Cermat Sebelum Membeli Rumah, Cek Kredibilitas Pengembang
Penipuan dengan iming-iming harga murah atau kedok syariah jadi modus pengembang nakal. Calon pembeli rumah mesti cermat sebelum membeli. Pemerintah kembangkan sistem untuk bantu konsumen cek kredibilitas pengembang.
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat mesti cermat sebelum membeli rumah untuk menghindari penipuan, baik dengan iming-iming murah maupun label syariah. Sistem registrasi bagi pengembang yang dikembangkan oleh pemerintah dapat membantu melihat kredibilitas pengembang.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Khalawi Abdul Hamid, Jumat (16/1/2020), mengatakan, penipuan pembangunan perumahan akan ditindaklanjuti pemerintah dengan menurunkan satuan tugas perumahan.
”Masyarakat agar cermat dan teliti sebelum membeli rumah, pastikan pengembangnya benar, atau menanyakan langsung keberadaan pengembang kepada asosiasi perumahan atau perbankan,” kata Khalawi.
Dalam rangka memastikan kredibilitas pengembang sekaligus menjalankan fungsi pembinaan kepada pengembang perumahan, pemerintah telah membuat Sistem Registrasi Pengembang (Sireng). Di dalam Sireng, pengembang dipastikan terdaftar sebagai anggota asosiasi tertentu. Masyarakat dapat mengecek nama perusahaan pengembang di situs Sireng, yakni www.sireng.pu.go.id.
Sampai saat ini tercatat 13.793 pengembang dan 19 asosiasi perumahan yang terdaftar di Sireng. Adapun asosiasinya beragam, antara lain, Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), dan Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra).
Terkait beberapa kasus penipuan pembangunan perumahan berlabel perumahan syariah, Khalawi menyatakan bahwa di dalam program pemerintah tidak dikenal pengembang syariah, yang ada adalah akad pembiayaan syariah.
Saat ini terdapat beberapa kasus dugaan penipuan pembangunan rumah berkedok perumahan syariah. Salah satunya adalah perumahan syariah Amanah City Islamic Superblock di Maja, Banten, dengan korban penipuan 3.680 orang. Ternyata proyek itu fiktif dengan total kerugian Rp 40 miliar (Kompas, 17/12/2019).
Secara regulasi, kegiatan jual beli rumah juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pada kegiatan pemasaran diatur mengenai perlunya informasi awal yang
memastikan hak atas perumahan itu jelas seperti adanya izin mendirikan bangunan (IMB), sertifikat hak atas tanah, dan izin prinsip atau izin lokasi untuk pengembangan kawasan. Syarat administratif lainnya adalah rencana induk yang telah ditandatangani kepala daerah setempat.
Menurut Khalawi, sampai saat ini pemerintah masih mendata kasus-kasus serupa di daerah lain. Pendataan secara lebih rinci akan dilakukan oleh satuan tugas yang akan berkoordinasi dengan kepolisian dan pemerintah daerah.
Terkait itu, Ketua Umum REI Totok Lusida berpandangan, pelaku kejahatan yang menipu dengan kedok pengembangan perumahan syariah bukanlah pengembang. Sebab, sedari awal memiliki niat menipu pembeli.
”Ini bukan soal agama, juga bukan soal properti atau real estat. Mereka memang mau menipu dengan berkedok agama atau konsep yang bagus,” kata Totok.
Baca juga: Cermat Soal Status Lahan dan Hunian di Kawasan Terintegrasi
Agar kejadian serupa tidak terjadi, menurut Totok, kuncinya ada di masyarakat. Dalam pembelian rumah, masyarakat berhak mengecek silang mengenai kepemilikan tanah dari proyek rumah yang dibangun. Selain itu, konsumen juga berhak mendapat informasi mengenai perizinan pembangunan rumah dan izin lokasi.
Akan tetapi, hal itu belum cukup. Sebagaimana proses membeli barang pada umumnya, calon pembeli harus melihat barang yang hendak dibeli. Rumah contoh harus ada di lokasi agar calon pembeli mendapatkan gambaran mengenai rumah yang akan dibeli. Meski demikian, calon pembeli dapat terbawa emosi sehingga tidak mengindahkan hal-hal dasar yang mestinya dia lakukan.
