Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II mulai dibuka untuk umum, Minggu (15/12/2019) pagi. Pengoperasian tol layang itu diyakini bisa mengurangi kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek.
Oleh
·3 menit baca
Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II mulai dibuka untuk umum, Minggu (15/12/2019) pagi. Pengoperasian tol layang itu diyakini bisa mengurangi kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek.
JAKARTA, KOMPAS— Jalan tol layang yang membentang 38 kilometer itu hanya bisa dilintasi kendaraan golongan I nonbus atau mobil dengan tinggi tak lebih dari 2,1 meter. Masyarakat bisa memanfaatkannya secara gratis hingga pemerintah selesai menentukan tarif.
General Manager Traffic PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJLC), anak usaha PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Aprimon, di Cikunir, Bekasi, Jawa Barat, mengatakan, jalan tol layang untuk sementara dioperasikan gratis. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat selama arus mudik dan arus balik Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.
Penggunaan jalan tol layang juga dibatasi hanya untuk kendaraan golongan I nonbus guna memudahkan proses evakuasi jika terjadi gangguan. Tol layang didesain untuk pengguna jarak jauh sehingga tidak ada gerbang untuk keluar atau masuk di tengah tol layang.
Di sepanjang jalan tol layang disiapkan delapan putaran darurat (u-turn) yang bisa dibuka sewaktu-waktu jika terjadi insiden. Ada pula empat titik kantong berhenti serta dua jalur keluar darurat yang dapat dipakai untuk evakuasi. Sebanyak 113 kamera pemantau (CCTV) dipasang di sepanjang tol.
Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek diharapkan dapat mengurangi kepadatan di Tol Jakarta-Cikampek hingga 40 persen. Kondisi lalu lintas di Jalan Tol Jakarta-Cikampek sudah sangat padat. ”Di ruas Cikunir hingga Karawang Barat, rasio volume kendaraan dibandingkan dengan kapasitas jalan sudah lebih dari satu. Jika kemacetan bisa dikurangi sampai 40 persen, rasionya bisa meningkat sampai 0,7,” katanya.
Secara keseluruhan, setiap hari ada 200.000 kendaraan yang melintasi Tol Jakarta-Cikampek. Rasio volume terhadap kapasitas jalan tol yang dioperasikan sejak 1988 itu sudah melampaui batas tingkat pelayanan, yakni 0,8 atau sangat padat.
Selain membentang di ketinggian, Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek juga sedikit berbeda dengan jalan tol lain karena memiliki lintasan yang cukup panjang, yakni 38 kilometer. ”Kami imbau masyarakat pengguna untuk menyiapkan fisik, bahan bakar, dan perlengkapan lain,” ujarnya.
Kunci penting untuk melintas dengan aman di jalan tol itu adalah mematuhi ketentuan batas atas kecepatan, yakni 80 kilometer per jam, dan batas bawah kecepatan 60 kilometer per jam. Batas kecepatan itu ditentukan dengan mempertimbangkan tekanan angin saat mobil melintas di ketinggian.
Hadapi tantangan
Saat ini, industri jalan tol menghadapi tantangan, antara lain pemain jalan tol yang belum banyak serta sumber pembiayaan yang terbatas. Padahal, lima tahun ke depan, pemerintah menargetkan akan membangun 2.500 kilometer jalan tol baru dengan kebutuhan investasi Rp 375 triliun-Rp 425 triliun dan biaya pembebasan lahan sampai Rp 100 triliun.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Danang Parikesit mengatakan, lingkungan bisnis tidak berkembang. Meski ada pemain baru, jumlahnya tidak besar. Soal pembiayaan, selama lima tahun terakhir dana yang bisa disediakan bank-bank pemerintah untuk jalan tol rata-rata Rp 70 triliun per tahun.
Oleh karena itu, pemerintah berharap makin banyak swasta berinvestasi di jalan tol. Di sisi lain, pembangunan jalan tol erat dengan pengembangan kawasan. Badan usaha telah melihat bahwa berinvestasi membangun jalan tol lebih menguntungkan jika dibarengi pengembangan kawasan, seperti tecermin dari usulan PT Hutama Karya (Persero) untuk pengembangan kawasan ekonomi di sekitar tol Trans-Sumatera.
Namun, skema tersebut belum bisa dilakukan karena regulasi belum memungkinkannya. Pengelola tol dimungkinkan mendapat nilai tambah lain dengan mengembangkan tempat istirahat dan pelayanan. (VAN/NAD)