Pariwisata Kota Semarang tak hanya jejak sejarah seperti Kota Lama dan Lawang Sewu. Di wilayah selatan, ada perbukitan asri dengan wisata alam yang turut mendukung ekonomi warga.
Oleh
Aditya P Perdana/ Gregorius M Finesso
·4 menit baca
Hujan baru reda, Selasa (10/12/2019) sore, saat Asofa Didit (21) memasuki kawasan wisata Goa Kreo, Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah. Angin berembus tenang sewaktu ia menyeberangi jembatan yang ada di atas Waduk Jatibarang.
”Sengaja ke sini cari ketenangan setelah seharian penat bekerja. Adem, apalagi sehabis hujan gini,” kata warga Ngemplak Simongan, Semarang Barat, yang bekerja di industri farmasi itu. Pengunjung lain, Hani Mauludin (23), mengaku mencari alternatif wisata karena kota semakin ramai. Kawasan Kota Lama kian banyak dikunjungi setelah dipercantik. ”Kadang butuh bersantai dengan suasana tenang, seperti di Semarang atas ini,” ujarnya.
Secara umum, topografi Semarang terbagi tiga: pantai, dataran rendah, dan perbukitan. Pusat kota, termasuk Kota Lama dan Lawang Sewu, adalah dataran rendah yang sering disebut Semarang bawah. Adapun wilayah selatan yang berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat kota, berupa perbukitan, sering disebut Semarang atas.
Kadang butuh bersantai dengan suasana tenang, seperti di Semarang atas ini.
Goa Kreo merupakan salah satu magnet wisata Semarang atas. Harga tiket pada hari biasa Rp 4.500, sedangkan pada akhir pekan Rp 5.500. Salah satu keunikan Goa Kreo ialah adanya ratusan monyet ekor panjang yang menyambut pengunjung sejak di area parkir. Monyet itu tak mengganggu sepanjang tidak digoda. Di kawasan Goa Kreo, pengunjung bisa naik perahu berkeliling Waduk Jatibarang.
Dua tahun terakhir, obyek wisata Goa Kreo dan Waduk Jatibarang kian menarik setelah para pemuda merintis wisata swafoto. Doni (26), warga Kelurahan Kandri, mengatakan, titik-titik cantik untuk foto berupa selfie deck dibuat dengan memanfaatkan pekarangan belakang rumah warga yang menghadap ke waduk.
Mereka membangun properti foto bertema balon udara, permen lolipop, bunga sakura, gumpalan awan, hingga rumah kaca. ”Saat akhir pekan, pendapatan bisa Rp 2 juta per hari. Jika hari biasa, sekitar Rp 500.000,” kata Doni. Adanya selfie deck ini membuat Setiawan (19), warga Kandri, memilih berhenti sebagai karyawan pabrik dan kemudian jadi fotografer selfie deck karena lebih menguntungkan.
Desa wisata
Potensi wisata di Kandri kian berkembang setelah dirintis sebagai desa wisata pada 2012. Desa yang berjarak sekitar 2 km dari Goa Kreo itu dikelola masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pandanaran. Sejumlah paket wisata yang ditawarkan ialah agro (pertanian), budaya, UMKM, dan jelajah desa. ”Intinya wisatawan diajak langsung berkegiatan di Kandri,” kata Sekretaris Pokdarwis Pandanaran Masduki.
Memasuki Desa Wisata Kandri, pengunjung merasakan suasana adem, asri, dan hijau. Jauh dari jalan raya, suara jangkrik sesekali terdengar di desa itu. Kegiatan wisata agro dipusatkan di Omah Pinter Petani.
Jumlah pengunjung Desa Kandri, kata Masduki, terus meningkat. Pada 2016 tercatat 6.787 orang dengan 72 turis asing, tahun 2018 menjadi 12.289 orang dengan 126 turis asing. Pendapatan pun naik dari Rp 857 juta menjadi Rp 1,5 miliar pada tahun lalu.
Paket wisata dipatok Rp 80.000-Rp 100.000 per orang. Pengunjung juga bisa menginap di rumah warga dan mengikuti aktivitas bertani. Tersedia 150 kamar rumah inap, dengan sewa Rp 150.000 per malam. Tarif wisatawan asing 250-300 dollar AS untuk 2 hari 1 malam, termasuk paket wisata yang bisa dipilih.
Intinya wisatawan diajak langsung berkegiatan di Kandri.
Menurut Masduki, warga berpromosi memanfaatkan media sosial. Hingga Maret 2020, paket wisata di Desa Kandri sudah penuh dipesan. Sekitar 2,3 km arah selatan Kandri terdapat Kebun Buah Cepoko milik Pemkot Semarang yang dijadikan agrowisata. Di kebun seluas 2,7 hektar itu, ada tiga tanaman utama, yakni kelengkeng, durian, dan jambu kristal yang bisa dipanen pengunjung.
”Kami bekerja sama dengan 14 petani dengan sistem bagi hasil,” kata Staf Pramu Kebun UPTD Kebun Dinas Pertanian Kota Semarang Ahmad Badroni. Kebun Cepoko merupakan satu dari 11 kebun buah milik Pemkot Semarang. Mulai 2019, selain Cepoko, Kebun Buah Purwosari di Mijen, Semarang selatan, seluas 8 hektar juga dibuka untuk agrowisata.
Sejak awal Desember disediakan bus rapid transit (BRT) Trans-Semarang menuju Goa Kreo, Desa Wisata Kandri, dan Agro Cepoko. Rutenya, Terminal Cangkiran-Gunungpati-Manyaran-Balai Kota Semarang-Simpang Lima. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi meyakini, perbaikan infrastruktur dan kualitas agenda wisata akan meningkatkan jumlah wisatawan.
Pemkot Semarang mencatat, jumlah wisatawan pada 2011 sekitar 2 juta orang dan tahun 2018 naik jadi 5 juta orang. Salah satu agenda wisata unggulan adalah lomba lari Semarang 10K yang digelar Pemkot Semarang bersama harian Kompas. Lomba itu akan digelar untuk kedua kali pada Minggu (15/12) dan diikuti 2.000 peserta yang sebagian besar dari luar Semarang.
Kehadiran mereka diyakini ikut memutar roda perekonomian, mulai dari sektor wisata, hotel, hingga kuliner. Selain kota dagang dan jasa, pertumbuhan sektor wisata yang melibatkan warga menjadi upaya Semarang merealisasikan slogan Semarang Hebat. Kawasan Semarang selatan yang hijau nan asri merupakan potensi ekonomi sekaligus penyeimbang geliat kota metropolitan.