Pemilihan Dewan Pengawas KPK Tak Beri Ruang Partisipatif
›
Pemilihan Dewan Pengawas KPK...
Iklan
Pemilihan Dewan Pengawas KPK Tak Beri Ruang Partisipatif
Mepetnya waktu penunjukan atau pemilihan Dewan Pengawas KPK dinilai tidak memberikan ruang partisipatif yang cukup kepada publik layaknya proses pemilihan pimpinan KPK.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Empat hari lagi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi akan dilantik bersama pimpinan KPK yang baru. Namun, hingga saat ini, publik belum tahu siapa yang bakal menduduki jabatan itu. Mepetnya waktu penunjukan atau pemilihan dinilai tidak memberikan ruang partisipatif yang cukup kepada publik layaknya proses pemilihan pimpinan KPK.
Kepala Divisi Monitoring Hukum Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengatakan, ruang partisipatif publik dalam memberikan masukan akan posisi Dewan Pengawas KPK sangat kecil dan tidak terbuka seperti halnya saat pemilihan komisioner KPK. Padahal, keberadaan Dewan Pengawas memiliki posisi lebih kuat daripada komisioner KPK.
”Ini waktu (kurang) lima hari lagi (dilantik). Kita juga belum tahu, belum diumumkan nama-namanya. Gimana ada ruang partisipasi di sana?” ujar Tama di sela-sela Diskusi Publik, Laporan Akhir Tahun, dan Festival Antikorupsi di Politeknik Kesehatan (Poltekes) Malang, Jawa Timur, Senin (16/12/2019).
Pada acara yang digelar dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi itu, hadir Koordinator Badan Pekerja Malang Corruption Watch (MCW) M Fahrudin Andriansyah serta akademisi Poltekes Malang, Khoirudin.
Menurut Tama, saat pemilihan komisioner KPK, masyarakat mendapatkan waktu cukup lama untuk memberikan masukan terkait latar belakang calon. Hal itu bisa dilihat dari sisi proses pemilihan yang panjang, mulai dari pembentukan Panitia Seleksi hingga terpilihnya lima unsur pimpinan KPK yang baru.
Ini waktu (kurang) lima hari lagi (dilantik). Kita juga belum tahu, belum diumumkan nama-namanya. Gimana ada ruang partisipasi di sana.
ICW tetap pada komitmen semula, yakni tidak setuju dengan keberadaan Dewan Pengawas yang dinilai akan mengganggu independensi pimpinan KPK. ”Kita sedang peninjauan kembali bersama-sama pimpinan KPK dan beberapa kawan. Pada intinya, kita mau undang-undang (KPK) yang sekarang dibatalkan. Isinya (undang-undang) di antaranya keberadaan Dewan Pengawas,” tuturnya.
Meski mengaku tidak bisa berbuat banyak karena komisioner KPK yang baru telah dipilih dan waktu pelantikan yang tinggal sebentar lagi, ICW akan tetap mengawal mekanisme pemberantasan korupsi oleh KPK.
Pengangkatan pimpinan KPK juga masih memiliki masalah terkait usia salah satu unsur pimpinan terpilih, yakni Nurul Ghufron (45), yang belum sesuai dengan yang disyaratkan dalam UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Undang-undang mensyaratkan usia 50 tahun.
”Ini contoh betapa serampangannya pembuat undang-undang. Dia tidak memikirkan proses yang sedang berjalan. Ini jadi masalah, undang-undang bermasalah dan ke depan juga bermasalah,” kata Tama, yang menilai upaya pemberantasan korupsi tahun 2019 ini makin toleran.
Sementara itu, M Fahrudin Andriansyah mengatakan, pelantikan pimpinan KPK baru akan dilakukan pada 20 Desember. Momentum pelantikan ini tidak bisa dipisahkan dengan UU KPK baru yang punya implikasi cukup besar terhadap program-program yang ada di KPK ke depan.
”Mau tidak mau, teman-teman di MCW harus mengawal proses yang sudah terjadi. Lima komisioner yang baru harus kita awasi, kita ingatkan, jangan sampai di masa kepemimpinan mereka tidak terjadi peningkatan terhadap agenda pemberantasan korupsi karena PR-nya masih banyak sekali,” tuturnya.
Menurut Fahrudin, secara jabatan, pimpinan KPK baru tidak memiliki posisi strategis. Mereka lebih diarahkan seperti pejabat administratif, kewenangan untuk pro justitia dan melakukan penyidikan, penyadapan, dan lainnya dialihkan ke Dewan Pengawas.
”Nah, publik tentu berharap banyak kepada Presiden untuk memastikan Dewan Pengawas yang jadi garda terdepan agenda pemberantasan korupsi di KPK betul-betul diisi oleh mereka yang punya integritas. Mereka yang punya keberpihakan terhadap agenda pemberantasan korupsi,” lanjutnya.