Lomba lari Semarang 10K, Minggu (15/12/2019), menjadi ajang tutup tahun agenda lari nasional. Para pelari merasakan impresi luar biasa saat disapa keramahan kota metropolitan yang sarat jejak sejarah dan budaya.
Oleh
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS— Lomba lari Semarang 10K, Minggu (15/12/2019), menjadi ajang tutup tahun agenda lari nasional. Para pelari merasakan impresi luar biasa saat disapa keramahan kota metropolitan yang sarat jejak sejarah dan budaya.
Telapak tangan keriput Martha Sugiarti (70) terulur bagi setiap pelari Semarang 10K yang melintasi tempatnya berdiri di sudut Jalan Ronggowarsito, Semarang, Jawa Tengah. Wajahnya berseri sambil sesekali melambaikan tangan.
”Ayo Mas, ayo Mbak, semangat. Semarang hebat!” serunya. Sejumlah pelari yang tadinya kelelahan menjadi semangat lagi. Senyum Martha mereka balas sambil berterima kasih atas aksi sederhana, tetapi sarat makna itu.
Sekitar 400 meter ke arah barat dari tempat Martha berdiri, di persimpangan Jalan Merak dan Jalan Cendrawasih, Dwi Prasetyo (18), yang tergabung dalam Seni Barong Singo Putro Mustiko Semarang, menampilkan atraksi salto di sisi jalan. Aksinya kian meriah diiringi alunan musik gamelan berirama rancak.
Pada Semarang 10K, hajatan bareng Pemerintah Kota Semarang dan harian Kompas yang tahun ini diselenggarakan untuk kedua kalinya, sejumlah atraksi seni dipentaskan di sejumlah titik sebagai penyemangat para pelari sekaligus etalase kebudayaan lokal. Selain barongan dan jatilan, ada juga sajian musik angklung serta perkusi drumblek: tetabuhan dari jeriken bekas, drum plastik, ember, kaleng cat besar, dan kentongan bambu.
Puluhan pelajar dari sejumlah SD di Semarang juga dilibatkan menyemangati pelari. Bocah-bocah itu dengan wajah lugunya menyapa pelari, mulai dari tos hingga saling melempar finger heart atau gestur tanda cinta ala anak muda Korea Selatan. Aksi itu membuat pelari terkesan. Apalagi, 68 persen dari 2.000 peserta Semarang 10K berasal dari luar Kota Semarang, termasuk 13 pelari asing.
”Hiburannya seru, khas Semarang,” kata M Lutfi (24), peserta asal Bandung, Jawa Barat. Atraksi pemantik semangat itu melengkapi daya tarik lintasan yang memadukan gedung modern dengan bangunan bersejarah. Selain Lawang Sewu, magnet utama rute lari Semarang 10K adalah Kota Lama. Distrik kuno dengan deretan arsitektur era kolonial itu kini kian cantik dan rapi.
Jika tahun lalu peserta Semarang 10K hanya melintasi secuil jalur di Kota Lama karena sedang direstorasi, kini mereka dipuaskan dengan rute yang lebih panjang. Melintasi bangunan ikonik, seperti Gedung Marabunta, Spiegel, Marba, Bank Mandiri, dan Gereja Blenduk, ambisi sejumlah pelari mencatatkan waktu terbaik atau personal best (PB) pun goyah.
Mereka memilih berhenti demi mengabadikan momen bersama rekan-rekannya, dengan latar bangunan kuno. ”Banyak yang mengejar PB di Semarang 10K. Saya juga begitu, tetapi PB-nya ’photo banyak’,” canda Bondhan Praharza Christy (27) asal Purwodadi.
Kenyamanan berlari
Bisa dibilang, semua aspek memanjakan para pelari Semarang 10K. Mereka dilepas pukul 06.00 saat cuaca berawan memayungi kota. Kondisi ini berkah bagi Kota Semarang yang terkenal dengan cuaca panas berkelembaban tinggi. Pelari Semarang 10K juga dibuat nyaman dengan lintasan yang steril. Petugas dari kepolisian dan dinas perhubungan berjaga di setiap persimpangan demi keamanan pelari.
Charles Kipsang, pelari Kenya, menilai, jalur steril dan gedung ikonik Kota Lama jadi daya tarik Semarang 10K. Pelari nasional Triyaningsih menilai, lomba terkelola dengan baik. Rute yang steril membuat peserta nyaman.
Hasilnya, rekor Semarang 10K terpecahkan. Tariku Demelash asal Etiopia, juara nomor 10K Open Putra, mencatatkan waktu 30 menit 39 detik. Hasil ini memperbaiki perolehan waktu James Gikunga asal Kenya pada ajang tahun lalu, yakni 31 menit 56 detik. ”Saya senang lari di sini. Treknya yang datar, menurut saya, nomor satu di Indonesia. Masyarakat juga menyenangkan. Terima kasih Semarang!” tuturnya semringah.
Adapun juara 10K Open Putri diraih Jackline Nzivo dari Kenya. Yang membanggakan, atlet nasional Agus Prayogo yang baru menyabet medali emas SEA Games 2019 Filipina di nomor maraton dan perak di nomor 10.000 meter tampil terbaik untuk kategori 10K Nasional Putra.
Ia mencatatkan waktu 31 menit 17 detik. Adapun juara Semarang 10K Nasional Putri diraih Odekta Elvina Naibaho yang pada SEA Games Filipina meraih medali perunggu di nomor 10.000 meter. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, Semarang 10K menjadi salah satu promosi positif bagi Kota Semarang. ”Ini kesempatan bagus untuk mendongkrak pariwisata Kota Semarang dan perekonomian warga,” kata Hendrar.
Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, tahun depan kuliner lokal dari Kota Semarang bakal digandeng untuk menciptakan ekosistem perdagangan di Semarang 10K 2020. Selain mendongkrak ekonomi warga, langkah ini diharapkan bisa menjadi salah satu sarana mengenalkan produk lokal. Di balik konsep wisata olahraga yang berdampak pada ekonomi daerah, di Semarang 10K juga terselip nilai tentang kerelaan berbagi dan menyemangati dengan hati. (DIT/XTI)