Sinkronisasi data antara sekolah dengan pangkalan Data Pokok Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum tertata rapi. Hal itu menghambat siswa mendaftar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Banyak siswa tidak bisa memermanenkan data saat mendaftar mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau SNMPTN. Itu menunjukkan sinkronisasi data antara sekolah dengan pangkalan Data Pokok Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum rapi.
Rekapitulasi data oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) per tanggal 10 Januari menunjukkan sebanyak 1.385.381 siswa kelas XII di sekolah dan madrasah yang sudah mendaftar. Dari jumlah total siswa yang mendaftar itu, 1.272.655 siswa di antaranya sudah memermanenkan data, dan sisanya tak melakukan permanen data sehingga tidak bisa mengikuti SNMPTN.
"Dari berbagai laporan, ada beberapa penyebab kendala di permanen data," kata Ketua Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia Asep Tapip Yani ketika dihubungi di Bandung, Jawa Barat, hari Senin (13/1/2020).
Ada kasus siswa ketika memasukkan data ke akun mereka di portal LTMPT tidak lengkap. Ada pula yang sudah memasukkan data lengkap tetapi tidak mengklik tombol "permanen data" sehingga data tak tersimpan di sistem LTMPT. Hal ini tidak didukung ketelatenan pihak sekolah mendampingi siswa dalam melaksanakan setiap tahap unggah data.
Faktor kedua adalah, ketidaksinkronan data sekolah dengan Data Pokok Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dapodik). Contohnya, ejaan nama siswa dan orangtua yang berbeda.
Menurut Asep, sekolah bisa mengajukan perbaikan data ke Dapodik, tetapi belum semua sekolah sigap melakukannya secepat mungkin. Di lain sisi, ketika sekolah mengajukan perbaikan, belum tentu segera ditanggapi teknisi Dapodik di Kemendikbud mengingat banyaknya jumlah data yang mereka kelola.
Sinkron
Sementara Pelaksana Tugas Pusat Prestasi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Bastari yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Pusat Data Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud, mengutarakan, ketidaksinkronan pemasukan data oleh operator sekolah per jenjang masih jadi penyebab utama. Itu juga terjadi saat Dapodik berintegrasi dengan pangkalan data siswa madrasah yang dikelola EMIS Kementerian Agama.
Masalah paling awam ialah satu nomor induk siswa nasional (NISN) diisi beberapa nama berbeda, padahal individunya sama. Contohnya, pada akte kelahiran tertulis nama anak tersebut Muhammad Ali. Ketika masuk SD, operator sekolah menuliskan nama di Dapodik berupa M Ali. Di saat naik ke jenjang SMP, nama yang masuk ke Dapodik adalah Muhamad Ali.
Masalah paling awam ialah satu nomor induk siswa nasional (NISN) diisi beberapa nama berbeda, padahal individunya sama.
"Akibatnya, ketika anak itu lulus SMA dan mau mendaftar di portal LTMPT ia ditolak sistem. Sistem melihat kesalahan karena satu NISN tapi berisi tiga nama," papar Bastari.
Selain itu, ada banyak kasus kesalahan penulisan nama orangtua. Budaya menulis nama siswa dan orangtua secara akurat belum dipraktikkan dengan menyeluruh di sekolah maupun dinas pendidikan. "Solusinya adalah per tahun 2021 semua data akan menggunakan satu nomor, yaitu Nomor Induk Kependudukan Nasional agar sinkronisasi terlaksana," kata Bastari.