Bagaimana menata keuangan, baik pascabencana maupun musibah lain?
Oleh
PRITA HAPSARI GHOZIE
·4 menit baca
Tahun 2020 diawali dengan banjir yang melanda beberapa daerah di Jabodetabek dan wilayah lain. Serangkaian bencana tersebut tentu saja berdampak terhadap sebagian rumah tangga di daerah yang terkena musibah. Anggota keluarga sakit, rumah rusak, kendaraan lenyap, atau tempat usaha tidak beroperasi. Saya dan keluarga bersyukur tidak terkena, tetapi pasti terketuk untuk ikut membantu. Lalu, bagaimana menata keuangan, baik pascabencana maupun musibah lain?
Paling pertama adalah mari mengakui bahwa ada masalah dalam pengaturan keuangan akibat hal tak terduga dan selalu jujur terhadap perubahan situasi keuangan diri sendiri. Hidup memang seperti roda. Jika sedang di atas, patutlah bersyukur dan tidak ada salahnya mengulurkan bantuan bagi yang membutuhkan. Jika sedang di bawah, bersabarlah dan tetap realistis dalam memberikan bantuan.
Kedua, evaluasi pemakaian dana darurat dan arus kas dari pos pengeluaran yang lain. Elemen asuransi yang sering kami ajarkan untuk mengelola penghasilan meminta Anda untuk memiliki dana darurat dan asuransi. Dalam hal kebutuhan tak terduga, yang akan berperan besar adalah kecukupan dana darurat karena asuransi fungsinya hanya bisa mengganti kerugian setelah klaim kejadian diterima.
Kebutuhan dana darurat setiap orang akan berbeda bergantung pada situasi kehidupannya. Secara umum, kebutuhan minimum setiap orang adalah dapat menutup biaya hidup utama untuk satu bulan ke depan. Masih ingat konsep bujet 50:30:20? 50 adalah alokasi bulanan untuk biaya hidup utama. Jika biaya hidup sejumlah Rp 5 juta, maka rumah tangga perlu ada dana darurat minimal sejumlah Rp 5 juta yang dialokasikan
di tabungan terpisah. Namun, idealnya, keluarga akan terus mengumpulkan dana darurat hingga jumlah idealnya, yaitu biaya hidup utama dikali faktor ideal. Berikut ini indikatornya.
Dikali 3 jika Anda tidak memiliki komitmen utang, berpenghasilan di bawah Rp 100 juta setiap tahun, dan tidak memiliki tanggungan, termasuk orangtua. Dikali 6 jika Anda sudah memiliki pasangan (yang mungkin juga bekerja), tetapi sudah memiliki komitmen utang bulanan. Dikali 9 jika Anda berpenghasilan di atas Rp 100 juta, sudah memiliki tiga tanggungan, dan masih memiliki komitmen utang bulanan. Dikali 12 jika Anda menanggung hidup anak dan orangtua (serta anggota keluarga lain) atau Anda bekerja sebagai pekerja lepas ata pun pengusaha.
Ketiga, evaluasi apakah ada penarikan fasilitas dana tunai alias berutang. Jika ternyata saat kondisi darurat, misalkan ada pengeluaran untuk mengungsi, membersihkan rumah, dan lainnya tetapi tidak didukung dengan dana darurat, maka kemungkinan besar rumah tangga mengambil pinjaman untuk menutupnya. Maka, penghasilan bulan depan sebaiknya diutamakan untuk melunasi pinjaman konsumtif ini.
Keempat, periksa polis asuransi kerugian jika ada. Hindari pemaksaan untuk menerjang banjir atau menyalakan mesin jika Anda berencana melakukan klaim asuransi. Yang sebaiknya dilakukan adalah menyiapkan dokumentasi klaim dan foto pendukung. Untuk kesehatan, utamakan penggunaan BPJS Kesehatan. Apabila ada surat-surat kependudukan dan surat penting yang rusak, segera bawa ke kantor Arsip Nasional untuk restorasi.
Kelima, bangun kembali dana darurat dengan penghasilan beberapa bulan ke depan. Mungkin investasi di luar dana pensiun perlu ditunda dahulu karena prioritas utama adalah membangun dana darurat.
Jika keadaan yang berjaga-jaga sudah dipersiapkan dengan baik, bagaimana jika ingin turut membantu saudara yang terkena musibah? Saat memutuskan untuk mengeluarkan dana bantuan, sebaiknya sukarelawan juga harus sadar dan rasional untuk tetap harus dapat hidup secara normal. Jangan sampai dana donasi dengan niat membantu berakibat harus berutang untuk kebutuhan rumah tangga ke depannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa ada batasan dalam membantu saudara atau teman. Setiap keluarga memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam urusan sosial sehingga Anda dan pasangan harus dapat berkomunikasi dan sepakat mengenai batasan tersebut.
Agar dapat tetap membantu sesama tanpa membuat limbung keuangan, maka tetap berpegang pada anggaran bulanan. Jangan lupa untuk memasukkan pos dana sosial ke dalam anggaran rumah tangga. Lalu, diskusikan dengan pasangan mengenai angka dana bantuan maksimal yang dapat dikeluarkan setiap bulannya. Selalu sadar terhadap kemampuan diri sendiri adalah kuncinya. Jangan pernah membohongi diri sendiri hanya karena Anda merupakan anggota keluarga yang paling berhasil di keluarga sehingga merasa harus untuk membantu walaupun akibatnya keluarga sendiri telantar.
Betul, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun, sebagai umat yang baik, marilah kita berusaha dengan membuat perencanaan yang baik dan senantiasa berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar senantiasa dilindungi dari berbagai musibah. Semoga bermanfaat.