KPK masih belum mengetahui keberadaan mantan caleg PDI-P, Harun Masiku, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR yang turut menyeret mantan anggota KPU, Wahyu Setiawan.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/SHARON PATRICIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — KPK masih belum mengetahui keberadaan mantan caleg PDI-P, Harun Masiku, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR yang turut menyeret mantan anggota KPU, Wahyu Setiawan. Sementara itu, Ketua KPU menampik adanya keterlibatan komisioner KPU lainnya dalam kasus ini.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, KPK belum mengetahui keberadaan Harun Masiku yang saat ini masih buron. KPK juga belum menetapkan Harun untuk masuk daftar pencarian orang (DPO).
”Setiap orang yang sudah kami tetapkan sebagai tersangka pasti kami lakukan pencarian. Untuk itu, kami tetap lakukan pengejaran dan sudah mengirim surat ke Kemenkumham,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Firli juga menyatakan tidak tahu apakah Harun masih berada di luar negeri atau sudah kembali ke Indonesia. Ia menjelaskan, KPK juga telah berkoordinasi dengan Polri karena memiliki jaringan yang cukup luas untuk bisa mengetahui keberadaan tersangka yang berada di luar negeri.
”Kalau ada informasi Harun sudah berada di dalam negeri, saya harus cek lagi ke Kemenkumham. Karena, siapa pun yang masuk ke dalam negeri, tercatat dalam aplikasi milik Dirjen Imigrasi. Namun, jika infonya Harun berada di Singapura, kami akan bekerja sama dengan Kedutaan Besar Singapura dan Kemlu,” ucapnya.
Secara terpisah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Arvin Gumilang menyampaikan, Harun tercatat pergi ke Singapura pada Senin (6/1/2020) pukul 11.00.
Harun menggunakan maskapai Garuda Indonesia GA 832 dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Indonesia. Keberadaan Harun saat ini tetap tidak bisa dipastikan. Meski telah berstatus sebagai tersangka, Harun pun masih dapat pergi ke negara-negara lain, termasuk pulang ke Indonesia.
”Sampai saat ini belum ada kabar apakah Harun sudah kembali ke Indonesia. Kami belum mendapat informasi tentang itu,” ujar Arvin.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie menyebutkan, terkait keberadaan Harun, jika memang masih berada di Singapura, tentu perlu koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah setempat. Untuk memulangkan Harun, diperlukan kerja sama lintas instansi dan kementerian, tidak hanya imigrasi.
”Bisa juga bekerja sama dengan kepolisian melalui jalur Interpol, ada red notice yang bisa digunakan. Semua proses ini tentu memerlukan kerja sama,” ujar Ronny.
Sementara itu, Firli juga enggan berkomentar terkait dugaan keterlibatan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang turut menyeret mantan anggota KPU, Wahyu Setiawan, sebagai tersangka.
”Saya tidak mau berkomentar. Yang jelas, kami sedang bekerja berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti. Kami tidak boleh berprasangka apa pun. Tetapi, yakinlah, apa yang dilakukan KPK masih profesional dan hasil kerja penyidik KPK akan diuji di peradilan,” tuturnya.
Senada dengan Firli, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan belum ada surat penetapan Harun untuk masuk DPO. Ia menjelaskan, KPK hanya mengimbau agar Harun bersedia kembali ke Indonesia.
”Kami mengimbau terlebih dahulu agar yang bersangkutan bisa kooperatif kembali ke Indonesia,” ucapnya.
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun mengatakan, pengurus PDI-P juga tidak mengetahui keberadaan Harun. Ia pun menyerahkan pencarian Harun kepada KPK.
”Hal ini sudah menjadi kewenangan KPK untuk mencari yang bersangkutan melalui ranah hukum,” lanjutnya.
Komarudin menjelaskan, kasus yang menimpa Harun merupakan murni urusan pribadi dan bukanlah urusan partai. Ia pun mengklarifikasi bahwa PDI-P sebenarnya mengajukan judicial review ke MA untuk proses PAW.
”Masalahnya pokoknya adalah perbedaan penafsiran dari PKPU. PDI-P mengajukan gugatan judicial review untuk PKPU ke MA. Dari putusan MA, hak terhadap suara yang meninggal itu ditentukan oleh partai politik. Atas dasar itulah, PDI-P mengajukan surat pengantar yang ditandatangani oleh Ketum dan Sekjen PDI-P kepada KPU untuk menggantikan suara Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia kepada Harun,” ucapnya.
Sekarang sudah ketahuan modus operandinya karena kalau dahulu komisioner KPU bermain dalam pengadaan barang dan jasa. Sekarang sudah ada modus baru.
Namun, KPU menganggap hal tersebut tidak bisa dilakukan karena lembaga ini berpegang kepada PKPU bahwa suara terbanyak kedua yang berhak menggantikan caleg yang meninggal dunia. Dalam hal ini, Riezky Aprilia yang berhak untuk menjadi pengganti Nazarudin.
”Atas dasar itu, KPU menetapkan Riezky untuk dilantik sebagai anggota DPR. Sekarang, kan, sudah tiga bulan DPR bekerja dan timbul masalah baru. Ada masalah suap-menyuap dan itu saya pastikan bahwa itu urusan pribadi perorangan, bukan urusan partai lagi,” ujarnya.
Pergantian komisioner
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Johan Budi, mempertanyakan kapan KPU akan mencari pengganti untuk mengisi kekosongan jabatan setelah Wahyu mengundurkan diri sebagai komisioner KPU. Menurut dia, kekosongan jabatan ini bisa mengganggu pelaksanaan Pilkada 2020.
”Sekarang sudah ketahuan modus operandinya karena kalau dahulu komisioner KPU bermain dalam pengadaan barang dan jasa. Sekarang sudah ada modus baru,” ujar Johan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan komisioner KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Johan juga menuding, bukan hanya Wahyu yang terlibat dalam kasus ini, melainkan ada komisioner KPU lainnya yang juga terlibat dalam kasus korupsi dengan modus PAW. Ia pun menyayangkan, integritas KPU sebagai penyelenggara pemilu telah tercoreng karena kasus ini.
”Semua komisioner ini baru ketahuan tidak berintegritas ketika ada penegak hukum yang menangkap. Nantinya juga akan ketahuan siapa saja yang bermain, satu komisioner ataukah komisioner KPU yang lain juga ikut mencicipi,” ujarnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Ketua KPU Arief Budiman mempersilakan aparat penegak hukum untuk menindak jika ada komisioner lain yang terlibat dalam kasus ini. Ia pun menampik adanya keterlibatan komisioner lain dalam kasus PAW ini.
”Kalau ada yang terlibat, harus ditangkap. Namun, jika tidak ada yang terlibat, jangan dikait-kaitkan dengan kasus ini,” ucapnya.
Arief menuturkan, KPU juga telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, DPR, dan DKPP terkait pengunduran diri Wahyu Setiawan sebagai komisioner KPU. Ia pun mengatakan, waktu pergantian komisioner tergantung dari keputusan Presiden.
”Kami juga akan lebih berhati-hati dan dalam proses pengambilan keputusan harus lebih detail. Jadi nanti bisa kita lihat apakah ada komisioner yang mengambil keputusan berdasarkan tekanan dari pihak-pihak tertentu,” katanya.