Sebagaimana proses membeli barang pada umumnya, calon pembeli harus melihat barang yang hendak dibeli.
Demi memastikan kredibilitas, kata Totok, pengembang, antara lain, bisa mengupayakannya dengan bergabung ke asosiasi. Sebab, di dalam asosiasi, seperti REI, terdapat pengecekan dan pembinaan dari pengurus asosiasi.
Saat ini REI telah bekerja sama dengan Kementerian PUPR untuk membuat Sireng. Sistem itu dilengkapi dengan aplikasi bernama Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (Sikasep) dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (Sikumbang) untuk rumah bersubsidi. Dengan demikian, pengembang dapat dipantau, termasuk lokasi rumah yang hendak dijual.
”Tapi kalau tidak menjadi anggota asosiasi tidak bisa masuk. Maka, di sini peran pemerintah daerah penting untuk ikut membina pengembang di daerahnya,” ujar Totok.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Apersi Daniel Djumali mengatakan, masyarakat mesti mengetahui hal-hal mendasar yang harus diketahui dalam proses membeli rumah. Sebab, masyarakat yang berhubungan langsung dengan pengembang.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, masyarakat mesti mengecek lokasi perumahan beserta perizinan untuk proyek tersebut. Hal dasar lainnya adalah memastikan infrastruktur dasar, seperti akses jalan, akses air bersih, dan listrik tersedia.
Keanggotaan di asosiasi dan tercatat di Sireng juga membantu menilai kredibilitas sebuah pengembang. Sebab, jika terjadi kasus atau terbukti pengembang itu nakal, keanggotaan, baik dari asosiasi maupun pemerintah, akan dicabut sehingga pengembang tersebut tidak dapat mengembangkan atau membangun rumah lagi.
Baca juga: Konsumen Rumah Dilindungi
Yang terakhir, calon konsumen mesti waspada terhadap iming-iming bonus. ”Jangan tergiur iming-iming atau bujukan yang tidak masuk akal, apalagi yang melanggar aturan,” ujar Daniel.
Pengamat properti Soelaeman Soemawinata berpandangan, pengecekan lokasi harus dilakukan sebelum konsumen memberi uang muka. Dengan melihat lokasi, konsumen dapat melihat bagaimana kondisi sekitar rumah, termasuk memastikan proyek pengembangan perumahan memang benar-benar dilaksanakan.
Melibatkan bank dengan mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) juga menjadi salah satu cara mengecek kredibilitas pengembang. Sebab, bank pasti akan mengecek keberadaan rumah terlebih dahulu. Meski demikian, harusnya pemerintah daerah juga melakukan pengawasan karena mereka yang menerbitkan perizinan.
Pengecekan itu penting, menurut Soelaeman, karena sampai saat ini Sireng yang dikembangkan pemerintah lebih untuk pengembang rumah bersubsidi. Sementara pengembang besar, seperti Ciputra Group, justru tidak terdaftar di sistem tersebut.
Sampai saat ini Sireng yang dikembangkan pemerintah lebih untuk pengembang rumah bersubsidi.
Terkait dengan penipuan berkedok perumahan syariah, menurut Soelaeman, sebenarnya label perumahan syariah itu tidak diperbolehkan. Sebab, jika menyematkan kata syariah, semua proses bisnis produk termasuk mata rantainya harus dipastikan halal. Hal itu sangat rumit untuk diterapkan atau dipastikan, baik ketika dibangun maupun setelah produk jadi.
Yang dimungkinkan saat ini adalah pembiayaan syariah melalui akad kredit syariah. Pembiayaan syariah sebagai sebuah sistem keuangan modern karena menempatkan kreditor dan debitor dalam posisi yang setara. Di sisi lain, penipuan tersebut memperlihatkan masih adanya masalah bagi pengembang.
”Ini masalah kita bersama terutama bagi asosiasi karena semua orang dianggap mudah jadi pengembang. Padahal tidak demikian. Kalau REI ada screening yang cukup baik karena cara masuk anggota itu harus punya proyek dulu,” kata Soelaeman.