Di tengah kelesuan pasar bebas akibat tekanan perang dagang dan proteksionisme dunia, perjanjian kerjasama Korea dan Indonesia menunjukkan tekad melawan proteksionisme dengan komitmen untuk berani membuka pasar.
Oleh
Kim Chang-beom
·5 menit baca
Pada 25 November 2019 lalu telah dilakukan Penyelesaian Perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Korea (Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement /IK-CEPA) disaksikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Republik Korea Moon Jae-in.
Perjanjian IK-CEPA itu dihasilkan dalam waktu yang sangat singkat, yakni sepuluh bulan setelah kedua belah pihak sepakat untuk kembali meneruskan perundingan itu pada Februari 2019. Di tengah proses perundingan sejumlah perjanjian perdagangan termasuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), kedua negara telah memperoleh banyak capaian untuk melakukan kerja sama yang lebih erat layaknya hubungan kemitraan strategis khusus (special strategic partnership) berdasar prinsip saling menghargai dan memahami.
Dalam beberapa kesempatan lainnya, Presiden Jokowi terus mendorong kementerian-kementerian terkait termasuk Kementerian Perdagangan agar melakukan perluasan ekspor dengan menandatangani perjanjian perdagangan dalam bentuk yang lebih beragam.
Perjanjian IK-CEPA itu dihasilkan dalam waktu yang sangat singkat, yakni sepuluh bulan setelah kedua belah pihak sepakat untuk kembali meneruskan perundingan itu pada Februari 2019.
Hasil konkret
Salah satu hasil paling dibanggakan adalah kedua pihak memperoleh pernyataan perjanjian yang terdiri atas 13 bab termasuk pendahuluan dan kerja sama, serta lampiran berisi jenis komoditas yang diperdagangkan.
Saya selaku Duta Besar Republik Korea untuk Indonesia ingin berbagi kepada masyarakat Indonesia terkait isi kesepakatan dan makna perampungan perundingan IK-CEPA. Pertama-tama, IK-CEPA disusun sesuai perkembangan perekonomian Indonesia dan Korea dan juga dunia satu dekade terakhir ini, dengan menggantikan Korea-ASEAN Free Trade Area (FTA) yang ditandatangani 12 tahun lalu.
Di tengah kelesuan pasar bebas akibat tekanan dari perang dagang dan proteksionisme dunia, Korea dan Indonesia menunjukkan tekad guna melawan proteksionisme dengan komitmen untuk berani membuka pasar. Indonesia dan Korea sepakat membuka pasar komoditas dengan tingkat keterbukaan pasar yang sangat tinggi, yakni 97 persen berdasar nilai impor masing-masing. Tingkat keterbukaan tersebut lebih tinggi daripada halnya FTA antara Korea dan Vietnam.
Korea akan membuka pasar untuk Indonesia guna mendatangkan gula mentah, produk petroleum, dan juga produk petrokimia untuk jangka pendek. Di samping itu, Korea juga secara bertahap akan membuka pasar untuk mengimpor bir, minuman jus buah, buah tropis seperti durian dan pepaya, dan sebagian produk perikanan dari Indonesia. Sementara, Indonesia akan mengekspor produk besi dan baja serta suku cadang untuk sektor otomotif, dan produk petrokimia ke Korea sehingga investasi Korea terhadap Indonesia pun akan dapat dipercepat.
Yang kedua, melalui IK-CEPA, Korea sekali lagi menilai tinggi adanya potensi perkembangan ekonomi luar biasa di Indonesia.
Di samping itu, Korea memperkokoh komitmen untuk bergandengan tangan dengan Indonesia, yang merupakan mitra dagang utama dalam New Southern Policy yang dicanangkan Presiden Moon, guna mewujudkan kesejahteraan bersama.
Indonesia merupakan mitra dagang kedua terbesar bagi Korea di antara anggota ASEAN, dan dari segi nilai investasi Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar bagi Korea. Nilai perdagangan bilateral pada 2018 mencapai 20 miliar dollar AS. Korea melihat bahwa Indonesia akan memasuki peringkat keempat terbesar dalam skala perekonomian dunia pada 2030.
