Leni Haini, Mengelola Sekolah Dayung bagi Kaum Pinggiran
›
Leni Haini, Mengelola Sekolah ...
Iklan
Leni Haini, Mengelola Sekolah Dayung bagi Kaum Pinggiran
Leni Haini membangun kelompok belajar mandiri untuk anak usia dini di Jambi. Kelompok ini sangat membantu anak-anak kurang mampu untuk belajar dengan baik.
Oleh
Irma Tambunan
·4 menit baca
[caption id="attachment_11053019" align="alignnone" width="675"] Leni Haini (42), mantan atlet dayung asal Jambi, kini mengembangkan sekolah dayung bagi anak-anak tak mampu di Kampung Legok, Danau Sipin, Kota Jambi. Gambar diambil Jumat (13/12/2019).[/caption]
Bisikan Habibatul Pasehah seperti petunjuk bagi jalan hidup Leni Haini (42). Anak bungsunya yang menderita penyakit langka itu ingin sekolah. Leni tidak hanya mewujudkan keinginan Habibah, tetapi juga banyak anak kaum miskin.
”Dede ingin sekolah, Ma...,” ucap Leni, Jumat (13/12/2019), mengenang permintaan putri bungsunya tujuh tahun silam.
Saat itu, tak terbayang bagi Leni untuk mewujudkan keinginan anak yang ia panggil Habibah itu. Pasalnya, Habibah menderita Epidermolysis bullosa (EB), yakni kelainan genetika yang membuat kulitnya rapuh. Ia tak boleh terpapar matahari sedikit pun atau kulitnya bakal melepuh. Bagaimana mau sekolah jika tidak bisa keluar rumah.
Leni berpikir mendatangkan guru ke rumah buat Habibah yang sudah masuk usia sekolah dasar. Namun, kondisi ekonominya yang sedang surut membuat Leni tak sanggup membayar guru. Uang yang dimiliki Leni sudah habis untuk berobat Habibah.
”Kami sampai tak tahu lagi cara mendapatkan jalan. Segala upaya telah kami lakukan demi kesembuhan Habibah,” kata Leni, mantan atlet dayung yang pernah memenangi medali emas kejuaraan dunia perahu naga dan SEA Games pada era 1990-an. Ia sempat berpikir menjual medali-medali emasnya, tetapi pikiran itu cepat-cepat ditepisnya.
Di tengah kebingungannya menghadapi permintaan Habibah, Leni nekat membangun kelompok belajar mandiri untuk anak usia dini di rumah warisan orangtuanya di Kampung Legok, Danau Sipin, Kota Jambi. Kelompok belajar ini ternyata menarik minat anak-anak dari keluarga tak mampu yang belum sekolah. ”Awalnya saya sendiri yang mengajar. Belakangan, beberapa sukarelawan ikut membantu,” ujarnya.
Melihat besarnya antusiasme anak-anak belajar, sekolah diperluas hingga tingkat sekolah dasar dan menengah pada 2015. Bagian samping rumah dipakai sebagai ruang belajar. Belakangan Leni juga membuka sekolah dayung untuk remaja dengan nama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Dayung Habibah.
Gratis
Leni tidak pernah membayangkan dirinya mampu membangun sekolah bukan hanya untuk anaknya, melainkan juga anak-anak dari keluarga miskin di sekitar rumahnya. Yang lebih tak terbayang lagi, siswanya tidak perlu membayar iuran sekolah. Lantas, bagaimana Leni membiayai sekolahnya?
Ternyata sekolah mengandalkan bisnis sampah. Setiap hari Sabtu, selepas jam berlatih dayung, Leni dan para siswa bahu-membahu mengumpulkan sampah plastik, eceng gondok, dan sampah lain dari Danau Sipin. ”Sampah yang masuk ke danau sangat banyak. Dalam satu hari bisa terkumpul 1 ton,” kata Leni.
Sampah yang masih punya nilai ekonomi, mereka jual. Sisanya diolah menjadi barang-barang kerajinan. Hasil penjualannya digunakan untuk menutupi biaya operasional sekolah serta membeli buku-buku, alat peraga di kelas, dan perahu untuk berlatih dayung.
Bagian hidup
Danau Sipin benar-benar memberi berkah buat Leni. Ketika bocah, Leni kerap mencari ikan dari atas perahu sembari menyaksikan sejumlah atlet daerah berlatih dayung di danau itu. Memasuki usia remaja, ia direkrut Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Jambi sebagai bibit atlet dayung.
Sejak saat itu, Leni mulai digembleng sebagai atlet. Tiga tahun berselang, buah perjuangan mulai bisa dipetik. Ia mewakili Jambi pada berbagai kompetisi antardaerah. Puncaknya pada 1997, ia menyabet 3 emas pada Kejuaraan Dunia Perahu Naga (The World Dragon Boat Racing Championship) di Taipei, 2 emas pada Kejuaran Dunia di Hongkong, dan Kejuaraan Asia di Singapura. Pada tahun yang sama, ia menyabet 2 emas dan 1 perak pada SEA Games di Indonesia. Pada SEA Games 1999 di Brunei Darussalam, Leni kembali menyabet medali emas dan perak.
Kehidupan Leni berubah drastis setelah melahirkan Habibah yang mesti dirawat secara khusus. Setahun pertama sejak kelahiran Habibah, kehidupan Leni terpuruk. Uang pun habis untuk membawa si kecil berobat, tapi dokter belum dapat menemukan cara untuk memperbaiki kondisi bayinya. Pada waktu itu, yang bisa dilakukan hanya dapat menjaga kondisi Habibah tetap bertahan. Sempat terbersit untuk menjual medali-medali emasnya, namun pikiran itu cepat-cepat ditepisnya. Hingga kini, seluruh medali masih rapi tersimpan dalam laci mejanya. Perahu nasibnya membawa ia pada situasi yang sulit.
Namun, Leni mampu mendayung kembali perahu itu menuju masa depan yang lebih cerah. Ia melakukan itu bukan hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, melainkan juga untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu yang juga mendambakan masa depan cerah.
Leni Haini (42), mantan atlet dayung asal Jambi, kini mengembangkan sekolah dayung bagi anak-anak tak mampu di Kampung Legok, Danau Sipin, Kota Jambi. Gambar diambil Jumat (13/12/2019). Leni bersama putri bungsunya, Habibah yang menderita Epidermolysis bullosa.
Biodata: Leni Haini (42)
Lahir: Jambi, 8 Februari 1978
Suami: Muhammad Ikhsan
Anak: M Fikri Insani (18), Musdalifah Hana (14), dan Habibatul Pasehah (9)
Pendidikan: Kejar paket C
1991- 2000 : Atlet dayung
2013-2017 : Pelatih dayung POPSI Provinsi Jambi
2014: Mendirikan PAUD Bank Sampah
2015: Mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Dayung Habibah