton biji kopi robusta. Sebanyak 70 persen dari produksi tersebut merupakan komoditas ekspor, sedangkan 30 persen lainnya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal.
Dengan hasil produksi tersebut, Winarto mengakui, kopi produksinya masih kalah bersaing dengan kopi produksi Brazil dan Colombia. Oleh karena itu PTPN XII sudah merancang strategi agar mampu menyaingi kopi Brazil dan Colombia.
“Strategi yang kami lakukan ialah, meningkatkan kualitas dan menekan biaya produksi. Peningkatan kualitas dilakukan dengan perawatan dan pengolahan pascapanen yang baik. Sedangkan menekan biaya produksi dilakukan agar harga jual tidak terlalu tinggi sehingga kami mendapat margin untung yang besar,” ungkapnya.
Upaya penekanan biaya produksi dilakukan dengan mekanisasi sejak proses budidaya hingga pengolahan pascapanan. Di tahapan budidaya, PTPN XII akan menggunakan sejumlah mesin dan alat berat. Usaha ini juga menjadi jawaban terhadap permasalahan kesulitan tenaga kerja.
Sedangkan di tahapan pengolahan pasca panen, lanjut Winarto, pihaknya mencoba menggunakan mesin sortex untuk menggantikan proses sortasi manual. Alat ini memungkin pemisahan ukuran biji kopi menggunakan sistem sensor komputasi.
Strategi yang kami lakukan ialah, meningkatkan kualitas dan menekan biaya produksi.
“Kami optimistis, upaya tersebut bisa menekan biaya produksi hingga 20 persen. Saat ini, biaya produksi per 1 kg arabika mencapai Rp 30.000, sedangkan robusta mencapai Rp 25.000,” ujarnya.
Ekspor
Kemarin PTPN XII kembali mengekspor 1.304 ton biji kopi robusta ke Italia, Jepang, Inggris, Jerman dan Australia. Kopi yang diekspor tersebut merupakan hasil kebun PTPN XII Malangsari dan para petani kopi rakyat binaan PTPN XII.
Baca juga; Problem Mutu Tekan Nilai Ekspor Kopi Nasional
Manager Kebun PTPN XII Malangsari Sanuri mengatakan, kebun milik PTPN XII di Malangsari mencapai 2.600 ha yang terdiri dari 45 ha kebun karet dan 2.555 ha kebun kopi robusta. Tahun ini luas panen mencapai 1.600 ha berhasil memproduksi 1.300 ton biji.
“Kami juga mendapat pasokan kopi dari 675 orang petani binaan yang mengelola 1.400 ha. Tahun ini produksi kopi rakyat yang kami serap mencapai 400 ton biji. Kopi rakyat tersebut kami branding sendiri dengan nama Kopi Gunung Sari untuk diekspor ke Eropa,” tutur dia.
Sanuri mengatakan, pelibatan petani kopi rakyat sudah dilakukan sejak 2015. Petani diberi bimbingan teknis dan diberi bibit kopi yang dikembangkan PTPN XII.
Baca juga; Industri Kopi Rakyat Tumbuh
Salah satu petani kopi rakyat binaan PTPN XII yang juga mengirimkan kopinya untuk di ekspor ialah Amse (46). Petani asal Desa Kebunrejo, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi tersebut dibina PTPN XII untuk mengelola 7 ha lahan kebun kopi sejak tahun 2017. Lahan tersebut merupakan lahan milik Perhutani yang ia kelola.
“Tahun ini dari luas panen 3 ha, saya memproduksi 27 ton buah kopi (cherry). Seluruhnya saya setorkan ke PTPN XII. Kopi kami dihargai Rp 5.000 per kg cherry,” ujarnya.
Amse mengatakan, bila dibandingkan dengan harga jual di pengepul, harga jual di PTPN XII memang lebih rendah. Pengepul kopi di Kecamatan Kalibaru, bisa membeli kopi petani antara Rp 5.200 hingga Rp 5.500 per kg cherry.
Namun, dengan bermitra dengan PTPN XII Amse dan para petani kopi rakyat mendapat bantuan permodalan, pupuk, bibit dan pendampingan. Bantuan tersebut membuat Amse dan para petani yang bermitra dengan PTPN XII dapat menekan biaya produksi di awal masal tanam.