Petunjuk Teknis Kode Perilaku Disiapkan
KPU tengah menyusun petunjuk teknis mengenai kode etik dan kode perilaku bagi petugas badan ad hoc penyelenggara pemilu. Petunjuk teknis ini akan menjadi salah satu pedoman dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 mendatang.
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemihan Umum tengah menyusun petunjuk teknis mengenai kode etik dan kode perilaku bagi petugas badan ad hoc penyelenggara pemilu. Petunjuk teknis ini akan menjadi salah satu pedoman dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Viryan Azis, Jumat (17/1/2020) di Jakarta, mengatakan poin penting pembentukan petunjuk teknis (juknis) tersebut ditujukan agar aspek perilaku dan kode etik terkait bisa lebih terukur.
Ia menambahkan bahwa selama ini pengaturan mengenai hal tersebut sudah ada sehingga bukan merupakan hal baru. Sebagian di antaranya SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) di KPU serta mekanisme etika dan tata kerja dalam peraturan yang ada.
Sehubungan dengan hal itu, Viryan mengatakan bahwa KPU akan mengingatkan kembali ketentuan-ketentuan tersebut. Termasuk di dalamnya mengingatkan mengenai ketentuan dalam juknis kode etik dan kode perilaku yang bakal segera dirampungkan. Dalam hal ini, ada dua hal yang akan lebih difokuskan.
Baca Juga: Tahapan Pilkada 2020 Direvisi
"KPU akan mengingatkan kembali ketentuan-ketentuan tersebut. Termasuk di dalamnya mengingatkan mengenai ketentuan dalam juknis kode etik dan kode perilaku yang bakal segera dirampungkan"
Pertama, materi mengenai kode etik dan kode perilaku akan beroleh porsi lebih banyak untuk disampaikan dalam kesempatan bimbingan teknis (bimtek) oleh KPU. Kedua, KPU akan lebih detail dalam menjalankan tugas. Viryan mengatakan, dalam hal ini KPU menghormati seluruh isi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Petunjukan teknis yang tengah disusun KPU sebagai kode etik dan kode perilaku bagi petugas badan ad hoc penyelenggara pemilu dari Tempat Pemungutan Suara (TPS), saat ini menjadi penting. Hal itu untuk mencegah berulangnya kembali peristiwa kematian sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)pada Pemilu 2019.
Penyakit kronis dinilai menjadi penyebab utama kematian sebagian besar petugas KPPS. Dari data KPU hingga akhir Mei 2029, lebih dari 450 petugas KPPS meninggal dan 3.500 orang menderita sakit. Sementara Bawaslu mencatat, sebanyak 92 pengawas pemilu meninggal dan 2.000 lebih lainnya sakit.
Terkait hal itu, selain pemeriksaan fisik dan psikis bagi petugas KPPS bisa menjadi salah satu solusi untuk menghindari banyaknya kematian petugas KPPS saat pemilu, juga perlunya petunjuk teknis untuk kode etik maapun petunjuk umum berperilaku para petugas penyelnggara pemilu. (Kompas, Mei 2019)
Bimbingan Teknik
Sementara itu, terkait dengan bimtek, selama ini prosesnya lebih cenderung lebih fokus pada hal-hal yang bersifat teknis penyelenggaraan pemilu. Praktik dalam bimtek ini akan diubah untuk menyiapkan penyelenggara Pilkada serentak 2020.
“Sekarang (dalam proses bimtek) akan berikan porsi lebih (tentang kode etik dan perilaku), semangatnya (untuk) mengingatkan,” kata Viryan.
“Sekarang (dalam proses bimtek) akan berikan porsi lebih (tentang kode etik dan perilaku), semangatnya (untuk) mengingatkan”
Viryan menambahkan bahwa tahapan rekrutmen penyelenggara pemilu dimulai 15 Januari hingga 14 Februari 2020 untuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Adapun untuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) sejak 15 Februari hingga 14 Maret 2020.
Tugas pertama yang mesti dilakukan PPK dan PPS, di antaranya adalah penyerahan dukungan calon kepala daerah untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu penyerahan syarat dukungan bagi calon kepala daerah di provinsi dan kabupaten/kota yang maju lewat jalur perseorangan.
Baca Juga: Pilkada 2020 Momentum Memperbaiki Kepercayaan Publik
Jumlah total petugas badan ad hoc penyelenggara pemilu, hingga berita ini disusun masih terus dihitung. Adapun honor para petugas badan ad hoc, masing-masing bervariasi besarannya seperti tercantum dalam surat KPU Nomor 2121/KU.03.2-SD/01/KPU/X/2019 perihal tindak lanjut Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-735/MK.02/2018
Sebagian di antaranya sebagaimana dikutip dari surat tersebut adalah Ketua PPK Rp 2,2 juta, Ketua PPS Rp 1,2 juta, dan Ketua KPPS Rp 900 ribu. Anggota PPK Rp 1,9 juta, anggota PPS 1,150 juta, anggota KPPS Rp 850 ribu.
Perkuat Integritas
Sekretaris Jenderal KIPP Kaka Suminta, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) pada hari yang sama mengatakan, sejumlah hal bisa dilakukan untuk menjamin integritas petugas badan ad hoc penyelenggara pemilu. Kesungguhan lembaga yang merekrut, selain hal-hal standar dalam undang-undang menjadi hal penting.
Di dalamnya, imbuh Kaka, seperti mendengar keluhan masyarakat di berbagai daerah. Salah satu di antaranya adalah keluhan terkait adanya kecenderungan dominasi kelompok-kelompok organisasi tertentu dalam proses perekrutan.
"Seolah-olah Peraturan KPU terkait sudah cukup sebagai pedoman. Padahal seharusnya KPU melakukan lebih dari yang sekkarang. Apalagi sekarang ada tuntutan evaluasi diri dan memperkuat lagi integritas”
Mengenai cara yang sejauh ini telah dilakukan KPU untuk merespon hal tersebut, Kaka mengatakan bahwa sepertinya yang dilakukan lebih cenderung pada aspek formalitas. Ia menyebutkan bahwa selama ini, seolah-olah Peraturan KPU terkait sudah cukup sebagai pedoman.
Baca Juga: Teknologi dan Pilkada 2020
“Padahal seharusnya KPU melakukan lebih dari yang sekkarang. Apalagi sekarang ada tuntutan evaluasi diri dan memperkuat lagi integritas,” sebut Kaka.
Pengawasan Internal
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, rencana mengadakan juknis terkait kode etik dan kode perilaku penyelenggara pemilu merupakan hal yang relatif baik. Namun, hal itu dinilai tidak akan maksimal jika pola pengawasan internal di antara penyelenggara pemilu tidak terbangun.
Ihsan menambahkan, juknis kode etik dan kode perilaku akan efektif jika diterapkan kepada seluruh anggota KPU di seluruh tingkatan. Efektivitas juknis kode etik dan kode perilaku dianggap akan terjadi jika tidak hanya diterapkan di tingkat petugas badan ad hoc penyelenggara pemilu.