Majelis persidangan etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP mencecar Wahyu Setiawan, anggota Komisi Pemilihan Umum nonaktif, seputar pertemuannya dengan calon anggota legislatif dari PDI-P.
Oleh
Riana A Ibrahim dan Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Majelis persidangan etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP mencecar Wahyu Setiawan, anggota Komisi Pemilihan Umum nonaktif, seputar pertemuannya dengan calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Agustiani Tio Fridelina, karena sarat konflik kepentingan.
Pertemuan itu diakui Wahyu untuk berdiskusi mengenai surat dari DPP PDI-P terkait upaya penggantian anggota legislatif Rezky Aprilia ke Harun Masiku, caleg DPR RI daerah pemilihan Sumatera Selatan I.
Hal itu terungkap dalam persidangan etik DKPP terhadap Wahyu, Rabu (15/1/2020), di Rutan Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta. Sidang yang dipimpin Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad dengan anggota majelis pemeriksa Ida Budhiati, Alfitra Salamm, dan Teguh Prasetyo itu dilakukan atas pengaduan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Wahyu diduga melanggar sumpah dan janji sebagai penyelenggara pemilu, melanggar prinsip mandiri, dan tidak profesional. Sidang itu disiarkan langsung melalui media sosial Facebook oleh DKPP"
Wahyu diduga melanggar sumpah dan janji sebagai penyelenggara pemilu, melanggar prinsip mandiri, dan tidak profesional. Sidang itu disiarkan langsung melalui media sosial Facebook oleh DKPP.
Hadir dalam persidangan, pihak pengadu yakni Ketua Bawaslu Abhan bersama anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar dan Ratna Dewi Pettalolo. Hadir pula Ketua KPU Arief Budiman bersama anggota KPU, Viryan Azis, Evi Novida Ginting, Pramono Ubaid Tanthowi, Ilham Saputra, dan Hasyim Asy’ari, selaku pihak terkait dalam perkara itu.
"beberapa kali menggunakan frasa bahwa dirinya berada dalam ”posisi sulit”, dan ”situasi sulit”. Ia juga mengatakan bahwa dirinya sudah ”berupaya hati-hati”, tetapi \'kurang hati-hati\'"
Wahyu dalam persidangan itu beberapa kali menggunakan frasa bahwa dirinya berada dalam ”posisi sulit”, dan ”situasi sulit”. Ia juga mengatakan bahwa dirinya sudah ”berupaya hati-hati”, tetapi ”kurang hati-hati”.
Ia pun mengaku memahami bagaimana proses pergantian antar waktu (PAW) mesti dilakukan. Ia juga memastikan bahwa sikapnya sesuai dengan hasil rapat pleno KPU yang memutuskan tidak dapat menerima surat dari PDI-P. Ia juga mengatakan telah mengomunikasikan ke sejumlah pihak yang menurut dia perlu bahwa pergantian caleg terpilih sebagaimana yang diinginkan PDI-P tidak bisa dilaksanakan.
Terkait dengan hal itu, anggota majelis Alfitra fokus pada sejumlah pertanyaan terkait pertemuan Wahyu dengan Agustiani Tio. Begitu pula Ida yang bertanya mengapa Wahyu tidak menolak saja permintaan untuk bertemu dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pelaksanaan tugas KPU. Terkait hal ini, Wahyu mengaku sudah berusaha, tetapi ada ”situasi sulit” yang menyebabkan pertemuan itu terjadi.
Situasi sulit yang dimaksud, kata Muhammad, terkait dengan sulitnya Wahyu menghindari sejumlah pertemuan di luar kantor dengan beberapa pihak karena alasan pertemanan. Menurut Muhammad, DKPP cukup menggelar satu kali sidang pemeriksaan dan langsung bermusyawarah untuk pengambilan putusan yang dibacakan pada Kamis (16/1).
Secara terpisah, saat ini KPK masih mencari keberadaan Harun Masiku. KPK, menurut Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, meyakini yang bersangkutan masih berada di luar negeri. Pihaknya belum menerima informasi bahwa Harun telah kembali ke Indonesia.