Sudah Satu Kubu, Tak Ada Lagi Muktamar Islah di PPP
›
Sudah Satu Kubu, Tak Ada Lagi ...
Iklan
Sudah Satu Kubu, Tak Ada Lagi Muktamar Islah di PPP
DPP Partai Persatuan Pembangunan menyatakan tidak akan ada muktamar islah karena sudah ada kepengurusan yang resmi diakui oleh negara. Berdasarkan hasil Mukernas V PPP, Muktamar IX akan dilaksanakan seusai Pilkada 2020.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan menyatakan tidak akan ada muktamar islah karena sudah ada kepengurusan yang resmi diakui oleh negara. Berdasarkan hasil Mukernas V PPP, Muktamar IX akan dilaksanakan pada 2020 seusai pilkada.
Ketua Panitia Pengarah Mukernas V PPP Achmad Baidowi menyatakan, tidak akan ada muktamar islah seperti pada 2016 saat Muktamar IX 2020 digelar nanti. Ia mengatakan, jika PPP kubu Humprey Djemat ingin bergabung, mereka harus mengikuti hasil Mukernas V PPP dan ketentuan AD/RT yang ada.
”Tidak akan ada muktamar islah karena muktamar dilaksanakan oleh DPP yang diakui oleh negara. Persoalannya, jika masih ada di kubu seberang sana ingin bergabung, mereka harus mengikuti aturan main dan AD/RT yang ditetapkan," katanya seusai pelaksanaan Mukernas V PPP, Minggu (15/12/2019), di Jakarta.
Munculnya kubu Suharso dan kubu Humprey disebabkan Suryadharma Ali mundur dari jabatan Ketua Umum PPP pasca-penetapan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2014.
Selanjutnya, PPP terbelah menjadi kubu Suryadharma Ali dan Romahurmuziy. Kubu Romahurmuziy terlebih dahulu menggelar Muktamar PPP di Surabaya dengan keputusannya menetapkan Romahurmuziy sebagai Ketua Umum PPP. Setelah itu, giliran kubu Suryadharma Ali menggelar Muktamar PPP di Jakarta dan menetapkan Djan Faridz sebagai Ketua Umum PPP.
Pada 2016, diupayakan islah melalui Muktamar PPP yang digelar di Pondok Gede, Jakarta. Dari muktamar itu dihasilkan kepengurusan yang pengurusnya representasi dari kedua kubu yang bertikai, yaitu kubu Muktamar PPP Jakarta dan Surabaya. Meski demikian, konflik tak juga usai. Djan Faridz menolak hasil Muktamar Pondok Gede (Kompas, 15/12/2019).
Saat ini, konflik internal di PPP masih belum tuntas sepenuhnya setelah Romahurmuziy tersandung kasus korupsi dan posisi ketua umum digantikan oleh Pelaksana Tugas Suharso Monoarfa. Sementara Djan digantikan oleh Humprey sebagai ketua umum di kubu lainnya.
Ketua DPP PPP Lena Maryana mengatakan, saat ini DPP PPP kubu Suharso merupakan kepengurusan yang diakui oleh pemerintah karena sudah mendapat surat keputusan dari Kemenkumham sehingga berhak mengikuti kontestasi pemilu dan pilkada. Oleh sebab itu, pada Pilkada 2020, kubu Suharso juga berhak mengusung kepala daerah untuk ikut berkontestasi.
”Muktamar islah hanya terjadi pada 2016 di Pondok Gede. Setelah itu tidak akan ada lagi istilah muktamar islah karena yang ada dalam AD/RT hanya istilah muktamar dan muktamar luar biasa. Jika ada perbedaan kubu, ini merupakan proses politik karena setiap kader ingin membesarkan PPP dengan caranya masing-masing,” ujarnya.
Achmad mengatakan, belum ada tanggal dan lokasi pasti untuk penyelenggaraan muktamar selanjutnya. Namun, kemungkinan Muktamar IX akan dilaksanakan pada 2020 seusai pilkada.
”Kami mengadakan muktamar seusai pilkada agar proses konsolidasi selama pilkada tidak terganggu dan fokus kami tidak terpecah. Untuk waktu dan tempatnya masih akan kami bahas di lain hari,” kata Achmad.
Muktamar islah hanya terjadi pada 2016 di Pondok Gede. Setelah itu tidak akan ada lagi istilah muktamar islah karena yang ada dalam AD/RT hanya istilah muktamar dan muktamar luar biasa.
Sebelumnya, Sekjen PPP dari kubu Humprey, Sudarto, turut menghadiri Mukernas V PPP yang diselenggarakan sejak Sabtu (14/12/2019). Ia pun mengatakan sudah ada pembicaraan, baik di kalangan internal kubu Humprey maupun dengan kubu Suharso. Dalam pembicaraan itu, semua pihak sepakat untuk kembali bersatu menjadi satu kepengurusan tanpa syarat apa pun. Persatuan ini akan terwujud saat Muktamar IX PPP mendatang.
”Kalau mau islah, ya, harus lahir dari hati yang ikhlas, dengan niat tulus untuk membesarkan PPP, tanpa syarat apa pun. Kecuali syaratnya adalah bagaimana PPP kembali bangkit dan besar, siap menyongsong Pemilu 2024,” ujar Sudarto.
Menanggapi hal tersebut, Achmad mempersilakan jika dari kubu Humprey ada yang ingin bergabung dalam Muktamar IX yang nantinya akan diselenggarakan oleh DPP PPP dari kubu Suharso. Menurut dia, saat ini PPP memang ingin menambah kader untuk persiapan Pemilu 2024.
”Tidak bisa dimungkiri, perolehan suara kami anjlok pada Pemilu 2019 karena konflik internal dan sejumlah kadernya tersandung kasus korupsi. Oleh karena itu, kami perlu memperbaiki sistem yang ada di partai ini,” ujarnya.
Akibat konflik tersebut, raihan suara PPP pada Pemilu 2019 turun dari 6,53 persen pada 2014 menjadi 4,52 persen pada 2019. Raihan tersebut merupakan yang terendah sejak PPP pertama kali mengikuti Pemilu 1977.