Kemandirian dan daya saing industri farmasi nasional di pasaran perlu ditingkatkan. Untuk itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan memercepat pemberian izin edar produk farmasi.
Oleh
Evy Rachmawati
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Kemandirian dan daya saing industri farmasi nasional di pasaran perlu ditingkatkan. Untuk itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan memercepat pemberian izin edar produk farmasi melalui deregulasi persyaratan, debirokratisasi serta penyederhanaan proses pelayanan publik, dan penggunaan teknologi informasi.
“ Kami akan melakukan deregulasi persyaratan melalui revisi peraturan terkait perizinan serta debirokratisasi dan penyederhanaan bisnis proses layanan publik,” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyampaikan hal itu, saat berkunjung ke Kantor Redaksi Harian Kompas, di Jakarta, Jumat (30/12/2019).
Terkati pemberian perizinan pada pelaku usaha, pemenuhan waktu janji layanan (Service Level Agreement) registrasi obat naik 30 persen pada 2019 dibanding tahun 2016. Untuk sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) pun ada peningkatan pemenuhan waktu layanan (timeline) perizinan dari 24 persen pada 2017 menjadi 88 persen tahun 2019.
Regulasi perizinan obat disederhanakan dengan menghilangkan tahap approvable letter (surat persetujuan) dan menerapkan sistem reliance (jika obat disetujui di satu negara dengan sistem regulasi kuat seperti di Amerika Serikat, BPOM tak mengulang evaluasi keamanan dan khasiat obat). Selain itu, perizinan dilakukan dengan digitalisasi demi memercepat registrasi.
“Beberapa waktu layanan dipersingkat lebih dari 50 persen. Kami akan terus menurunkan waktu layanan dengan pemanfaatan kecerdasan buatan,” kata Penny. Sebagai perbandingan, waktu layanan registrasi beragam obat di Indonesia rata-rata 100 hari kerja, di Australia 150-210 hari kerja, di Uni Eropa 30-80 hari, dan di Singapura 180-270 hari.
Beberapa waktu layanan dipersingkat lebih dari 50 persen. Kami akan terus menurunkan waktu layanan dengan pemanfaatan kecerdasan buatan.
“ Kami melakukan deregulasi dan penyederhanaan pendaftaran obat generik dan menjaga mutu obat generik, serta memfasilitasi pengembangan obat generik pertama sebelum berakhirnya perlindungan paten obat inovator. Ini untuk mendorong tersedianya obat generik sehingga harga obat turun,” kata Penny.
Selama ini BPOM menjalankan fungsi pre-market (penerbitan izin edar obat) serta post-market (setelah obat beredar). “Jika ada pemisahan pemberian izin edar dan pengawasan post market, fungsi regulatori tak efektif. Itu mengurangi perlindungan konsumen, hilangnya kepercayaan pada obat bagi pasar ekspor, dan ada penilaian ulang oleh WHO,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyatakan, peningkatan investasi pada industri farmasi, obat, dan obat tradisional serta alat kesehatan diperlukan untuk mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Percepatan pemberian izin edar menjadi kunci untuk mendukung hal itu tanpa mengesampingkan mutu keamanan dan manfaat produk.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan berencana menarik kembali wewenang perizinan yang sebelumnya ada di BPOM agar iklim investasi bisa lebih sederhana. Pengembalian wewenang pemberian izin edar oleh Kemenkes dinilai tidak menyalahi aturan perundang-undangan.
Iklim investasi
Untuk meningkatkan daya saing industri farmasi, menurut Penny, BPOM memastikan pemenuhan industri farmasi terhadap persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sejak awal pendirian, pembangunan sistem manajemen, fisik bangunan, dan peralatan, hingga mendapatkan izin komersial.
Sampai kini, ada 224 industri farmasi di Indonesia pada 2014-2019, dab 40 perusahaan farmasi baru meliputi 23 perusahaan farmasi lokal serta 17 perusahaan farmasi asing. Untuk industri obat tradisional (IOT) dan usaka mikro kecil menengah (UMKM) OT, pada 2017 sampai Oktober 2019 jumlahnya dari 626 naik jadi 672 UMKM OT dan dari 124 jadi 129 IOT.
Terkait upaya menuju kemandirian industri farmasi, Penny menilai, terlambat untuk membangun industri kimia dasar. Selain saat ini pasar industri kimia dasar sudah dikuasai perusahaan-perusahaan dari luar negeri seperti China yang telah lama mengembangkan industri itu, jenis industri itu juga dinilai berdampak buruk bagi lingkungan.
Karena itu, kemandirian industri farmasi tidak mesti harus memproduksi sendiri semua bahan baku industri farmasi sejak tahap awal tetapi bisa dengan mengembangkan bahan baku obat berbahan alami seperti produk fitofarmaka. Saat ini BPOM telah menerbitkan izin edar untuk 25 jenis produk fitofarmaka.
Editor:
evyrachmawati
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.