Rute steril, cuaca bersahabat, dan keramahtamahan warga memanjakan para pelari di ajang Semarang 10K, Minggu (15/12/2019). Mereka pun kagum dengan kawasan bersejarah Kota Lama yang kian cantik usai direvitalisasi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA/KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Rute steril, cuaca bersahabat, dan keramahtamahan warga memanjakan para pelari di ajang Semarang 10K, Minggu (15/12/2019). Tak ketinggalan, mereka pun kagum dengan kawasan bersejarah Kota Lama yang kian cantik seusai direvitalisasi.
Para pelari yang dilepas dari depan Balai Kota Semarang, di Jalan Pemuda, Kota Semarang, Jawa Tengah, pukul 06.00, begitu menikmati cuaca cerah sedikit berawan yang memayungi ”Kota Lumpia”. Mereka melintasi Jalan Pandanaran, Simpang Lima, Jalan Ahmad Yani, Jalan MT Haryono, Kota Lama, hingga finis di Balai Kota. Sepanjang rute, para pelari dinyamankan dengan sterilitas rute.
Kerucut pembatas jalan atau cone yang diberi garis kuning terpasang di sepanjang rute. Petugas, termasuk dari kepolisian dan dinas perhubungan, berjaga. Di setiap persimpangan, petugas berjaga demi keamanan pelari. Warga menyaksikan dari sisi jalan sambil menyemangati.
Di sejumlah titik, kesenian tradisional, seperti barongan serta angklung, tersaji dan membuat para pelari bersemangat. Di Kota Lama, sejumlah pelari seakan tergoda untuk berhenti sejenak demi mengabadikan momen. Mereka tak rela melewatkan begitu saja sejumlah bangunan ikonik, seperti Gedung Marba, Spiegel, dan Gereja Blenduk.
Juara kategori 10K Open Putra, Tariku Demelash asal Etiopia, mengaku terkesan dengan pelaksanaan Semarang 10K. ”Menyenangkan, saya senang lari di sini. Treknya yang datar, menurut saya, nomor satu di Indonesia. Masyarakat juga menyenangkan. Terima kasih Semarang,” kata Tariku.
Atlet lari nasional, Triyaningsih, yang menjadi juara 3 kategori 10K Open Putri, menuturkan, perlombaan terkelola dengan baik. Rute yang steril membuat peserta nyaman. Apalagi, cuaca juga mendukung karena saat start, langit berawan sehingga menguntungkan pelari.
”Masyarakat juga antusias menyemangati, serta ada kesenian tradisional. Hal itu membuat para pelari menjadi lebih termotivasi untuk menuntaskan perlombaan dengan lebih cepat,” kata Triyaningsih, yang mencatatkan waktu 38 menit 16 detik.
Muhammad Lutfi (24), peserta Semarang 10K asal Bandung, Jawa Barat, mengatakan, perlombaan berlangsung seru karena di sepanjang rute, fasilitas yang disediakan, seperti water station, sangat membantu. Juga ada buah-buahan yang membuat stamina terjaga. Ia pun berharap bisa berlomba lagi di Semarang.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengemukakan, suksesnya penyelenggaraan Semarang 10K tahun ini menghadirkan tantangan, yakni menambahkan kategori half marathon.
”Namun, kami juga perlu meyakinkan warga untuk lebih lama merelakan jalannya ditutup untuk lomba lari,” ujar Hendi, sapaan karibnya.
Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo menuturkan, di samping daya tarik Kota Lama, sterilnya jalur pada Semarang 10K tahun ini membuat banyak pelari senang.
”Banyak di antara mereka yang mencatatatkan waktu terbaik (personal best),” kata Budiman.
Adapun kategori 10K Open Putra dimenangi Tariku Demelash (Etiopia), disusul Charles Munyua (Kenya), dan James Karanja (Kenya) di tempat kedua dan ketiga. Pada 10K Nasional Putra, Agus Prayogo menjadi yang terbaik, disusul Atjong Tio Putranto dan Nur Shodiq masing-masing di posisi 2 dan 3.
Sementara itu, kategori 10K Open Putri dimenangi Jackline Nzivo (Kenya), disusul Mercy Njeri Mwangi (Kenya), dan Triyaningsih (Indonesia) masing-masing di tempat kedua dan ketiga. Pada 10K Nasional Putri, Odekta Elvina menjadi yang tercepat, disusul Yulianingsih dan Novita Andriyani masing-masing di posisi 2 dan 3.