Pihak berwenang Filipina berupaya keras menahan ribuan pengungsi yang berniat kembali ke rumah mereka yang berada di area bahaya letusan Gunung Taal. Saat ini setidaknya 40.000 pengungsi tinggal di tempat penampungan.
Oleh
ELOK DYAH MESSWATI
·2 menit baca
TALISAY, RABU— Pihak berwenang Filipina, Rabu (15/1/2020), berupaya keras menahan ribuan pengungsi yang berniat kembali ke rumah mereka yang berada di area bahaya letusan Gunung Taal. Saat ini setidaknya ada 40.000 pengungsi yang ditampung di tempat-tempat penampungan.
Pasca-letusan Taal pada Minggu lalu, polisi telah menetapkan zona evakuasi wajib dan zona larangan di kota-kota, terutama di wilayah paling berisiko, di sekitar Gunung Taal.
Namun, setelah tiga hari mengungsi—dan menduga gelora Gunung Taal telah mereda—warga yang mengungsi mulai kehilangan kesabaran dan menuntut akses agar bisa pulang meskipun Institut Vulkanologi dan Seismologi Filipina telah memperingatkan bahwa Gunung Taal dapat mengeluarkan letusan yang lebih kuat kapan saja.
Warga kota Talisay, Melvin Casilao, mengatakan, dia dan tetangganya ingin kembali pulang ke rumah untuk memberi makan ternak mereka, membersihkan abu tebal dari atap rumah, dan menarik perahu mereka dari danau.
”Kami ingin mengunjungi rumah-rumah kami dan membersihkan atap. Rumah kami tersiram abu tebal dan bisa
runtuh,” kata Casilao. Saat terjadi letusan pada Minggu lalu, warga langsung pergi mengungsi dan banyak yang tidak membawa apa pun, hanya baju di badan.
Namun, otoritas setempat enggan mengambil risiko. Tentara telah dikerahkan dan berjaga-jaga di pos pemeriksaan di beberapa daerah, termasuk Talisay. Perwira polisi, Sarah Jane Saballa, mengatakan, penduduk sekitar Gunung Taal harus mengungsi demi keselamatan mereka.
Di beberapa wilayah, otoritas setempat membuat kebijakan berbeda. Mereka memberi kesempatan bagi warga untuk pulang ke rumah.
”Ada penduduk yang meminta kami mengizinkan mereka memberi makan hewan peliharaan mereka,” kata Gerry Malipon, Kepala Polisi Kota San Nicolas. Namun, setelah memberi makan ternak, mereka harus kembali ke pengungsian secepat mungkin.
Para pemilik kuda—yang biasa digunakan wisatawan untuk berkuda di perbukitan, untuk menikmati panorama Taal dan sekitarnya—berusaha menyelamatkan kuda-kuda mereka.
Menurut Alfredo Daet (62), salah seorang warga pemilik kuda, mengatakan, kuda adalah kehidupan mereka, sarana bagi mereka mencari nafkah.
”Jika kami membiarkan kuda-kuda mati, kami juga akan menjadi orang-orang yang kalah pada akhirnya,” kata pemilik kuda lainnya, Pejay Magpantay. (AP/AFP)