Peneliti Terus Telaah Misteri Peradaban Kuno Jatim
›
Peneliti Terus Telaah Misteri ...
Iklan
Peneliti Terus Telaah Misteri Peradaban Kuno Jatim
BPCB Jatim telah melaksanakan setidaknya 12 penggalian atau ekskavasi sepanjang tahun ini. Salah satu tujuannya yakni mengungkap letak pusat-pusat peradaban klasik yang selama ini masih diselimuti misteri.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur telah melaksanakan setidaknya 12 penggalian atau ekskavasi sepanjang tahun ini. Penggalian bertujuan melindungi bukti material kepurbakalaan untuk penelitian sejarah. Selain itu, upaya tersebut juga untuk mengungkap letak pusat-pusat peradaban klasik yang masih dalam penafsiran dan perdebatan.
Era klasik kerajaan di Jatim berlangsung setidaknya 800 tahun. Ini ditandai dengan keberadaan Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8) sampai Kerajaan Majapahit (abad ke-16). Sejauh ini, pusat peradaban yang sudah terkonfirmasi keberadaannya adalah Singhasari di Singosari, Malang, dan Majapahit di Trowulan, Mojokerto. Pusat peradaban atau kota raja Kanjuruhan, Medang, Kahuripan, Pangjalu, Jenggala, Kadhiri, dan Tumapel belum terkonfirmasi.
Kami berharap teman-teman sejarawan tertantang untuk meneliti lagi.
Penggalian yang telah dilaksanakan tahun ini membantu menguak tabir pencarian terhadap pusat-pusat peradaban kuno di Jatim itu. Di antaranya ekskavasi lanjutan di Candi Patakan, Lamongan, yang diyakini merupakan peninggalan masa pemerintahan Airlangga (Kahuripan). Peninggalan semasa juga ditemukan di Jombang, tepatnya petirtaan Sumberbeji dan reruntuhan bekas kompleks hunian di Kedaton.
”Apakah Jombang merupakan pusat peradaban Kahuripan era Airlangga? Kami berharap teman-teman sejarawan tertantang untuk meneliti lagi,” kata Wicaksono Dwi Nugroho, arkeolog BPCB Jatim, Minggu (15/12/2019).
Contoh lainnya, penemuan dan penggalian struktur bata di Sumbergayu, Nganjuk, yang diduga semasa dengan Kahuripan. Di Nganjuk, sebelumnya juga ditemukan tinggalan dengan fungsi lain berupa candi, petirtaan, semacam balai agung, kesatrian, dan tempat pemeliharaan binatang perang.
Ini memantik diskusi dan penelitian tentang pusat peradaban apa yang ada di Nganjuk tersebut. Dari sejumlah prasasti diketahui, Airlangga di akhir pemerintahannya membagi Kahuripan menjadi Pangjalu dan Jenggala. ”Di manakah letak Pangjalu dan Jenggala? Melalui ekskavasi, kami berusaha sedikit demi sedikit membuka tabir misteri itu,” ujar Wicaksono.
Dari penggalian, tim kepurbakalaan juga menemukan benda-benda kuno yang penting bagi penelitian sejarah. Misalnya, arca, pancuran, terakota, tembikar, dan pecahan keramik. Barang-barang itu penting untuk dilindungi dan diselamatkan. Tujuannya agar publik, khususnya peneliti sejarah, dapat mempelajari dan memperbarui khazanah sejarah Nusantara.
”Jangan main aman dengan buku-buku yang sudah ada. Teliti lagi, tafsir lagi, tulis ulang untuk memperkaya babakan sejarah bangsa ini,” kata Wicaksono.
Dalam kesempatan terpisah, Bupati Jombang Mundjidah Wahab mengatakan, penemuan di Sumberbeji dan Kedaton amat penting dalam mengungkap masa lalu daerah yang juga dikenal sebagai ”Bumi Santri” tersebut. Untuk itu, pemerintah akan ikut membiayai kegiatan penggalian lanjutan pada tahun depan.
”Kami mengajukan agar lokasi temuan kepurbakalaan ditetapkan sebagai cagar budaya untuk mempermudah kegiatan perlindungan dan pengembangan,” katanya.
Pendapat senada diutarakan Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi terkait dengan temuan dan penggalian struktur bata di Kecamatan Ngronggot. Selama ini, publik belum dapat merangkai dan membaca kenapa banyak temuan peradaban kuno. Mereka kian yakin bahwa Nganjuk turut menjadi lokasi pusat peradaban kuno meski perlu diteliti lebih jauh pada masa kerajaan apa.
”Tahun depan, kami mencoba membiayai penelitian lanjutan yang memakai teknologi pemindaian terhadap temuan struktur di Ngronggot sekaligus mengajukannya sebagai kawasan cagar budaya,” ujarnya.
Kepala BPCB Jatim Andi Muhammad Said mengatakan, jajarannya berkepentingan untuk melihat dan meneliti lebih jauh laporan masyarakat tentang temuan kepurbakalaan. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan peninjauan.
Jika temuan amat berpotensi memperkaya khazanah sejarah, akan ditindaklanjuti dengan penggalian yang bisa berlangsung dalam beberapa tahap. Setelah itu, ada kajian pemugaran hingga pengembangan kawasan. ”Manfaatnya untuk masyarakat,” kata Andi.
Maksudnya, situs-situs kepurbakalaan merupakan sarana masyarakat untuk belajar dan rekreasi tentang sejarah. Harapannya, masyarakat cinta dan bangga dengan perjalanan sejarah bangsanya dan berkomitmen dalam pelestarian.