”Surat kepada Redaksi” yang saya kirim selama lebih dari dua tahun terakhir, yang bertema pemberantasan korupsi, juga hampir selalu dimuat. Masalahnya adalah seberapa kuat kepedulian ini mencapai sasaran?
Melihat revisi Undang-Undang KPK dibiarkan bergulir, memberi sinyal bahwa ada upaya pelemahan pemberantasan korupsi. Reformasi yang seharusnya menjadi awal tumbuhnya demokrasi yang sehat kini melenceng jauh dilihat dari kepentingan keadilan serta pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Pengamat politik ataupun ekonomi yang kompeten sudah banyak mengemukakan pendapat, disertai solusi yang dapat memberikan hasil optimal, tetapi sepertinya dibiarkan bak angin lalu. Silakan baca artikel Chatib Basri, Faisal Basri, Yudi Latif, Azyumardi Azra, dan banyak lagi penulis andal lain.
Baca laporan berbagai lembaga dunia tentang keterkaitan antar-negara dan dampak setiap peristiwa politik ekonomi dunia. Baca juga tabloid Kontan dan media ekonomi lain, maka setiap awam pun dapat menyusun mozaik tantangan yang kita hadapi.
Judul buku M Subhan SD, Bangsa Mati di Tangan Politikus, menggambarkan kondisi bangsa ini. Ini diperkuat buku lain,Sosiologi Korupsi, yang lebih akademik karya Prof Dr H Ali Anwar MSi, Dr Beni Ahmad Saebani MSi, dan Ai Wati S SyMH. Kedua buku itu terlalu bagus dilewatkan, apalagi oleh para pengambil keputusan.
Masalah besarnya sebenarnya sudah jauh-jauh hari diungkapkan Bung Hatta: Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, tidak jujur itu sulit diperbaiki.
Kepekaan terhadap potensi korupsi sangat tipis, termasuk mereka yang diposisikan sebagai wakil rakyat. Kejadian di DPRD DKI yang menganggap seorang anggota muda melanggar etik karena menyampaikan kepada publik kejanggalan anggaran DKI adalah contohnya. Politikus bertebaran, tetapi watak negarawan sangat langka.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jalan Pariaman, Pasar Manggis, Jakarta Selatan 12970
Nyaris Mustahil?
Di harian Kompas (Senin, 11/11/2019) ada tulisan tentang energi terbarukan (ET) berjudul ”Misi Hampir Mustahil”. Lesan (target) bauran energi nasional dengan pangsa 23% dari ET diragukan, apakah akan tercapai 2025. Lesan terkait total daya 45 GW.
Kita boleh menganggap lesan total daya dan bauran serta stipulasinya itu realistik atau pesimistik, tetapi jangan diubah sebab kiblatnya sudah tepat dan semangatnya sesuai keputusan Konferensi Para Pihak di Paris, 2015. Maka, yang harus kita lakukan ialah bekerja keras untuk mencapai lesan tersebut.
Bung Karno menganjurkan agar kita ”menggantungkan cita-cita setinggi langit”. Jelas ini idealistik dan utopian, tetapi tak apalah. Kita perlu pengobar semangat.
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Sertifikat Tak Ada
Kami mendapat kredit pemilikan rumah di Harapan Indah Bekasi melalui BTN tahun 2013.
Setelah setahun mencicil, 2014, kami berencana melunasi pinjaman dengan take over bank lain. Namun, saat mendatangi BTN Harapan Indah Bekasi, bank tidak dapat menunjukkan sertifikat kami.
Kami disarankan follow up ke notaris. Namun, kami hanya dapat janji-janji palsu.
Sampai saat ini kami telah lima tahun memperjuangkan sertifikat kami, tetapi belum juga ada kejelasan. Kami jadi terjebak dalam utang ini.
Kejadian telah kami laporkan ke OJK, tetapi sudah satu tahun belum ada kejelasan.
Erick Sugondo Neo
Kelapa Gading, Jakarta