Pengesahan RUU Akan Tempatkan Perempuan dan Laki-Laki Setara
›
Pengesahan RUU Akan Tempatkan ...
Iklan
Pengesahan RUU Akan Tempatkan Perempuan dan Laki-Laki Setara
Pemerintah mendorong proses pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Pengesaan rancangan undang undang itu akan memperbaiki kualitas hidup perempuan,
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mendorong penuh proses pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Selain akan memperbaiki kualitas hidup perempuan, pengesahan rancangan undang-undang tersebut akan menempatkan perempuan dan laki-laki sebagai warga negara yang sama kedudukannya di depan hukum dan pemerintahan.
“Perempuan adalah ibu bangsa yang harus melahirkan anak-anak dan generasi yang bermutu, harus mendapat perlindungan secara hukum,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dan Konsultasi Publik, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Periode 2015-2019, Kamis (19/12/2019) di Jakarta.
Mahfud menegaskan, perlindungan perempuan merupakan salah satu bagian penting dalam isu keamanan. Karena dalam kehidupan masyarakat sering dijumpai tindak kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan. “Jadi, kita menghadapi budaya masyarakat yang sebagian masih menganggap perempuan itu tidak setara dengan laki-laki,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Kita menghadapi budaya masyarakat yang sebagian masih menganggap perempuan itu tidak setara dengan laki-laki.
Karena itu, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, diharapkan menjadi jalan keluar dari berbagai permasalahan yang sering dialami perempuan, serta memberikan perlindungan bagi perempuan sekaligus menjawab rasa keadilan yang didambakan oleh masyarakat.
Bahkan, menjadi langkah besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menjadi bagian untuk mengubah paradigma masyarakat agar tidak lagi melakukan tindakan tindakan kekerasan seksual dalam bentuk apapun.
Jalan keluar
Pada forum yang dihadiri ratusan aktivis perempuan, Mahfud menegaskan, pengesahan RUU PKS sangat penting bagi pemerintah. RUU tersebut merupakan bentuk hadirnya negara di dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, mengingat korban kekerasan seksual tertinggi adalah perempuan. Meski demikian, laki-laki juga termasuk korban kekerasan seksual.
“Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga akan memberikan jalan keluar untuk perlindungan bagi perempuan, sekaligus menjawab rasa keadilan yang didambakan oleh masyarakat,” ujar Mahfud yang mendapat sambutan tepuk tangan dari para hadirin.
Mahfud mengungkapkan urgensi pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena kasus kekerasan seksual yang amat tinggi, yakni tiap 30 menit terjadi dua kasus kekerasan seksual. Kekerasan seksual merampas hak korban mendapatkan rasa aman di rumah, di tempat kerja, dan di ruang publik.
Harus diantisipasi
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga juga menegaskan, kekerasan seksual terhadap perempuan perlu diantisipasi. Apalagi Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2019 menyebutkan, 2.988 kasus atau 31 persen dari kasus terhadap perempuan yang dilaporkan, adalah kekerasan seksual.
Begitu juga hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2016 yang menemukan 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual.
Bintang juga menyoroti kebijakan diskriminatif yang masih bermunculan di sejumlah daerah akibat menguatnya konservatisme dan politik identitas. “Kehadiran kebijakan diskriminatif itu tak hanya berdampak pada perempuan, tapi berpotensi mendelegitimasi konstitusi, merapuhkan daya rekat kebangsaan, serta menghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional,” katanya.
Kehadiran kebijakan diskriminatif itu berdampak pada perempuan, bisa mendelegitimasi konstitusi, merapuhkan daya rekat kebangsaan, serta menghambat capaian tujuan pembangunan nasional.
Karena itu Komnas Perempuan diharapkan berkontribusi dalam mengatasi persoalan itu. Apalagi ke depan kaum perempuan menghadapi tantangan yang makin kompleks seperti adanya kesenjangan ekonomi, ketidakpastian hukum dan minimnya rasa aman bagi perempuan.
Pembiaran kekerasan
Pada acara tersebut para komisioner periode 2015-2019 yang dipimpin Azriana Manalu menyampaikan LPJ serta sejumlah rekomendasi kepada Presiden, lembaga pemerintah pusat/daerah dan masyarakat. Misalnya, rekomendasi kepada Presiden untuk meningkatkan kapasitas penyelenggara negara dalam menerapkan prinsip non diskriminasi, kesetaraan substantif, dan kewajiban negara pada seluruh penyelenggaraan tanggung jawab lembaga negara.
Selain untuk memastikan terpenuhinya hak setiap warga untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi, juga untuk menghentikan segala bentuk pembiaran terhadap kekerasan berbasis gender dan diskriminasi terhadap perempuan, baik yang dilakukan oleh penyelenggara negara, masyarakat, maupun korporasi .
Azriana dalam sambutan menyatakan, Periode 2015-2019 ditandai dengan momentum 20 tahun Reformasi dan 20 tahun kelahiran Komnas Perempuan. Momentum ini dimaknai Komnas Perempuan dengan membangun pembelajaran dan analisa kritis terhadap: penyikapan konflik, dinamika gerakan masyarakat sipil terutama gerakan perempuan, dan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dalam 20 tahun Reformasi.
Pembelajaran dan analisa kritis ini menghasilkan sejumlah gagasan untuk dituangkan dalam peta jalan baru penyikapan konflik, penguatan gerakan masyarakat sipil khususnya gerakan perempuan, dan peta jalan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
“Ketiga peta jalan baru ini diharapkan dapat menjadi platform bersama, masyarakat sipil dan Pemerintah dalam menata langkah maju penyelesaian sejumlah persoalan yang berkaitan dengan HAM dan kekerasan terhadap perempuan,” katanya Azriana.
Selain LPJ dan konsultasi publik, di tengah acara tersebut diperkenalkan 15 komisioner Komnas Perempuan yang baru terpilih untuk periode 2020-2024, yang akan bertugas mulai 1 Januari 2020 mendatang.
Ke-15 komisioner yang baru yakni Maria Ulfah Anshor (ulama perempuan)