Pejabat Pemerintah Daerah di Jatim Rentan Terjerat Korupsi
›
Pejabat Pemerintah Daerah di...
Iklan
Pejabat Pemerintah Daerah di Jatim Rentan Terjerat Korupsi
Korupsi di lingkungan birokrasi pemerintahan daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur masih subur. Sekretaris Daerah Kabupaten Gresik Andhy Hendro Wijaya didakwa memotong insentif pungutan pajak daerah pegawai.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Korupsi di lingkungan birokrasi pemerintahan daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur masih subur. Sekretaris Daerah Kabupaten Gresik Andhy Hendro Wijaya didakwa memotong insentif pungutan pajak daerah pegawai Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah senilai Rp 2,1 miliar, Jumat (27/12/2019).
Pada saat yang sama, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Bangkalan Syamsul Arifin dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Bangkalan Mulyanto Dahlan didakwa korupsi dana bantuan untuk badan usaha milik desa sebesar Rp 9 miliar. Perbuatan mereka dinilai telah merugikan negara hingga Rp 8,4 miliar.
Perkara korupsi yang melibatkan pejabat daerah itu terungkap dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan itu, dilakukan secara terpisah dan para terdakwa didampingi kuasa hukum masing-masing.
Semua pihak yang terlibat dalam perkara korupsi harus diadili. Tidak ada perlakuan istimewa termasuk terhadap Sekretaris Daerah Gresik, ujar Ali Sandi
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Gresik Dimas Adji Wibowo dalam dakwaannya mengatakan korupsi yang dilakukan Andhy terjadi saat dia menjabat sebagai Kepala BPPKAD 2018 lalu. Bersama dengan Sekretaris BPPKAD Mukhtar (Pelaksana teknis Kepala BPPKAD), terdakwa dengan kewenangannya telah memotong insentif pungutan pajak daerah para pegawai BPPKAD Gresik selama 2018.
Dia berdalih melanjutkan kebijakan pimpinan lama dan menggunakan uang hasil pemotongan untuk biaya kebutuhan kantor yang tidak terakomodir dalam anggaran APBD Gresik. Namun, faktanya dana tersebut sebagian besar dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan kepentingan pihak lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Contohnya uang diberikan kepada Asisten I, Asisten II, Asisten III Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Gresik, Kabag Hukum, Kasubag Hukum, ajudan dan sekpri Bupati Gresik, ajudan Wakil Bupati, ajudan Sekda, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta pihak lain.
Bantuan keuangan desa
Sementara itu terdakwa Syamsul Arifin dan Mulyanto Dahlan didakwa terlibat dalam perkara korupsi program bantuan keuangan untuk 273 desa di Kabupaten Bangkalan. Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Bangkalan Angga Ferdian mengatakan kasus bermula saat Pemkab Bangkalan berinisiatif memberi bantuan keuangan desa berupa kambing etawa yang akan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) untuk dikelola pada 2017.
Setiap desa rencananya menerima empat ekor kambing etawa betina dengan nilai total Rp 13,7 juta dan seekor kambing etawa jantan senilai Rp 10 juta. Kambing akan disediakan oleh Hadi Wiyono yang mengatasnamakan CV Etawa Lumajang. Total dana untuk program bantuan keuangan desa tersebut sekitar Rp 9 miliar.
Dari kebutuhan anggaran Rp 9 miliar, sebanyak Rp 3,753 miliar berasal dari APBD Kabupaten Bangkalan 2017. Sedangkan sisanya Rp 5,2 miliar berasal dari APBDes sebanyak 273 desa. Pemerintah desa diminta mengalokasikan Rp 20 juta dari APBDes. Uang Rp 20 juta itu untuk pembelian seekor kambing etawa jantan dan pembuatan kandang kambing Rp 10 juta.
Penggunaan APBDes untuk pengadaan kambing itu tanpa melalui mekanisme musyawarah desa sebagai dasar penyusunan rencana APBDes. Dasarnya hanya Surat Edaran Bupati Bangkalan Muh Makmun Ibnu Fuad tanggal 17 Maret 2017. Dalam pelaksanaannya program tersebut bermasalah.
Hadi Wiyono selaku penyedia kambing tidak dibayar padahal dia sudah mengirimkan ribuan ekor kambing ke 273 desa. Dana yang dialokasikan untuk pendamping yang akan menjadi tutor dalam perawatan kambing etawa, tidak direalisasikan. Nilainya Rp 545 juta. Total uang yang diduga diselewengkan mencapai Rp 8,4 miliar.
Menanggapi dakwaan jaksa tersebut, para terdakwa menyatakan keberatan. Dibantu oleh kuasa hukum masing-masing, mereka berencana menyusun nota eksepsi. Majelis hakim memberi kesempatan terdakwa menyampaikan eksepsinya pada sidang lanjutan yang akan digelar pekan depan.
Tuntut keadilan
Sementara itu di halaman Gedung Pengadilan Tipikor Surabaya, belasan warga Gresik berunjukrasa. Mereka menyampaikan dukungannya kepada pengadilan untuk mengusut tuntas korupsi yang terjadi di Pemkab Gresik karena merugikan masyarakat. Massa menuntut agar penanganan perkara tidak dilakukan dengan cara tebang pilih.
“Semua pihak yang terlibat dalam perkara korupsi harus diadili. Tidak ada perlakuan istimewa termasuk terhadap Sekretaris Daerah Gresik,” ujar koordinator pengunjukrasa Ali Sandi.
Unjukrasa itu dilakukan karena selama berperkara, Sekda Gresik Adhy tidak ditahan dengan alasan terdakwa kooperatif. Faktanya, terdakwa yang saat ini tetap menduduki jabatan Sekda, beberapa kali mangkir saat diperiksa sebagai saksi maupun saat diperiksa sebagai tersangka.
Terdakwa juga pernah melarikan diri dan tidak masuk kerja tanpa izin selama lebih dari dua pekan, sehingga Bupati Gresik Sambari Halim Radianto menunjuk Kepala Badan Kepegawaian Daerah Gresik sebagai pelaksana harian Sekda Gresik untuk mengisi kekosongan jabatan.