Belanja Modal Pemerintah Terkontraksi, Pembangunan Infrastruktur Terhambat
›
Belanja Modal Pemerintah...
Iklan
Belanja Modal Pemerintah Terkontraksi, Pembangunan Infrastruktur Terhambat
Belanja modal negara sepanjang Januari-November 2019 mengalami kontraksi negatif 6,8 persen secara tahunan. Kontraksi belanja modal menyebabkan investasi pemerintah melambat.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belanja modal negara sepanjang Januari-November 2019 mengalami kontraksi negatif 6,8 persen secara tahunan. Kontraksi belanja modal menyebabkan investasi pemerintah melambat.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi belanja modal per November 2019 sebesar Rp 119,5 triliun atau 63,1 persen dari target APBN 2019, yakni Rp 189,3 triliun. Realisasi belanja modal itu turun 6,8 persen dibandingkan dengan periode sama tahun 2018.
Kondisi itu mengakibatkan pertumbuhan investasi pemerintah atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) melambat dari 6,96 persen pada triwulan III-2018 menjadi 4,21 persen pada triwulan III-2019. Kontribusi PMTB terhadap produk domestik bruto (PDB) triwulan III-2019 sebesar 32,32 persen.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, berpendapat, pengereman belanja modal membuat sejumlah pembangunan proyek infrastruktur nasional tertunda.
”Biasanya PMTB tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi karena serapan belanja modal sesuai ekspektasi,” kata Ahmad ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (25/12/2019).
Pada triwulan III-2019, PMTB tumbuh 4,21 persen, sementara perekonomian RI tumbuh 5,02 persen.
Ahmad mengatakan, belanja modal harus terus digenjot apalagi pembangunan infrastruktur masih menjadi prioritas pemerintah dalam lima tahun ke depan. Penyerapan belanja modal juga bergantung pada perbaikan iklim investasi dalam negeri, seperti proses lelang barang, pengadaan lahan, dan pengurusan izin.
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, realisasi pembangunan proyek strategis nasional masih kurang dari 50 persen. Baru 91 proyek selesai dari 223 proyek infrastruktur yang dicanangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018.
”Meskipun realisasinya kurang dari 50 persen, digabung dengan total proyek yang masih konstruksi sudah mencapai sekitar 87 persen,” kata Wahyu.
Perpres No 56/2018 menyebutkan, proyek strategis nasional untuk tahun 2018-2019 berjumlah 223 proyek dan 3 program, yakni program kelistrikan, program industri pesawat terbang, serta pemerataan ekonomi. Total nilai investasi sebesar Rp 4.183 triliun.
Penyebab kontraksi
Secara terpisah, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, ada beberapa penyebab realisasi belanja modal pada November 2019 tumbuh negatif. Salah satunya ada hambatan dalam penyerapan anggaran.
”Lelang proyek harus dilakukan lebih dini sehingga penyerapan belanja modal bisa dipercepat,” ujar Askolani.
Untuk mempercepat serapan belanja modal tahun 2020, pemerintah meminta kementerian/lembaga mempercepat lelang proyek dan proses pengadaan barang. Kedua tahapan itu bisa segera dilakukan seusai penyerahan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Belanja modal berlaku untuk pembiayaan proyek lebih dari setahun (multiyears).
Kemenkeu dan Bappenas juga tengah menyusun skema perbaikan sistem penganggaran. Pada dasarnya, alokasi anggaran belanja di tingkat pusat dan daerah harus sesuai dengan rencana kerja pemerintah dan agenda prioritas pembangunan. Tumpang tindih program diminimalkan agar penyaluran anggaran lebih efisien.
Askolani mengatakan, paling tidak ada empat fokus reformasi belanja negara ke depan, yakni penajaman program dan output kegiatan, perbaikan koordinasi pusat dan daerah, penyederhanaan sistem penganggaran, dan perubahan sumber belanja. Detail perubahan belum bisa dipublikasikan.
”Skema reformasi belanja negara masih akan disiapkan tahun 2020 kemudian ditargetkan bisa terlaksana penuh tahun 2021,” kata Askolani.
Selain itu, Kemenkeu juga akan menetapkan standar harga satuan untuk jenis kegiatan tertentu. Tujuannya agar kementerian/lembaga dan pemda tidak lagi mengalokasikan anggaran belanja lebih tinggi dari seharusnya. Dengan demikian, efisiensi belanja bisa ditingkatkan dan potensi korupsi diperkecil.