Gereja Katolik Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto memanfaatkan sampah plastik yang dikemas menjadi ecobrick untuk dijadikan pohon dan goa natal.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Gereja Katolik Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto memanfaatkan sampah plastik yang dikemas menjadi ecobrick untuk dijadikan pohon dan goa natal. Dari 3.000 buah ecobrick yang dikumpulkan, terdapat 6 kuintal sampah plastik yang dimanfaatkan. Gerakan ini merupakan wujud dari pertobatan ekologis untuk menyelamatkan lingkungan.
”Ini bentuk pertobatan umat Katolik. Kalau mau bertobat, perlu mengubah kehidupan, mengubah cara hidup dari yang biasanya senang pakai plastik, misalnya belanja pakai plastik, sekarang tidak lagi. Kalau harus menggunakan plastik, harus berani mengelola, jangan mencemari bumi,” tutur Pastor Kepala Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto Sulpicius Parjono Pr, Senin (16/12/2019), di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Ini bentuk pertobatan umat Katolik.
Parjono menyampaikan, di Gereja Katedral terdapat 1.300 keluarga umat Katolik. Setiap keluarga diajak untuk menyerahkan 3 botol ecobrick dalam bentuk botol plastik minuman berukuran 600 mililiter. Dari jumlah total, panitia menargetkan terkumpul 3.000 ecobrick dengan berat minimal masing-masing 200 gram sampah plastik. Sebanyak 2.000 botol ecobrick dialokasikan untuk pembuatan pohon natal dan 500 ecobrick dipakai untuk pembuatan goa natal. Adapun sisanya untuk hiasan dan ornamen.
Parjono mengatakan, Gereja Katolik Katedral Kristus Raja Purwokerto mempunyai keprihatinan besar terhadap keprihatinan dunia, yaitu mengenai ekologi, lingkungan hidup. ”Sangat terasa bumi semakin panas itu karena ulah manusia. Begitu juga makanan banyak tercemar, beberapa waktu lalu disiarkan ada ikan yang makan sampah plastik. Itu merugikan makhluk ciptaan Allah,” ujarnya.
Menurut Parjono, sampah plastik yang dikumpulkan oleh umat tidak hanya berasal dari rumah tangga, tetapi juga ada yang mencari sampah plastik di warung-warung. ”Ada juga umat yang mencari sampah plastik di warung-warung kopi atau warung makanan. Sampah kemasan kopi dikumpulkan dan dijadikan ecobrick,” ucapnya.
Ketua Panitia Natal Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto Ignatius Heru Santosa menambahkan, pohon natal ecobrick dibangun dengan ketinggian 6 meter dan diameter bagian bawah 4 meter. ”Ditargetkan pembuatannya selesai pada 23 Desember,” katanya.
Heru menyebutkan, pohon natal ini dibangun dengan kerangka besi yang membutuhkan dana mencapai Rp 3 juta. Saat ini, proses pembuatan sudah mencapai sekitar 80 persen dan nantinya akan dihiasi lampu.
Selain membuat pohon natal ecobrick, gerakan cinta lingkungan juga dilakukan dengan tidak mengonsumsi air mineral di dalam kemasan setiap kali ada rapat di gereja. ”Setiap ada pertemuan atau rapat, kami membawa botol minum masing-masing atau panitia menyiapkan gelas,” paparnya.
Dari catatan Kompas (Kompas.id, 7 Desember 2019), di Banyumas, jumlah keluarga pada 2018 mencapai 456.510 dan sampah yang dihasilkan sebesar 535.965 kilogram per hari. Adapun sampah di luar tangga setiap hari sebesar 10-15 ton. Rata-rata per hari jumlah sampah di Banyumas berkisar 550-600 ton per hari. Pemerintah daerah mendorong pengelolaan sampah dilakukan di tingkat desa dan kecamatan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas Suyanto menyampaikan, hingga saat ini sudah ada 16 pusat daur ulang sampah (PDU). Kapasitas pengelolaan sampah di PDU bervariasi 4-10 ton per hari. ”Tahun 2020 ditargetkan ada 27 pusat daur ulang sampah di Banyumas,” ujarnya.