Tahun 2020 menyisakan pekerjaan rumah bagi tim angkat besi Indonesia, yakni meloloskan lebih banyak lifter ke Olimpiade Tokyo 2020, memenuhi ambisi merebut medali emas pertama kali, dan memastikan regenerasi berjalan.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·5 menit baca
Berdasarkan peringkat dunia yang dikeluarkan Federasi Angkat Besi Internasional (IWF), saat ini Indonesia telah menempatkan dua lifter pada jajaran atlet elite peringkat delapan besar dunia yang berpeluang tampil di Olimpiade. Mereka adalah lifter putra kelas 61 kilogram Eko Yuli Irawan (peringkat kedua) dan lifter remaja putri kelas 49 kg Windy Cantika Aisah (peringkat keenam).
Selain Eko dan Windy, tim ”Merah Putih” masih berusaha menambah kuota atlet di Olimpiade. Mereka yang masih berjuang merebut tiket ke Olimpiade antara lain lifter kelas 67 kg putra Deni (peringkat ke-12) serta dua lifter kelas 73 kg putra, Rahmat Erwin Abdullah (ke-16) dan Triyatno (ke-33). Untuk tampil di Tokyo, atlet harus menempati peringkat delapan dunia dan mengikuti minimal enam kejuaraan IWF pada periode kualifikasi 18 bulan.
Dengan waktu tersisa enam bulan, ada dua kejuaraan menanti sebagai kualifikasi akhir tim Indonesia menuju Olimpiade, yaitu Kejuaraan Internasional Fajr Cup pada 1-5 Februari di Rasht, Iran, dan Kejuaraan Asia di Nur-Sultan, Kazakstan, pada 16-25 April.
Untuk Windy Cantika yang masih berusia 17 tahun, ada peluang untuk mengikuti kualifikasi pada Kejuraan Asia Yunior, 13-19 Februari di Tashkent, Uzbekistan, dan Kejuaraan Dunia Yunior pada 14-21 Maret di Bukarest, Romania.
Dengan waktu yang tersisa, Eko Yuli dan Windy Cantika harus mampu menjaga peringkat agar posisi mereka di Olimpiade tidak tegeser. Sementara itu, atlet-atlet lainnya harus berjuang lebih keras, antara lain dengan meningkatkan jumlah angkatan snatch dan clean and jerk, agar bisa masuk dalam peringkat delapan dunia.
Cita-cita besar
Apabila bisa memastikan tiket ke Olimpiade, Eko Yuli dan kawan-kawan akan menjadi tulang punggung Indonesia untuk meraih emas pertama dari cabang angkat besi pada pesta olahraga terbesar dunia itu. Sebuah cita-cita besar yang sangat mungkin diwujudkan, sekaligus memberikan tantangan dan tanggung jawab besar yang harus dijawab oleh para atlet, tim pelatih, dan pemangku kebijakan negeri ini.
Manajer tim angkat besi Indonesia Alamsyah Wijaya mengatakan, Eko Yuli (30) mempunyai peluang besar untuk meraih emas Olimpiade.
”Kini adalah saatnya, peluang terbesar untuk Eko meraih medali emas. Olimpiade Paris 2024 mungkin Eko masih bisa, dia punya semangat tinggi. Tetapi, usianya tidak lagi muda, fasilitas dan dukungan harus lebih baik. Jadi menurut saya, Tokyo 2020 kesempatan terbaik Eko,” kata Alamsyah di Jakarta, Minggu (22/12/2019).
Eko Yuli menjadi harapan karena berpengalaman telah mengoleksi tiga medali Olimpiade. Ia juga memegang gelar juara dunia 2018 dan mempunyai catatan angkatan terbaik 317 kg, terdiri dari snatch 143 kg dan clean and jerk 174 kg. Jumlah angkatan Eko Yuli hanya tertinggal 1 kg dari rekor dunia yang dipegang lifter China, Li Fabin.
Selain itu, menurut Alamsyah, Eko Yuli mempunyai punya motivasi pribadi yang kuat untuk meraih emas Olimpiade. ”Motivasi kuat itu menjadi modal yang harus kita dukung maksimal. Motivasi meraih emas datang dari diri sendiri bukan dari orang lain,” ujarnya.
Eko Yuli mengatakan, jumlah angkatan total Li Fabin menjadi patokan agar ia bisa melewati jumlah itu pada Olimpiade Tokyo 2020. ”Kalau jumlah angkatan Li Fabin 318 kg, berarti saya harus mengejar sampai 320 kg. Saya menargetkan bisa mencapai puncak penampilan di Olimpiade. Masih ada tujuh bulan persiapan jadi tidak terlalu terburu-buru,” ujarnya.
