Pemerintah juga harus mencarikan jalan agar hak pemegang polis dan nasabah dapat terpenuhi. Selain itu, perlu ada perbaikan mendasar kedua perusahaan tersebut, selain audit menyeluruh terhadap industri asuransi.
Oleh
·2 menit baca
Penetapan lima tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwa Jiwasraya (Persero) harus juga diikuti dengan langkah menyelesaikan hak nasabah.
Kita mengapresiasi langkah cepat Kejaksaan Agung menetapkan tersangka kasus dugaan kejahatan korporasi di badan usaha milik negara (BUMN) itu. Selasa (14/1/2020) malam Kejaksaan Agung menahan jajaran direksi Jiwasraya dan pihak swasta yang diduga ikut menikmati keuntungan.
Langkah cepat itu penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan investor di dalam negeri dan luar negeri pada penegakan hukum dan usaha asuransi di Indonesia.
Menurut Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, hingga saat ini kerugian Jiwasraya mencapai Rp 27 triliun. Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana menyebutkan, perusahaan tersebut tidak sanggup memenuhi kewajiban pembayaran polis nasabah sebesar Rp 12,4 triliun per Desember 2019.
Persoalan keuangan di dalam tubuh Jiwasraya ditengarai sudah terjadi sejak tahun 2004 ketika perusahaan melaporkan kekurangan cadangan dana Rp 2,769 triliun. Upaya memperbaiki posisi keuangan perusahaan ini beberapa kali dilakukan pemerintah.
Salah satu cara adalah Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan memberi izin Jiwasraya pada akhir 2012 mengeluarkan produk JS Proteksi Plan. Dalam perjalanan waktu, Jiwasraya kesulitan memenuhi kewajiban kepada pemegang polis dan produk JS Proteksi Plan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 19 Desember 2019 menyatakan, ada dugaan kejahatan korporasi dalam persoalan keuangan yang membelit Jiwasraya.
Pemulihan kepercayaan terhadap industri keuangan nasional perlu segera dilakukan. Pada saat bersamaan, PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero) mengalami persoalan yang sama. Investasi Asabri di 12 perusahaan selama 2019 diduga rugi Rp 10 triliun.
Produk asuransi adalah salah satu bentuk pendalaman industri keuangan. Dalam tata kelola usaha asuransi yang baik, dana yang terkumpul dari nasabah diinvestasikan dalam produk keuangan dan produk lain yang diizinkan dengan prinsip kehati-hatian, selain imbal hasil memadai.
Persoalan yang membelit dua perusahaan asuransi tersebut menimbulkan pertanyaan tentang tata kelola pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal itu mengikutsertakan wakil pemerintah sebagai pemegang saham. Pemerintah juga membentuk lembaga khusus untuk mengawasi usaha jasa keuangan.
Langkah hukum tengah dilakukan dan masyarakat berharap pemerintah menyelesaikan dugaan kasus kejahatan korporasi ini secara transparan dan tanpa pandang bulu.
Walakin, lebih dari sekadar tindakan hukum, pemerintah juga harus mencarikan jalan agar hak pemegang polis dan nasabah dapat terpenuhi. Selain itu, perlu ada perbaikan mendasar kedua perusahaan tersebut, selain audit menyeluruh terhadap industri asuransi di Tanah Air.