Korea melihat bahwa Indonesia akan memasuki peringkat keempat terbesar dalam skala perekonomian dunia pada 2030.
Hal itu didukung oleh berbagai faktor, yakni jumlah penduduk yang berada di peringkat keempat dunia, bonus demografi yang usia rata-ratanya 29 tahun, dan rasio pertumbuhan ekonomi 5 persen tiap tahun.
Selain membuka pasar untuk produk komoditas, Indonesia dan Korea berkomitmen untuk membuka pasar yang bisa meningkatkan sinergi antarpebisnis kedua negara, seperti gim daring (online game), distribusi, konstruksi, layanan teknik dan lain sebagainya. Dalam hal tersebut, kedua negara telah meningkatkan stabilitas investasi dengan kesepakatan untuk tidak memperketat aturan pada sebagian sektor.
Yang ketiga, Indonesia dan Korea berkomitmen untuk mendorong kerja sama ekonomi dalam lingkup kerja sama yang lebih luas. Hal ini merupakan komitmen kedua negara untuk tidak hanya puas dengan pembukaan pasar dagang, tetapi terus mengintensifkan kegiatan pertukaran pengetahuan, teknologi, dan antarmasyarakat.
Pada upacara pelantikan Presiden Jokowi pada 20 Oktober lalu, Presiden RI menyampaikan lima tugas kenegaraan utama antara lain peningkatan SDM, penerusan pembangunan infrastruktur, perampingan peraturan, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Pemberdayaan SDM
Pemerintah Korea, melalui kerangka IK-CEPA dan berbagai salurannya, akan memberikan dukungan kepada Indonesia agar pembenahan SDM dan pemberdayaan perekonomian dapat terealisasikan. Untuk itu, Indonesia dan Korea sepakat melakukan kegiatan pertukaran melalui “Independent Professionals”. Secara spesifik, kedua negara akan tukar-menukar para pakar di bidang teknologi sains, software (perangkat lunak), dan robotik dengan tujuan mempererat kerja sama di bidang industri canggih masa depan terkait revolusi industri 4.0.
Selain itu, Indonesia dan Korea akan menyusun program kerja sama di berbagai bidang seperti pemberdayaan SDM di bidang manufaktur termasuk industri otomotif, energi, konten budaya, pembangunan infrastruktur, dan layanan kesehatan. Salah satu bentuk kerja sama nyata adalah rencana investasi Hyundai Motor Company yang diumumkan 26 November lalu.
Perusahaan Korea akan dibantu Pemerintah Indonesia dalam proses perizinan, pencarian mitra kerja sama, dan pelatihan tenaga kerja Indonesia. Sedangkan, perusahaan Indonesia akan mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam rantai pasokan global, melakukan pertukaran teknologi dan pemberdayaan SDM sehingga kerja sama antara kedua negara tersebut tetap terjalin berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
Perundingan antara lembaga eksekutif kedua negara telah rampung, namun kedua belah pihak masih menunggu proses ratifikasi parlemen dari masing-masing negara setelah menyelesaikan penandatanganan pada semester pertama tahun depan. Dukungan dan sambutan dari masyarakat dan para pelaku usaha dari Indonesia akan sangat dibutuhkan untuk merealisasikan IK-CEPA.
Platform IK-CEPA itu sendiri tidak akan cukup untuk memperoleh sejumlah target yang kita incar. IK-CEPA tersebut harus didukung oleh reformasi peraturan dan birokrasi. Dengan terobosan tersebut, investasi terhadap Indonesia dari mancanegara termasuk Korea akan terus bertambah dan lapangan kerja yang berkualitas pun dapat tercipta.
IK-CEPA tersebut harus didukung oleh reformasi peraturan dan birokrasi.
Pemerintah Republik Korea dan Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia akan terus berupaya menjalin kerja sama yang erat dengan Indonesia untuk mewujudkan pertumbuhan ekonominya.
(Kim Chang-beom, Duta Besar Republik Korea untuk Indonesia)