Bekali dan Latih Guru Literasi digital
Literasi digital di kalangan siswa masih rendah. Dari 51 juta siswa di Indonesia, baru 10 persen yang siap dengan dunia digital. Dalam hal ini peran guru penting untuk meningkatkan literasi digital siswa.
Literasi digital di kalangan siswa masih rendah. Dari 51 juta siswa di Indonesia, baru 10 persen yang siap dengan dunia digital. Dalam hal ini peran guru penting untuk meningkatkan literasi digital siswa.
JAKARTA, KOMPAS — Mempercepat kompetensi guru menguasai literasi digital merupakan keharusan agar bisa memaksimalkan pemelajaran di abad ke-21. Selain upaya dari pemerintah, berbagai inisiatif yang dilakukan sektor swasta serta swadaya masyarakat juga turut berkontribusi memungkinkan kemajuan ini semakin bisa digapai.
Di Indonesia ada 51 juta siswa yang membutuhkan pendekatan pemelajaran abad ke-21, yaitu berpikir kritis, mengembangkan kreativitas, dan cakap dalam memakai teknologi untuk mencapai target pembangunan. Permasalahannya, kata Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam sambutannya pada acara Creator Muda Summit, Rabu (15/1/2020), di Jakarta, baru 10 persen dari jumlah itu yang siap dengan dunia digital, dalam artian mampu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan mutu pemelajaran dan aktualisasi diri yang produktif.
Agensi global We Are Social yang memonitor penggunaan internet di dunia mencatat di Indonesia per Januari 2019 ada 150 juta pengguna internet. Sebanyak 40 persennya adalah penduduk usia 19-30 tahun, diikuti penduduk usia 13-19 tahun sebanyak 16 persen. Apabila konsumsi informasi digital tidak disertai keterampilan mengarahkan kebutuhan, menyaring informasi, dan membuat konten yang baik, teknologi digital tidak bisa dimanfaatkan untuk pembangunan.
Baca juga: Pemelajaran Digital untuk Atasi Kesenjangan Mutu Pemelajaran
Peranan guru sangat penting untuk menumbuhkan dan meningkatkan literasi digital pada siswa. Namun pertama-tama, guru juga perlu mendapatkan pelatihan.
“Pelatihan literasi digital harus dimulai dari kebutuhan para guru. Bukan sekadar mengenalkan teknologi atau aplikasi terbaru karena kebutuhan setiap guru untuk mengajar dan secara pribadi berbeda-beda,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia M Ramli Rahim ketika dihubungi di Makassar, Kamis (16/1/2020).
Ikatan Guru Indonesia (IGI) sejak tahun 2016 bekerja sama dengan PT Samsung Elektronik Indonesia untuk memberi pelatihan pemanfaatan teknologi digital bagi para guru. Konten pelatihan disusun oleh IGI, sedangkan Samsung menopang dari sisi penyediaan teknologi dan tata cara pemakaiannya.
Menurut Ramli, paradigma pertama yang ditanamkan kepada guru ialah agar tidak melihat teknologi sebagai hal yang menakutkan dan hanya mendatangkan efek buruk kepada siswa. Misalnya, membuat siswa menjadi antisosial atau mengakses konten negatif di internet. Teknologi sejatinya bisa menjadi jalan mengakses sumber-sumber ilmu terbaru selama guru mengenali informasi yang akurat dan bisa diverifikasi.
Paradigma pertama yang ditanamkan kepada guru ialah agar tidak melihat teknologi sebagai hal yang menakutkan dan hanya mendatangkan efek buruk kepada siswa.
“Selain mengajari cara menavigasi di arus informasi digital dan teknis memakai gawai, guru juga dilatih sebagai produsen konten. Caranya dengan mengajak guru rajin menulis, bisa berupa blog maupun buku digital. Perlahan, mutu kontennya dibenahi,” tutur Ramli.
Implementasi di kelas
Selain IGI, perusahaan aplikasi pendidikan RuangGuru.com juga membuat konten pelatihan literasi digital untuk guru dan siswa. Selain pelatihan langsung secara tatap muka juga ada melalui daring yang bisa diakses di aplikasi RuangGuru. Menurut Iman Usman, salah satu pendiri RuangGuru.com ketika tampil mengisi sesi di Creator Muda Summit, proyek yang dinamakan InspireProject.id ini bermula dari pengamatan mereka tentang homogenitas narasi di buku-buku teks pelajaran.
Guru dan siswa perlu dipaparkan kepada berbagai keragaman budaya yang ada di masyarakat sehingga tidak menimbulkan prasangka kepada kelompok yang berbeda. Dari pemberian narasi yang heterogen ini kemudian berkembang pelatihan cakap memakai teknologi digital. Total sudah ada 301 guru dari lima kabupaten/kota yang mengikuti pelatihan.
Reza Mardian dari tim pengembang InspireProject.id memaparkan bahwa kendala yang utama mereka dapati dari para guru ialah mengimplementasikan literasi digital di kelas masing-masing. Apalagi bagi guru mata pelajaran umum, bukan guru teknologi informasi dan komunikasi. Alasannya, pemakaian teknologi bagi mereka umumnya baru sebatas untuk berkomunikasi.
Kendala yang utama didapati dari para guru ialah mengimplementasikan literasi digital di kelas masing-masing.
“Berdasarkan masalah nyata di lapangan, tim merancang sedemikian rupa perencanaan materi belajar, implementasi di kelas, sampai tata cara evaluasinya. Semua ditampilkan dalam bentuk video yang mudah diakses guru. Pengenalan hoaks dan informasi akurat juga menjadi salah satu subtopik di pelatihan dan di aplikasi,” ujar Reza.
Ada pula diskusi daring selama 12 pekan dengan para guru. Tujuannya untuk memastikan guru benar menerapkan hal yang mereka pelajari ke ruang kelas masing-masing sembari dipantau oleh tim InspireProject.id. Mereka juga diberi tantangan dan narasi dalam topik-topik berbeda, salah satu contohnya ialah mendokumentasikan topik pemelajaran berpikir kritis di kelas.