Eropa setuju secara resmi menuding Iran melanggar kesepakatan nuklir demi menghindari kenaikan tarif bea masuk impor mobil ke AS. Iran menuding Washington merundung Eropa.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
BERLIN, KAMIS—Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam Eropa dan China agar menekan Iran soal nuklir. Eropa, menurut China, masih menolak.
Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer mengakui, AS mengancam menaikkan tarif impor mobil Eropa menjadi 25 persen jika Eropa tetap mendukung kesepakatan nuklir Iran. ”Pernyataan itu, atau ancaman seperti Anda sampaikan, memang ada,” ujarnya di London, Inggris, Kamis (16/1/2020).
Sebelum ancaman soal tarif terungkap, ada ancaman lain dari Washington ke London. ”Pertanyaan untuk Perdana Menteri Johnson: bersamaan dengan Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa), kebetulan pendukung Anda tidak terlalu suka kesepakatan nuklir, maukah Anda keluar dari kesepakatan nuklir? Apa yang Anda lakukan setelah 31 Januari (waktu pelaksanaan Brexit), saat menjalin hubungan dagang ke Washington dan merundingkan kesepakatan perdagangan dengan AS,” kata anggota Dewan Keamanan Nasional AS, Richard Goldberg, beberapa waktu lalu.
Ia secara terbuka meminta Boris Johnson mendukung AS menerapkan sanksi maksimum kepada Iran. Semua dinyatakan demi kepentingan Johnson dan Inggris.
Setelah ancaman-ancaman itu, tiga negara (Inggris, Perancis, dan Jerman) mengumumkan pemanfaatan mekanisme sengketa dalam kesepakatan nuklir Iran atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA). Mereka menuding Iran tidak mau memenuhi kewajiban dalam kesepakatan nuklir yang juga ditandatangani Rusia dan China tersebut.
Kewajiban
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, justru E3—negara Eropa penanda tangan JCPOA—memiliki kewajiban dalam kesepakatan itu. ”Mereka tidak membeli minyak kami, semua perusahaan mereka keluar dari Iran. Jadi, Eropa yang melanggar,” ujarnya di New Delhi, India.
Dalam JCPOA, Iran setuju membatasi program nuklirnya. Sebagai imbalan, sanksi ekonomi terhadap Iran dicabut AS, E3, Rusia, dan China. Pada Mei 2018, AS keluar dari kesepakatan itu dan menerapkan rangkaian sanksi baru.
Eropa bolak-balik mengaku kesulitan menjalin kerja sama ekonomi dengan Iran gara-gara sanksi AS. Iran menanggapi kelambanan Eropa memenuhi kewajiban dengan kembali meningkatkan kegiatan program nuklirnya.
Dalam pidato yang disiarkan kemarin, Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan bahwa negaranya meningkatkan uranium pada aras lebih tinggi dibandingkan sebelum JCPOA ditandatangani. Tidak dijelaskan tingkat pengayaannya.
Pernyataan itu mengisyaratkan Iran kembali mengurangi komitmen pada JCPOA. Awalnya, Teheran melanggar batas maksimal cadangan uranium yang ditetapkan, yaitu 300 kilogram. Selanjutnya, Iran menaikkan aras pengayaan melebihi 3,67 persen yang ditetapkan JCPOA. Kemudian, Iran mengoperasikan mesin-mesin pemutar berspesifikasi lebih tinggi daripada yang diizinkan JCPOA.
Perundungan
Zarif juga memastikan Washington mengancam mitranya di Eropa. ”Senang memastikan, E3 menjual sisa-sisa JCPOA untuk menghindari sanksi baru Trump. Tidak akan berguna. Ingat perundungan waktu SMA? Jika mau menjual integritas, silakan. Walakin, jangan berlagak dengan moral dan hukum,” ujarnya melalui cuitan di akun Twitter-nya.
Zarif mengingatkan adanya pelanggaran E3. ”E3 mengakui menjalankan kewajiban. Faktanya: tidak mengimpor minyak Iran, mengembargo bank Iran, tidak menjalankan ketentuan soal pencabutan (sanksi), bahkan gagal menjual pangan dan obat,” ujarnya.
AS juga menekan China agar berhenti mengimpor minyak dari Iran. Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengatakan, China terkena sasaran sanksi, seperti negara lainnya. ”Sebenarnya kami memberi sanksi pada beberapa perusahaan pelayaran mereka yang terlibat (impor) minyak (dari Iran). Kami akan terus mengupayakan sanksi ke China dan siapa pun yang masih berdagang dengan mereka (Iran),” ujarnya dalam wawancara dengan FoxNews.
AS juga menekan China agar berhenti mengimpor minyak dari Iran.
Sekitar 70 persen ekspor minyak Iran kini menuju China. ”AS bekerja sama dengan China untuk memastikan mereka menghentikan semua kegiatan dengan Iran,” kata Mnuchin.
Pejabat Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri AS telah menemui pejabat China untuk membahas pembatasan impor minyak Iran. Direktur Kajian Energi pada Center for a New American Security Elizabeth Rosenberg menyebut perundingan itu akan berlanjut sampai China menghentikan impor minyak Iran atau AS menjatuhkan sanksi kepada China.
”Hanya karena belum ada sanksi terhadap importir 200.000 barel per hari bukan berarti tak akan ada,” ujar Rosenberg. Hanya soal waktu AS akan memaksakan sanksi untuk menghentikan ekspor minyak Iran ke China.