Penyelesaian jalan Trans-Sulawesi yang sebelumnya ambles di Kilometer 22, Konawe, Sulawesi Tenggara, meleset dari target. Menjelang puncak musim hujan, akses utama di Sulawesi Tenggara ini rentan terdampak.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Penyelesaian jalan Trans-Sulawesi yang sebelumnya ambles di Kilometer 22, Konawe, Sulawesi Tenggara, meleset dari target. Proses pengerjaan jalan permanen dengan sistem fondasi bor pile bahkan baru menyelesaikan 24 titik dari total 204 yang direncanakan. Menjelang puncak musim hujan, akses utama di Sulawesi Tenggara ini rentan terdampak.
Sabtu (18/1/2020) pagi, ratusan kendaraan terlihat mengantre dari kedua arah di lokasi pengerjaan jalan ambles, di Kelurahan Rawua, Sampara. Kendaraan harus melalui jembatan bailey yang masih terpasang di lokasi jalan ambles.
Di sisi jalan ambles, sejumlah pekerja mulai mengoperasikan alat berat, ekskavator, hingga crane untuk melanjutkan pengerjaan jalan. Beberapa pipa besi berdiameter sekitar setengah meter disusun di lokasi pengerjaan. Pipa ini akan dimasukkan ke dalam tanah sebagai dasar pembuatan fondasi dengan sistem bor pile.
Ikbal (28), surveyor dari kontraktor pelaksana, menuturkan, para pekerja kembali melanjutkan pengerjaan bor pile. Total ada 18 titik yang telah dibuat selama pengerjaan berlangsung. Dalam satu hari, rata-rata pembuatan titik mencapai empat hingga enam titik.
”Hari ini rencananya enam titik lagi, dengan masing-masing kedalaman 18 meter. Memang tidak bisa terlalu banyak karena terkendala cuaca. Di sini juga tanahnya labil, jadi harus hati-hati,” tutur Ikbal.
Berdasarkan desain konstruksi, lanjutnya, total titik bor pile yang akan dibuat sebanyak 204. Sisi bagian jalan yang ambles sepanjang 125 meter akan dibeton agar tidak kembali ambles ke arah sungai. Pemasangan pelat dan penimbunan akan dilakukan secara bertahap. Proses pengerjaan diperkirakan memakan waktu hingga Maret mendatang.
Jalan Trans-Sulawesi yang menjadi akses utama dari dan menuju Kota Kendari dari arah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah ini ambles pada 2 Juli 2019. Jalan yang tergerus arus sungai ambles sepanjang lebih dari 50 meter.
Akses utama ini lumpuh selama beberapa hari akibat kondisi jalan yang tidak mungkin dilalui kendaraan. Penanganan jalan semakin sulit akibat bocornya pipa PDAM di kedalaman sekitar 7 meter. Penanganan sementara dilakukan dengan pemasangan jembatan bailey.
Penanggung Jawab Pelaksanaan Kegiatan Wilayah II Kendari Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XXI Rudi Rachdian menjelaskan, penanganan secara permanen jalan saat ini memang meleset dari jadwal yang ditentukan. Penyelesaian jalan seharusnya telah tuntas pada akhir Desember lalu. Di satu sisi, akses jalan tetap dibuka meski hanya menyisakan satu ruas jalan.
Penyelesaian jalan seharusnya telah tuntas pada akhir Desember lalu.
”Kontraknya itu mulai Oktober, dengan anggaran Rp 16,8 miliar, yang dimenangi oleh PT Rahmat Utama Mulia. Tapi, pelaksana tidak mampu menyelesaikan sesuai jadwal, jadi mereka sekarang bekerja dengan denda setiap hari. Ada keterlambatan datangnya material sehingga mereka terlambat bekerja,” tutur Rudi.
Sejauh ini, Rudi melanjutkan, pengerjaan memasuki tahap pembuatan titik-titik fondasi bor pile. Secara konstruksi, berbagai upaya dilakukan agar jalan tidak ambles kembali di kemudian hari. Meski demikian, ia belum bisa menjelaskan antisipasi dari abrasi sungai. Terlebih, posisi jalan ambles tepat berada di sisi belokan sungai yang dulunya sering menjadi lokasi pengambilan pasir.
”Saat ini kami berupaya mendorong agar pelaksana segera menyelesaikan pekerjaan agar memudahkan pengendara, terutama ketika puncak musim hujan tiba,” ucap Rudi.
Puncak musim hujan
Jalan ambles di Kilometer 22, Kelurahan Rawua, Konawe, ini hanya salah satu dari sejumlah lokasi jalan yang rusak setelah puncak musim hujan 2019. Saat banjir bandang menerjang sejumlah kabupaten dan merendam ratusan kilometer jalan, sejumlah titik rusak parah. Dua jembatan bahkan rusak parah dan sejumlah titik longsoran terjadi di beberapa wilayah.
Data Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XXI Kendari, terdapat 9 lokasi jalan yang rawan bencana saat ini di Sulawesi Tenggara. Selain pengerjaan jalan ambles dan jembatan, terdapat sejumlah titik yang rawan longsor. Hal ini berbahaya ketika puncak musim hujan tiba.
Ramlan, Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari BMKG, memprediksi, cuaca buruk akan terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara hingga Februari mendatang. Puncak musim hujan mulai masuk dan terjadi di semua wilayah di Sulawesi Tenggara. Selain itu, sejumlah wilayah, seperti Konawe, Konawe Utara, Kolaka, dan Kendari, kembali akan mengalami puncak musim hujan pada Mei dan Juni mendatang.
”Potensi bencana di darat, khususnya di bantaran sungai, dan lereng pegunungan adalah banjir dan longsor. Masyarakat yang tinggal di lereng gunung, tepian sungai, perlu mewaspadai jika kondisi cuaca seperti itu. Termasuk jika terdengar suara tanah retak di sekitar tempat tinggal. Kami rutin memantau dan segera mengabarkan jika ada perubahan cuaca signifikan,” tuturnya.