Veteran ”seattle sound” Pearl Jam segera mengeluarkan album baru ”Gigaton” serta menggelar tur Amerika Utara bersama agen tiket yang pernah menjadi seterunya.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·4 menit baca
Penggemar band rock Pearl Jam bisa menarik napas lega mendapati pengumuman yang dilansir pada Kamis (16/1/2020) dini hari. Band rock asal Seattle, Amerika Serikat, ini telah menyiapkan album ke-11 berjudul Gigaton, yang dilepas 27 Maret mendatang. Mereka juga mewartakan rangkaian tur AS sepanjang Maret hingga April nanti.
”Mengerjakan album ini merupakan perjalanan panjang,” kata gitaris Mike McCready dalam pernyataan resmi band di situs mereka. ”Kami melewati masa-masa kelam dan membingungkan, tetapi sekaligus menggairahkan karena berhasil memetakan penebusan musikal kami.”
Sampul album Gigaton akan menggunakan foto lanskap jepretan biolog maritim asal Kanada, Paul Nicklen, berjudul ”Ice Waterfall”. Foto itu menampilkan wajah permukaan bukit es Nordaustlandet di Svalbard, Norwegia. Lagu pertama dari album ini, ”Dance of The Clairvoyants”, akan mengudara dalam waktu dekat.
Untuk pengerjaan album ini, Pearl Jam menggandeng produser Josh Evans. Sebelumnya, Evans pernah terlibat dalam proyek solo personel Pearl Jam, yaitu Mike McCready dan Jeff Ament, band Soundgarden, mendiang Chris Cornell, dan Mad Season. Ini adalah kali pertama Evans terlibat dalam proyek Pearl Jam. Adapun produser yang kerap menukangi album-album Pearl Jam sebelumnya adalah Brendan O’Brien, Rick Parashar, dan Adam Kasper.
Album Gigaton akan menjadi album studio ke-11 dalam 30 tahun rentang karier band yang kini beranggotakan Eddie Vedder (vokal, gitar), Jeff Ament (bas), Stone Gossard (gitar), Matt Cameron (drum), dan Mike. Album kesepuluh mereka adalah Lightning Bolt yang menyabet Piala Grammy untuk kemasan album terbaik.
Album Gigaton akan menjadi album studio ke-11 dalam perjalanan 30 tahun Pearl Jam.
Lightning Bolt lahir pada 2013 atau tujuh tahun lalu. Itu adalah rentang produksi album terpanjang dalam sejarah mereka. Dari album pertama hingga ketujuh (Riot Act, 2002), mereka rutin menghasilkan album setiap dua tahun sekali. Tiga album berikutnya muncul dalam rentang waktu masing-masing empat tahun.
Di luar album studio, Pearl Jam rutin memproduksi dan mengedarkan sendiri rekaman konser mereka. Ada ratusan album konser yang menjadi koleksi penggemar fanatik mereka di seluruh dunia.
Pearl Jam muncul dari kancah musik di Seattle, Washington, AS, pada 1990. Pada masa itu, kancah musik di sana diramaikan band rock alternatif seperti Nirvana, Soundgarden, Alice in Chains, Tad, Mudhoney, dan Screaming Trees. Media massa melabelkan ciri rock unik asal Seattle ini dengan istilah ”grunge”.
Album perdana mereka, Ten, dikeluarkan pada Agustus 1991, sebulan sebelum Nirvana mengubah wajah rock dunia dengan album debut Nevermind. Album Ten menghasilkan setidaknya tiga hits, yaitu ”Alive”, ”Even Flow”, dan ”Jeremy”. Lagu yang disebut terakhir itu menjadi nominasi lagu rock terbaik di ajang Grammy.
Album Ten laku terjual hingga 13 juta keping di AS—dicatat pada Februari 2013. Secara keseluruhan, album-album Pearl Jam terjual lebih dari 85 juta keping di seluruh dunia. Popularitas dan konsistensi mereka mengantar Pearl Jam di jajaran rocker bergengsi Rock and Roll Hall of Fame pada 7 April 2017.
Sikap politik
Lagu-lagu mereka umumnya berkisar di ranah persoalan kehidupan, termasuk di dalamnya ranah sosial dan politik. Lagu ”Bu$hleaguer” dan ”World Wide Suicide”, misalnya, dipercaya mengkritik keras pemerintahan Presiden George W Bush.
Sikap politik mereka telah mengemuka sejak awal berdirinya band. Pada sebuah penampilan akustik yang ditayangkan MTV pada 1992, Eddie Vedder mengguratkan tulisan ”pro-choice” di lengannya. ”Pro-choice” adalah gerakan di isu aborsi yang memberikan pilihan bagi perempuan.
Hingga kini, mereka kerap bersuara di isu perempuan. Selain itu, mereka juga banyak terlibat dalam kampanye bertema lingkungan. Pearl Jam mendirikan yayasan Vitalogy Foundation pada 2006 untuk mendukung kerja kemanusiaan di bidang kesehatan masyarakat, lingkungan, seni, pendidikan, dan perubahan sosial.
”Bekerja sama dengan rekan-rekan di band pada penggarapan Gigaton ini memberiku banyak cinta, kepedulian, dan kesadaran perlunya menjalin koneksi antarmanusia di masa-masa seperti ini,” kata Mike.
Hasil kerja dan hubungan antarmanusia di album Gigaton akan segera diusung di panggung. Pearl Jam memulai tur mereka pada 18 Maret 2020 di Toronto, Kanada, dan berakhir di Oakland, AS, pada 19 April. Tercatat ada 16 kali penampilan di tur Amerika Utara yang tiketnya dikelola Ticketmaster.
Di awal kariernya, Pearl Jam pernah bersitegang dengan agen tiket ini. Mereka menganggap Ticketmaster menolak menurunkan biaya pelayanan (service fee) yang berujung pada menjulangnya harga tiket.
Perselisihan itu rupanya sudah tuntas. Kini, Pearl Jam memastikan penggemarnya mendapat harga sebenar-benarnya. Dengan sistem barcode yang selalu termutakhirkan di layar gawai, tiket tak bisa dijual kembali dengan harga tinggi kepada orang lain.
Pearl Jam belum pernah konser di Indonesia. Adanya album baru mengembuskan harapan bagi didengarnya petisi mendatangkan band ini ke Indonesia, yang telah ditandatangani penggemar fanatik Pearl Jam di Tanah Air. Semoga. (Pearljam.com/CNN.com)