JAKARTA, KOMPAS Kementerian Kesehatan sudah mencabut status Kejadian Luar Biasa atau KLB antraks di kawasan Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski begitu, masyarakat diimbau tetap waspada meningkatkan pengelolaan antraks, mulai masyarakat, ternak, hingga lingkungan.
Pemerintah telah mencabut status KLB antraks di kawasan Gunung Kidul, DIY, setelah tidak ada lagi kasus dalam dua kali masa inkubasi antraks, selama 10 hari. Kasus terakhir ditemukan 27 Desember 2019. ”Meski KLB sudah dicabut, pengendalian antraks tidak dihentikan, terutama terkait pengelolaan pada manusia,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono dihubungi dari Jakarta, Jumat (17/1/2020). Kementerian Kesehatan telah melaporkan 27 warga di Gunung Kidul yang positif antraks.
Saat ini, 26 orang tidak lagi dirawat inap dan pulang ke rumah. Satu lainnya meninggal dengan diagnosis meningitis. Antraks muncul pertama di Dusun Grogol IV, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo tahun 2019. Waktu itu, lima sapi dilaporkan mati mendadak. Antibiotik dan vaksin langsung diberikan kepada hewan ternak lain di desa itu guna mencegah paparan. Antibiotik turut diberikan kepada warga. Peredaran ternak pun dibatasi (Kompas, 24/5/2019).
Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul Dewi Irawati mengatakan, lembaganya juga mengambil sampel warga yang memiliki keluhan berkaitan dengan gejala klinis antraks. Gejala itu berupa luka bernanah disertai menghitamnya bagian tengah luka karena jaringan kulit mati, gangguan pernapasan, dan gangguan pencernaan. ”Kami mengambil 54 sampel serum darah. Dari jumlah itu, 27 sampel serum darah dinyatakan positif antraks. Sisanya negatif. Itu dari dusun yang sama sehingga ini memang terlokalisir,” katanya.
Menurut Anung, pencegahan penularan antraks bisa dengan prinsip hidup bersih. Apabila beraktivitas di sawah atau berinteraksi dengan hewan ternak, pastikan ada alas kaki dan sarung tangan. Lalu, cuci tangan pakai sabun dan air mengalir.
Daya tahan spora
Spora antraks mampu bertahan dalam waktu lama dan suhu berubah-ubah. Untuk itu, pada hewan yang mati karena antraks perlu dikelola dengan baik. Hewan harus dikubur sedalam 2 meter. Lalu, pastikan tanah tempat mengubur diberi desinfektan dan ditutup rapat. Idealnya, tempat mengubur hewan itu ditutup semen.
Anung memastikan, hewan ternak di kawasan Gunung Kidul telah divaksin antraks. Gunung Kidul lumbung ternak di DIY. Sekitar 70 persen ternak di DIY dari sana. ”Masyarakat tidak perlu panik. Pastikan daging yang diolah untuk dimakan berasal dari daging sehat. Hindari interaksi langsung pada hewan ternak yang mati mendadak karena antraks,” tuturnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menambahkan, masyarakat diimbau tetap waspada jika ada informasi kematian mendadak ternak, seperti sapi dan kambing. Laporkan segera ke dinas pertanian atau peternakan.
”Apabila ada riwayat sakit kulit, gatal-gatal, diare, atau sesak napas dengan riwayat kontak dengan ternak mati mendadak, segera ke pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit,” katanya. (NCA/TAN)