Belajar dari kegiatan pelatnas dan kejuaraan sepanjang 2019, Eko mengatakan ia ingin lebih baik dalam mempersiapkan diri menuju Olimpiade. Persiapan dilakukan antara lain dengan menjaga pola latihan, pemulihan, dan mengatur jadwal kejuaraan agar tidak cedera.
”Sepanjang 2019, saya mengikuti banyak kejuaraan dan hampir semuanya ditargetkan mendapat medali. Ini membuat tubuh kelelahan dan sempat cedera engkel. Untuk selanjutnya, latihan dan kejuaraan harus diatur agar tidak cedera,” kata Eko.
Eko mengatakan, dengan dua kejuaraan tersisa ia tidak memasang target muluk untuk mencapai angkatan terbaik. Ia justru memasang strategi untuk menjadikan ajang yang termasuk dalam kualifikasi Olimpiade ini untuk mematangkan mental berlomba dan melihat progress angkatan. Adapun, angkatan terbaik diusahakan dicapai pada Tokyo 2020.
Untuk mencapai prestasi yang diinginkan, Eko Yuli dan kawan-kawan perlu mendapat perhatian khusus. Dalam hal pemulihan, misalnya, diperlukan tim yang melekat bersama atlet. Saat ini, tim pemulihan hanya datang dua kali dalam sepekan. Tim pemulihan menangani 15 atlet pelatnas. Atlet harus mengantre untuk fisioterapi.
Selanjutnya, diperlukan tim pemulihan khusus untuk atlet yang lolos ke Olimpiade. Tim pemulihan dapat menangani fisik atlet sebelum dan sesudah latihan. Tim pemulihan ini dibutuhkan untuk mencegah atlet mengalami cedera.
Pengalaman Eko Yuli tampil di Kejuaraan Dunia 2019 dalam kondisi cedera engkel sebaiknya tidak terulang agar lifter peraih medali emas Asian Games 2018 itu bisa mencapai hasil maksimal.
Selain itu, nutrisi untuk atlet juga harus diperhatikan. Beberapa atlet pelatnas harus menjaga berat badan tubuhnya agar sesuai kategori lomba sekaligus bisa berlatih maksimal.
Alamsyah mengatakan, menyediakan tim pemulihan yang melekat dengan tim tidak mudah karena berkaitan dengan anggaran.
”Selama ini memang baru datang 2 -3 kali per minggu. Bisa kita datangkan setiap hari, tetapi ini tergantung anggaran. Nanti, saya akan bicara dengan tim Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional,” katanya.
Regenerasi
Menurut Alamsyah, tugas berat tim angkat besi Indonesia tidak hanya berkaitan dengan persiapan atlet menuju Olimpiade Tokyo 2020. Tim angkat besi Indonesia juga harus menyiapkan regenerasi untuk Olimpiade Paris 2024.
Saat ini, tim angkat besi Indonesia memiliki sembilan atlet berusia 17-18 tahun yang disiapkan menuju Olimpiade Paris 2024. Para lifter muda Indonesia itu telah mengukir hasil manis pada SEA Games Filipina 2019. Lifter Windy Cantika dan Rahmat Erwin Abdullah, misalnya, berhasil menunjukkan dominasinya dengan untuk pertama kali meraih emas SEA Games 2019.
Empat lifter remaja lainnya juga pulang membawa medali. Keempat lifter putri itu merebut medali perunggu di kelas masing-masing, yakni Juliana Klarisa (55 kg), Putri Aulia Andriani (59 kg), Bernadicta Mei Study (64 kg), dan Tsabitha Alfiah Ramadani (71 kg).
Mereka berhasil membawa pulang medali pada penampilan perdana di SEA Games. Ini merupakan modal sekaligus tanggung jawab untuk memastikan regenerasi tetap berjalan. Apalagi, sejumlah lifter senior berencana untuk pensiun pada 2020.
Alamsyah mengatakan, secara prestasi penampilan lifter-lifter muda cukup baik. Namun, pihaknya harus memastikan pembinaan berjalan secara berkesinambungan mengingat atlet-atlet ini disiapkan untuk bersinar pada 2024 dan 2028.
”Persiapan harus dilakukan berkesinambungan, bukannya putus-putus per tahun seperti yang saat ini berjalan,” ujarnya.