Wahyu Setiawan saat sidang dugaan pelanggaran kode etik mengaku beberapa kali bertemu perwakilan PDI-P yang disebutnya makelar. Namun, dia membantah memperjuangkan permohonan PDI-P dan juga tudingan adanya suap.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wahyu Setiawan, komisioner Komisi Pemilihan Umum yang menjadi tersangka kasus dugaan suap dalam pergantian antarwaktu anggota DPR dari PDI-P, membantah telah memperjuangkan permohonan dari PDI-P untuk mengganti anggotanya di DPR. Dia mengatakan jawabannya telah disalahartikan sebagai bentuk memperjuangkan pergantian.
”Saya tidak pernah memperjuangkan pergantian. Saya tidak pernah memperjuangkan apa pun,” katanya dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk perkara nomor 1-PKE-DKPP/I/2020 dengan teradu Wahyu Setiawan di Rumah Tahanan Guntur, Kompleks Pomdam Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Selain teradu, hadir pula pengadu, yaitu jajaran anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kemudian, ada pula pihak terkait dari jajaran komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sidang dipimpin Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad. Dia didampingi tiga anggota DKPP, yaitu Ida Budhiati, Teguh Prasetyo, dan Alfitra Salam.
Meski demikian, Wahyu tidak membantah beberapa kali bertemu perwakilan PDI-P yang menanyakan sekaligus memohon pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dari PDI-P, Riezky Aprilia, dengan Harun Masiku. Perwakilan dari PDI-P itu adalah Agustiani Tio Fridelina, Saeful, dan Doni. Wahyu menyebut ketiganya sebagai makelar.
”Beberapa kali bertemu, tetapi saya tidak ingat persis jumlahnya,” kata Wahyu. Pertemuan digelar di KPU, tetapi ada pula yang di luar kantor.
Untuk diketahui, Tio dan Saeful juga ditetapkan tersangka bersama Wahyu Setiawan. Mereka disebut KPK sebagai pemberi suap kepada Wahyu. Adapun Doni lepas dari jerat hukum sekalipun sempat diamankan oleh KPK.
Di setiap pertemuan, Wahyu mengaku sikapnya konsisten, menolak permohonan pergantian dari PDI-P. Sebab, permohonan pergantian tak sesuai mekanisme yang berlaku.
Permohonan pergantian dari PDI-P disebut Wahyu sudah muncul sejak sebelum KPU menetapkan calon anggota legislatif (caleg) terpilih, 31 Agustus 2019.
Saat itu, Wahyu mengaku menolak karena proses perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu cara mengganti caleg sudah berakhir. Kemudian, setelah caleg terpilih ditetapkan, permohonan kembali masuk, tetapi ditolak Wahyu karena tak sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam UU No 7/2017, pergantian harus mengacu pada raihan suara caleg saat pemilu. Riezky untuk diketahui masuk ke DPR menggantikan Nazarudin Kiemas, caleg PDI-P lainnya. Nazarudin harus digantikan karena dia meninggal. Riezky yang menggantikan karena raihan suaranya di urutan kedua terbanyak setelah Nazarudin di antara caleg PDI-P lain di daerah pemilihan Sumatera Selatan I. Adapun raihan suara Harun Masiku jauh di bawah Nazarudin atau berada di peringkat kelima.
Saat sidang, Wahyu juga sempat ditanya oleh anggota DKPP terkait pesan, ”Siap, mainkan!”, saat menjawab permintaan Tio agar Wahyu membantu menetapkan Harun.
Wahyu tak membantah pesan tersebut. Namun, menurut dia, pesan itu disalahartikan. ”Pesan itu intinya surat permohonan PAW akan diteruskan ke pimpinan KPK lain untuk dibahas. Bukan untuk memperjuangkannya. Tidak ada juga imbalan uang di balik pernyataan itu. Tidak ada sama sekali,” katanya.
Begitu pula pernyataannya kepada pihak PDI-P yang beberapa kali menemuinya, dia mengaku hal itu telah disalahartikan. ”Hampir selalu setiap yang berkomunikasi dengan saya, saya selalu bilang, ”Siap, siap diupayakan”. Itu yang disalahartikan, diartikan saya memperjuangkan,” lanjutnya.
Menurut Ketua KPU Arief Budiman, tidak hanya Wahyu yang menolak permohonan pergantian dari PDI-P, tetapi semua anggota KPU juga menolaknya. ”Tidak ada yang berbeda pendapat karena memang permohonan tak sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.
Dalam setiap rapat pleno KPU membahas permohonan dari PDI-P, Arief melanjutkan, tidak pula terlihat Wahyu memperjuangkan agar permohonan itu dikabulkan.
Komisioner KPU lainnya, Hasyim Asyari, mengatakan ikut dalam salah satu pertemuan Wahyu dengan Tio. Dia diajak Wahyu. Namun, dalam pertemuan, sikapnya pun tak berubah, tetap menekankan agar PAW harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Seusai sidang, Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad mengatakan, sidang oleh DKPP cukup digelar hari ini. Selanjutnya, malam ini, DKPP berencana bermusyawarah untuk mengambil putusan. ”Semoga besok siang (16/1/2020), kami sudah bisa bacakan hasilnya,” ujarnya.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, ada setidaknya tiga hal yang diduga dilanggar Wahyu dalam kaitan kode etik penyelenggara pemilu. Ketiga hal dimaksud adalah dugaan melanggar sumpah dan janji sebagai anggota KPU, melanggar asas profesionalitas, dan melanggar asas kemandirian.
”Kami berharap sanksi pemberhentian tetap dijatuhkan (DKPP) kepada Saudara Wahyu,” ucapnya.