Juli 2020, Pemakaian Kantong Plastik Dilarang di Jakarta
›
Juli 2020, Pemakaian Kantong...
Iklan
Juli 2020, Pemakaian Kantong Plastik Dilarang di Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat, mulai Juli 2020. Jika aturan itu tak dipatuhi, pengelola akan dikenai sanksi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/HELENA F NABABAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat, mulai Juli 2020. Jika aturan itu tak dipatuhi, pengelola akan dikenai sanksi berupa teguran tertulis, denda atau uang paksa, ataupun pencabutan izin usaha.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih, di Jakarta, Selasa (7/1/2020), mengatakan, aturan larangan pemakaian kantong plastik tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.
Pergub tersebut telah ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 27 Desember 2019 dan diundangkan pada 31 Desember 2019. Namun, kebijakan baru mulai diterapkan enam bulan sejak diundangkan.
”Enam bulan itu waktunya sosialisasi. Per 1 Juli 2020, (aturan) efektif berlaku,” ujar Andono.
Dalam Pasal 5 Ayat 1 regulasi itu tertulis, pengelola pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat wajib mengunakan kantong belanja ramah lingkungan. Kemudian, pada Pasal 5 Ayat 2 ditegaskan, terhadap kewajiban tersebut, mereka dilarang menggunakan kantong belanja plastik sekali pakai.
Tak hanya itu, pengelola juga berkewajiban menyosialisasikan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan dan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai kepada seluruh pelaku usaha di pusat perbelanjaan, toko swalayan, atau pasar rakyat yang dikelolanya. Pengelola juga wajib mengawasi dan menegur pelaku usaha yang melanggar aturan.
Andono menuturkan, pemerintah daerah akan ikut mengawasi penerapan kebijakan tersebut. Hasil pengawasan akan dilaporkan secara berkala kepada Gubernur DKI setiap enam bulan sekali.
”Untuk pengawasan, saya pastikan efektif karena ada masyarakat dan media juga. Silakan, laporkan kepada kami kalau ada aturan yang tak diindahkan,” ujarnya.
Pemerintah daerah akan ikut mengawasi penerapan kebijakan tersebut. Hasil pengawasan akan dilaporkan secara berkala kepada Gubernur DKI setiap enam bulan sekali.
Andono berharap penerapan kebijakan ini dapat mengurangi timbulan sampah yang bersumber dari sampah kantong plastik. Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, dari 7.500 ton sampah yang masuk ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang setiap hari, 14 persennya merupakan sampah plastik.
”Paling banyak itu sampah plastik sekali pakai. Yang mau kami kurangi itu. Belanja cuma sebentar gitu, kok, pakai kantong. Kalau pemakaian bisa dikurangi, timbulan sampah plastik bisa berkurang signifikan,” ucap Andono.
Dalam Bab VII Pasal 22 hingga Pasal 29, diatur pula soal sanksi administratif. Sanksi akan diberikan kepada pengelola pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat jika kelak ada pedagang yang tetap menyediakan kantong plastik sekali pakai. Sanksi tersebut berupa teguran tertulis, denda atau uang paksa, ataupun pencabutan izin usaha.
Teguran tertulis akan diberikan secara bertahap sampai tiga kali. Apabila teguran itu tak diindahkan, pengelola bisa dikenai denda mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 25 juta.
”Misal, jika dia sudah kena Rp 5 juta, lalu seminggu kemudian dia masih menyediakan (kantong plastik sekali pakai) itu, maka dendanya berlipat Rp 5 juta menjadi Rp 10 juta, sampai Rp 25 juta,” kata Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati.
Teguran tertulis akan diberikan secara bertahap sampai tiga kali. Apabila teguran itu tak diindahkan, pengelola bisa dikenai denda mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 25 juta.
Sementara itu, sanksi pembekuan izin, seperti yang diatur di dalam Pasal 27, akan diberikan terhadap pengelola yang tidak kunjung membayar denda uang paksa dalam waktu lima pekan. Pembekuan izin diberikan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) berdasarkan rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup.
Jika pengelola sudah diberi sanksi pembekuan izin tetapi tetap tidak membayar uang paksa, izin usahanya akan dicabut.
”Sanksi pencabutan izin diberikan oleh Dinas PM-PTSP berdasarkan persetujuan Gubernur atas usulan Dinas Lingkungan Hidup,” ujar Rahmawati.
Tak hanya soal sanksi, Pergub No 142/2019 juga mengatur pemberian insentif bagi pengelola pasar yang tidak menyediakan kantong plastik sekali pakai serta secara aktif mengedukasi konsumen untuk menolak penggunaan kantong plastik sekali pakai. Insentif itu berupa pengurangan atau keringanan pajak daerah.
”Kami mengakomodasi ketika mereka melakukan lebih dari kewajiban. Itu bentuk apresiasi,” tutur Rahmawati.
Jadi barometer
Secara terpisah, Koordinator Nasional Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Rahyang Nusantara, mengapresiasi langkah Gubernur DKI Jakarta atas kebijakan pemakaian kantong belanja ramah lingkungan dan larangan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan.
Kebijakan tersebut merupakan jawaban atas dorongan masyarakat Jakarta untuk mengikuti Banjarmasin, Bogor, dan Bali yang sudah lebih dulu melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai.
”Tentunya sebagai ibu kota negara, Jakarta ini akan menjadi barometer kota, kabupaten, dan provinsi lainnya,” ujar Rahyang.
Meski demikian, menurut Rahyang, langkah ini harus dilanjutkan dengan penegakan aturan di pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat. Pemerintah harus mampu mengawasi dan memastikan pelaku usaha menerapkan kebijakan yang ada.
”Masyarakat juga tentunya bisa terlibat dengan membawa tas belanja sendiri dari sekarang (tidak perlu menunggu bulan Juli),” katanya.
Sementara itu, kalangan produsen plastik yang tergabung dalam Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) menilai larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai tidak menyelesaikan masalah.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Inaplas Fajar Budiono menyampaikan, masalah sampah plastik sebenarnya terletak di manajemen pengelolaan sampah.
”Yang kantong ramah lingkungan kayak apa, kan, belum jelas. Kalau yang dimaksud (kantong) yang ramah lingkungan itu oxo-biodegradable atau compostable, kalau manajemen pengelolaan sampahnya belum diperbarui, ya akan berantakan juga. Bahkan, (kantong oxo-biodegradable atau compostable) itu tidak bisa didaur ulang dan malah jadi masalah baru,” tutur Fajar.
Kantong plastik oxo-biodegradable atau compostable adalah kantong plastik yang dapat diurai oleh mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur, dalam periode waktu tertentu.
Oleh karena itu, lanjut Fajar, Inaplas akan membahas lebih lanjut aturan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai ini secara internal. Kemudian, Inaplas akan meminta waktu berdiskusi dengan Gubernur DKI Jakarta.